Mohon tunggu...
Winny Gunarti
Winny Gunarti Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, Peneliti, Pengajar di Universitas Indraprasta (UNINDRA) PGRI, Jakarta

E-mail: winny.gunartiww@unindra.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menyikapi Sindrom Pasca-Covid-19

19 April 2021   09:16 Diperbarui: 19 April 2021   11:03 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: https://pixabay.com/illustrations/woman-cold-illness-sick-runny-nose-5648421/

Bagi banyak orang yang pernah didiagnosis positif Covid-19 melalui hasil Swab PCR, hari diagnosis itu menjadi momen paling bersejarah dalam perjalanan hidup. Bagaimana tidak? Hari itu Anda ditakdirkan untuk menjadi bagian dari perjuangan melawan virus yang mematikan.

Demikian pula ketika  saya pertama kali didiagnosis positif Covid-19, berita itu seperti mencabut separuh harapan hidup. Pertama, karena usia saya sudah masuk kategori usia pertengahan (middle age) menurut versi WHO (2013). Kedua, gejala Covid-19 yang saya alami pun termasuk kategori sedang, berupa nyeri sendi seluruh badan yang membuat tidak bisa tidur, batuk yang mengganggu, demam, dan super lelah. Ketiga, saya juga memiliki penyakit komorbid atau penyakit penyerta, yaitu hipertensi.

Panik? Tentu saja! Hari pertama membawa hasil Swab PCR seperti membawa selembar kertas yang bakal menjadi penentu ujung hidup. Orang boleh saja menyarankan jangan stres, tetap semangat, atau apapun sarannya yang mencoba membesarkan hati. Tapi bagi yang sedang menderita Covid-19, kecemasan itu datang seperti hembusan angin dari segala penjuru. Belum lagi keluarga di rumah ikut panik. Padahal, siapa pernah mengira saya akan tertular, dan di mana saya tertular, sementara protokol kesehatan patuh saya jalankan.

Tapi begitulah takdir. Hidup saya ditakdirkan untuk menjadi bagian dari para penyintas Covid-19. Ada banyak kisah para penyintas yang berhasil melalui masa-masa sulitnya melawan virus Covid-19. Dari yang tanpa gejala, bergejala ringan, hingga yang berat. Ada yang berjuang memakai obat-obatan kimia, ada pula yang meyakini obat herbal. Ada yang telah menghabiskan jutaan rupiah, ada pula yang dengan biaya pengobatan tidak seberapa. Ada yang difasilitasi pemerintah, ada pula yang harus mengeluarkan biaya sendiri. Apapun upayanya, semua yang pernah terkena  Covid-19,  masing-masing berjuang dengan keyakinannya untuk sembuh, dengan metabolisme  di tubuhnya dalam memproduksi antibodi demi melawan virus tersebut.

Namun, ketika kemudian Anda berhasil sembuh dari Covid-19,  Anda kembali dihadapkan pada persoalan baru, yaitu "sembuh dengan masih menyisakan sesuatu". Hal ini sering disebut sebagai efek Long-Covid atau Sindrom Pasca-Covid. Para penyintas Covid-19 diperkirakan bakal menghadapi kondisi tubuh yang  "belum bisa pulih total" dalam beberapa waktu. Tidak peduli Anda masih berusia muda atau sudah usia lanjut.

Dalam berita yang dilansir situs https://edition.cnn.com/2021/04/11/health/coronavirus-long-covid-intl/index.html, Dr. Manoj Sivan, profesor klinis dan konsultan di Universitas Leeds, seorang ahli pengobatan rehabilitasi yang mengetahui bahwa wabah SARS dan MERS juga menyebabkan beberapa pasien menderita sindrom pasca-virus, melihat pola yang sama dengan virus corona. Dia mengatakan bahwa, siapapun yang sembuh dari Covid diharapkan bisa sembuh dengan baik dalam empat sampai enam minggu. Namun, pada sekitar 10% hingga 20% orang, gejalanya dapat bertahan melebihi periode empat hingga enam minggu dan pada sekitar 10% orang, gejalanya dapat bertahan bahkan lebih dari 12 minggu, dan  hal itu menjadi masalah nyata.

Informasi senada juga pernah diberitakan di situs https://covid19.go.id/p/masyarakat-umum/long-covid-19-gejala-berkepanjangan-setelah-sembuh-dari-covid-19, tentang potensi gejala berkepanjangan yang akan dialami oleh mereka yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Disebutkan bahwa 5-20% pasien Covid-19 mengalami Long Covid-19 lebih dari 4 minggu, dan diperkirakan 1 tiap 10 pasien Covid-19 dapat mengalami hingga lebih dari 12 minggu. Gejala berkepanjangan ini membuat hidup para penyintasnya menjadi tidak nyaman karena masih munculnya berbagai gangguan kesehatan yang sebelum Covid-19 tidak pernah dialami.

Sementara dr Anton Sony Wibowo, Sp THT-KL, M.Sc., FICS., dalam wawancara di situs https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5379197/deretan-gejala-corona-ini-paling-awet-dialami-pasien-long-covid, juga  menyebutkan  gejala Covid-19 jangka panjang ini  dapat dialami pasien dalam kurun waktu beberapa bulan pasca infeksi atau selama masa pemulihan, antara lain berupa batuk, sesak napas, nyeri otot, diare, mual, malaise, nyeri perut, gangguan saraf, kesulitan berpikir, napas pendek pendek, gangguan irama jantung, dan gejala Covid lainnya.

Covid-19 memang masih menjadi penyakit misteri yang terus diteliti oleh para ahli. Namun, efek Covid-19 jangka panjang  saat ini sangat memengaruhi kinerja para penyintasnya.  Aktivitas para penyintas mungkin ada yang tidak bisa semaksimal dulu lagi, baik dari segi kemampuan berpikir maupun kemampuan motoriknya. Dan hal ini bisa dialami dalam hitungan minggu, bahkan berbulan-bulan. Tentu hal ini sangat mengkhawatirkan, terlebih jika Anda masih tergolong usia muda dan memiliki sejumlah target kehidupan yang ingin dicapai.

Jadi, bagaimana para penyintas harus menyikapi Sindrom Pasca-Covid-19 ini? Melalui tulisan ini, saya mencoba membangun sikap optimis melalui dua cara pandang.

Cara pandang pertama adalah sikap optimis secara lahir. Tentu kita tidak boleh berputus asa, dan harus berupaya untuk memulihkan diri melalui berbagai terapi, baik itu terapi medis (rajin berkonsultasi dengan dokter ahli), atau melalui terapi makanan sehat (terapi mandiri). Bukankah Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman  sayuran dan buah-buahan yang telah dikenal memiliki banyak khasiat luar biasa bagi kesehatan. Mulailah mencari literatur dari khasiat sayuran dan buah-buahan tersebut, yang kira-kira sesuai dan dapat membantu mengatasi gangguan kesehatan yang sedang kita alami. Lalu kita bisa mulai mengkonsumsinya secara teratur sebagai ikhtiar untuk memulihkan diri

Cara pandang kedua adalah sikap optimis secara batin. Cara pandang ini lebih kepada bentuk penyerahan diri kepada Sang Maha Pencipta. Oleh karena keberhasilan sembuh dari Covid-19 adalah sebuah karunia, maka menarik diresapi apa yang dituliskan Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag. dalam bukunya yang berjudul "Hidup Masih Koma, Belum Titik"  terbitan Pt. Elex Media Komputindo. Dituliskan Prof. Ali Aziz bahwa ada empat kehormatan dari Allah yang akan Anda dapati ketika Anda ditakdirkan mengalami sakit, namun bersikap ikhlas dan tidak mengeluh (2019: 66-67):

Pertama, Allah mengirimkan dua malaikat kepada Anda, yaitu malaikat Raqib dan Atid untuk menuliskan apa saja yang Anda ucapkan ketika sakit, dan melaporkan bagaimana sikap Anda dalam menghadapi penyakit tersebut. Kedua, Allah akan menghapus semua dosa Anda sampai habis, seperti pohon yang bersih dari daun-daun tua yang berguguran, seperti seorang bayi yang baru saja dilahirkan. Ketiga, Allah memberi hadiah surga jika Allah memutuskan Anda wafat pada saat-saat sakit, sebagai tanggal kematian terbaik menurut Allah. Keempat, jika Anda diberi kesembuhan, maka Anda menjadi manusia baru, karena Allah telah mencuci darah dan daging Anda yang sebelumnya dinodai oleh dosa-dosa, untuk digantikan dengan daging dan darah baru yang belum ternoda.  Oleh karenanya, Anda yang sedang mengalami ujian sakit, sebaiknya Anda bersujud dan mengucapkan "radlitu billahi rabba" (sungguh aku senang menjalankan perintah-Mu,dan senang, tak mengeluh atas apa pun cobaan dari-Mu).

Wallahualam Bissawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun