Mohon tunggu...
W88.com
W88.com Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Kopi Fermentasi Mengungguli Kopi Luwak

14 Oktober 2018   13:56 Diperbarui: 14 Oktober 2018   14:13 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

Kopi apa yang paling terkenal namanya saat ini? Pasti banyak masyarakat yang mengatakan Kopi Luwak. Tapi sekarang katanya si ada kopi yang rasanya lebih nikmat dan wanginya lebih harum daripada Kopi Luwak. Kopi jenis apakah itu? Mari kita simak ulasan nya di bawah ini.

Harum kopi menguar di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), pada Selasa (18/9/2018). Asalnya dari satu sudut ruangan yang dipakai sebagai ruang pamer hajatan ITB-CEO Net & Technopreneurship Festival.

Meja saji di area itu sesak oleh alat-alat seduh kopi. Pun begitu juga dengan sloki-sloki kertas, yang berisi hasil seduhan. Pengunjung bebas mencomot dan mereguknya. Semua gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun.

"Rasanya enak, ringan, tidak terlalu asam, pokok nya mantap deh rasanya. Apalagi kalau ini pakai es," kata Koko, salah seorang pengunjung yang juga alumni ITB. Dia ikut meneguk cairan hitam tanpa gula tersebut. Kualitas rasa yang dia sebut, muncul karena sang peracik ternyata me-roasting(memanggang) biji kopi dengan setelan mild.

Nama kopi barusan itu Ferofee. Apa itu Ferofee? Ferofee itu kependekan dari Fermented Coffee alias kopi fermentasi. Dibuat oleh tim peneliti ITB yang berfokus untuk mengembangkan metode fermentasi pada biji kopi. Inspirasi akan metode itu berpulang pada perilaku luwak yang melakukan fermentasi alami atas biji kopi yang dilahapnya.

"Kualitasnya jadi lebih baik dari kopi luwak, tapi ini bukan kopi luwak," kata Pingkan Aditiawati, ahli bioteknologi mikroba dari ITB, Selasa (25/9/18).

Klaim Pingkan bukan sesumbar belaka. Kualitas rasa kopi fermentasi tersebut telah diuji oleh Q Grader, yaitu pencicip kopi profesional, bersertifikat internasional dari 5857 Coffee Lab kafe merangkap kampus kopi di Bandung.

Pencicipan yang dimaksud menghasilkan skor 85,33. Angka itu melampaui ponten produk pembandingnya, yakni kopi luwak, yang beroleh 80,25. Penilaian pun berdasarkan atas sepuluh kriteria. Di antara poin perhitungannya adalah aroma, rasa, keasamaan, manis, dan keseimbangan.

Pingkan sang peneliti utama, bermitra dengan Jayen Aris Kriswantoro dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB. Mereka merintis riset sejak tahun 2016. Mereka mengusahakan fermentasi biji kopi tanpa bantuan luwak dengan menggunakan bakteri yang diisolasi.

"Aktivitas fermentasinya mirip seperti yang terjadi di tubuh luwak, yaitu memecah molekul besar seperti karbohidrat dan protein yang ada pada biji kopi," kata Jayen, Selasa (18/9/18).

Bedanya, jika luwak memakan buah kopi (coffee cherries) pilihan secara utuh, tim riset memakai kopi hijau (green bean), yakni biji kopi yang belum diroasting(dipanggang).

Riset itu sukses menaikkan nilai cita rasa kopi arabika sekaligus meningkatkan senyawa antioksidan polifenol dalam kopi. Zat kimia pada tumbuhan itu diyakini bisa mengurangi risiko penyakit jantung, pembuluh darah, dan kanker.

Setahun pertama penelitian, tim berupaya mengoptimalkan kerja bakteri. Pada tahap itu, perhatian tumpah pada jumlah bakteri yang digunakan, perbandingannya saat dicampur dengan green bean, dan lama waktu fermentasi.

Pengendalian lain meliputi umur bakteri dan kepadatan sel bakteri. Tim mencoba sedikitnya 15 jenis bakteri pemecah senyawa kopi.

Proses bakteri memecah molekul senyawa kopi (fermentasi) berlangsung di dalam alat yang disebut bioreaktor. Setelah melalui proses itu, tim kini hanya memakai tiga jenis bakteri. Namun, detailnya masih dirahasiakan karena sedang menuju hak paten. Ketiganya pilihan terbaik dari sekian jenis bakteri yang diuji dalam fermentasi kopi hijau.

Setelah difermentasi, kopi hijau yang tadinya kering menjadi basah lagi karena diolah dengan bakteri. Karenanya, sebelum disangrai atau roasting, biji kopi harus dikeringkan lagi terlebih dahulu.

"Supaya standarnya 11-12 persen sisa kadar airnya tercapai," ujar Jayen.

Di laboratorium, tim yang dibantu para mahasiswa juga menjajal fermentasi pada biji kopi Kintamani Bali, Manggarai Flores, dan Gayo Aceh. Hasilnya belum diujikan ke Q Grader. Dari hasil pengujian kopi beragam jenis itu, Jayen mencapai kesimpulan lain.

"Pengaruh fermentasi tidak membuat rasa kopi seragam," ujarnya, berkat kondisi tanah dan ketinggian tanaman.

Rasa yang muncul pada biji kopi fermentasi berasal dari senyawa-senyawa yang juga bereaksi ketika terjadi proses sangrai. Semakin banyak senyawa, kian bertambah pula reaksinya. Ujungnya, kualitas biji kopi terdongkrak. Polifenol yang terikat dalam molekul besar ketika diseduh pun jadi lebih mudah terekstrak.

"Kita bisa minum dengan polifenol yang aktivitas antioksidannya semakin tinggi," kata Jayen.

-CrematE-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun