Mohon tunggu...
Wira Ramasiwi
Wira Ramasiwi Mohon Tunggu... Musisi - Tidak good, lu-King

Bucinologi sekaligus Musikus Amatir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terpasah di-Nestapa Alunan, Irama, dan Mari

9 Mei 2021   21:33 Diperbarui: 9 Mei 2021   21:37 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi. jpg

 

Sore-sore aku berpijak didaratan bumi di salah satu negara tropis beraromakan cempaka putih, aku merasakan waktu yang bukan main langka-nya dan aku begitu gulana entah itu datangnya dari mana,aku yang sedang malas melakukan apapun jadi semakin malas karna adanya perisih yang entah darimana mula-nya.

Aku yang terus berpikir semakin tidak tahu menahu akan keharusan apa yang harus aku haruskan. Saat ini aku hanya senyap dengan ditemani sebatang luffman yang menjelma bak marlboro white yang menyenggak, dan tubruk-kan kopi khas yang diracik seperti di atas kapal yang ber-api. Seperti aku yang penuh api aku berpikir, dengan sruputan ke3 aku menginjak ketidakpercayaanku pada entitas yang kontemporer disini,yaitu : Aku menyadari jika aku anak sepat yang ketohoran, maka aku akan beranggai kesesakan, dan jika aku hanya bermulut di mulut orang daya apakah yang akan aku muntahkan pada segenap sekutu-ku? " ujar tunggal-ku "

Sekarang aku tiba pada waktu dimana aku sudah merasa teduh, namun semua hanya angan-angan yang mengikat tubuh. Dengan surya yang sudah meredup aku pun memutuskan untuk memintaskan kaki ini untuk menggerayang pada suatu kursi yang nyaman untuk bisa lebih fasih akan kejanggalan waktu ini. Hari-hari aku didekap nestapa diraungan senja yang benar-benar sudah luruh, kemudian waktu aku memutuskan untuk pergi ke wadah yang di cintai dan aku mulai memainkan salah satu sarana dan aku pun merenung " ada apa dengan semua in-die " soal ku pada SAng-NUBARI.
Aku mulakanlah dengan tegukan indah bernadakan " Sssssrrrrrssspppp, Ahhh ", atas puji tuhan aku pun merasakan lintasan Cinta,Mati, dan Musik. Seusai aku pergi dari perwadahan yang penuh cinta itu aku cukup merasa cua dengan semuanya, lalu aku duduk di lamunan biru nan sejuk bak hatimu, mengapa harus begitu bising disaat nurani tidak mempersiapkannya. " ujarku soal cinta pada nurani ", sekutu bersoal, ada apa dengan mu?tidak biasanya kamu seperti ini " Tanya nya padaku ". Aku pun berkata "kamu tidak akan pernah mengerti aku ,timbul lah sebuah harap setelah tanya itu masuk pada gendang jiwaku, aku sangat ingin kamu ada dalam kesendirian ditengah ramai ini, bersama malam dan DjarumCoklat yang tak di endorse aku pun mulai meneguk lagi sewadah air panas nan dingin, bak dirimu yang jauh dikeberadaan. Prasangka-ku, aku sudah terlalu lelah dengan keberadaanmu yang seperti hampa ini, ternyata selagi aku mengulik semua ini kemarin hari, aku beranggap bahwa aku lah yang mendapat ihwal sedari lusa kemarin, aku yang menestapakan entitas di 2 pekan ini hampir mendekati kekurang ingatan.

Pada mati yang telah melewati nurani dan mantik di kemarin, aku ter-engah akan kehidupan yang sececah ini. Tapi itu hanya sepintas yang terlewat di benak ku, aku yang cuma berpikir " Apa kita akan hidup kembali dibumi dengan semua keberadaan nya yang berbeda nama/juluk/sebutan? " aku hanya terdiam seusai bersoal dengan diri. Lalu kembali setelah aku menerbitkan mata pada siang hari, aku memutuskan kembali untuk kembali pada wadah tersebut, namun aku yang sudah merasa cua kali ini aku akan berbelot pada wadah YAng MAHA bernada lagi MAHA Fender.

Dengan waktu yang cukup singkat sampai lagi kita kepada langit yang di naungi oren, aku pun mulai mencoba untuk menjentik kan jari tengah ku sebagai mula dari seluruh komposisi yang akan dimulia kan, dan sedikit bumbu-bumbu tempo mulai tertabur pada tatanan yang kuucap, aku mulai berdegup kencang pada baitan awal lirik dengan namamu yang kusebut bahkan tersaksikan bisu oleh rintikan air hujan nan gemercik. Dengan sigap akupun terhenti ,lalu aku bersoal kembali pada kenestapaan ini " Apakah benar inikah jawaban nya ?" ujarku pada sang rindu. Dia menjawab " kau benar, kau telah berpapas dengan sahutan mu ", aku pun riang seketika dengan naluri yang sudah tak acuh bak kampung durian runtoh, dengan antusiasme aku semakin memain dan menarikan jari-jari lentik ini untuk mengalun dan melantunkan ujaran atau rasa yang dapat memasuki jiwa.

Dan aku pun bermulut kembali pada nestapa yang boa edan " Baiklah kali ini aku tidak akan melupakanmu " dan nestapa tak memberi sahutan kedua. Pikir ku ini semua memang benar, ternyata selama ini aku sangat sungkawa pada alunan musik, aku yang terharu akan semua kegelisahan ini sangat terjawabkan oleh ketiadaan mu. Hari hari berlalu, bagai meteor orinoid yang tergelincir dari langit yang penuh ketenangan. Sampai sampai aku yang mengira aku merindukanmu ternyata aku salah, dan pada kebetulan nya kali ini aku sangat merindukanmu-sik;

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun