Mohon tunggu...
Wirys Wijaya
Wirys Wijaya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk belajar

Lulusan Manajemen Dakwah, Suka Travelling melalui teks dan pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Athirah dan Kearifan Perempuan Indonesia

31 Desember 2020   07:05 Diperbarui: 31 Desember 2020   09:56 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://www.goodreads.com/book/show/19228170-athirah

Ketika membaca novel karya Alberthiene Endah, kisah yang terinspirasi dari ibunda Bapak Jusuf Kalla berjudul Athirah, terdapat banyak pelajaran bermakna atas kehidupan perempuan. Novel tersebut berkisah tentang kehidupan Athirah, yang setelah mengarungi rumah tangga belasan tahun tiba-tiba dipoligami suaminya secara sepihak dan mengharuskan ia mengasuh anak-anaknya seorang diri. Namun, novel tersebut bukanlah tentang kesedihan Athirah. Sebaliknya, ia bercerita tentang bagaimana perjuangan Athirah untuk terus-menerus bangkit di tengah luka batin yang ia derita.

Kelahiran Hingga Pernikahannya

Athirah lahir dan dibesarkan di Watampone, Bone, Sulawesi pada tahun 1924, dari seorang ibu yang menjadi istri keempat. Meski ibunya berharap agar Athirah tidak akan merasakan derita dimadu, namun ternyata harapan itu hanya bertahan dalam belasan tahun pernikahan putrinya. Athirah dijodohkan saat berusia 13 tahun dengan Puang Hadji Kalla yang berusia 17 tahun.

Puang Hadji Kalla telah dikenal sebagai seorang pemuda pejuang hidup, yang sukses berdagang dari nol, tanpa ayah, dan bermodalkan kerja keras. Ia telah menjadi haji sejak sebelum menikah dan terpandang di kampungnya saat itu. Pernikahannya dengan Athirah dianggap sebagai pernikahan yang sempurna di masanya. Mereka hidup dengan kerja keras, bersama membangun usaha dagang hingga banyak dikenal orang di Bone hingga Makassar.

Setelah adanya kerusuhan di Bone, mereka kemudian berpindah rumah ke Makassar, dan bisnis Hadji Kalla pun makin besar dan sukses. Sampai pada tahun 1955, ia mulai mencurigai adanya gelagat aneh suaminya yang ternyata hendak menikah lagi dengan perempuan yang jauh lebih muda. Ia resmi dipoligami pada tahun 1956. Saat itu, mereka telah memiliki 7 anak yang hidup, 2 anak meninggal, dan usia Athirah masih 32 tahun. Pak JK ialah anak kedua mereka, yang kala itu berusia 15 tahun.

Terluka Karena Poligami

Sejak suaminya menikah lagi, Athirah bagaikan matahari yang telah kehilangan cahayanya, redup karena kehilangan orang yang sangat dikasihinya. Banyak cibiran dari sekitar, mengasihi Athirah yang tak kurang suatu apapun namun berakhir dipoligami. Ataupun mencibir sikap Athirah yang diam saja, tak protes maupun menuntut pembagian yang adil dan transparan dari suaminya.

Semua hal itu membuat jiwanya makin tertekan. Belum lagi perubahan yang terjadi di rumah, melihat suaminya pergi meninggalkan ia dan anak-anaknya tiap selepas maghrib untuk tinggal di rumah wanita lain. Meski Hadji Kalla masih berusaha memenuhi tugasnya untuk membiayai anak-anaknya, berusaha datang tiap pagi untuk subuhan dan sarapan bersama, namun pengkhianatan itu telah menoreh luka yang mendalam di batinnya.

Sejak itu kehidupannya berubah. Ia sempat mencari jawaban atas pengkhianatan suaminya pada orang-orang pintar, kenalan kerabatnya di Bone, teman-teman arisannya di Makassar. Cukup banyak orang pintar (dukun) yang didatanginya, hingga ia tersadar bahwa itu perbuatan bodoh. Sejak itu Athirah membangun kekuatan dirinya untuk bangkit bersama anak-anaknya, tak lagi larut menyesali yang telah terjadi.

Bangkit dan Jadi Berdaya

Caranya untuk bangkit sangat luar biasa, yaitu dengan menjadi perempuan berdaya. Meski memang ia memiliki kelebihan pada modal usaha yang dimiliki namun hal itu tak menjamin seseorang pasti bisa survive dalam kondisi jiwa yang tertekan dan kepercayaan diri yang tergerus akibat dipoligami. Saat itu, sangat mungkin yang ia pilih ialah masa depan anak-anaknya, ketujuh anaknya yang harus memiliki masa depan lebih baik dari dirinya.

Hal itu pula yang ia lihat pada semangat juang ibunya, perempuan yang menjadi istri keempat dari seorang lelaki yang tua renta. Ibunya membesarkannya dengan kerja keras dan kearifan agar dirinya tak mengalami nasib yang sama. Mewariskan keterampilan lokal, dalam menenun, bekerja keras, mengasuh adik-adiknya, menyajikan berbagai hidangan lokal kaya rasa, dan menjalani rutinitas keseharian sebagaimana perempuan pada masanya.

Selama menikah pun ia juga mengembangkan kelebihan lainnya, yaitu berdagang. Kesuksesan bisnis Hadji Kalla tak lepas dari kiprah Athirah yang mendampinginya, mengurus pembukuan, melayani pembeli, arus keuangan niaga, ataupun memasarkan barang. Sehingga dari sana ia mengumpulkan kekuatan, bahwa dirinya pun pasti bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun