Mohon tunggu...
Windy Keniko
Windy Keniko Mohon Tunggu... Insinyur - Kom Spelen

AKSARA (AKAL, SARKAS, RASIONAL)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ku Menulisnya untuk Kau Pikirkan

17 Februari 2019   20:50 Diperbarui: 17 Februari 2019   21:31 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Senang rasanya menjadi insan yang selalu disuguhkan dengan keadaan-keadaan sekitar dimana, keadaan ini berbuah menjadi suatu keresahan yang alami. Kupikir inilah anugerah untuk selalu berpikiran terbuka dan memahami suatu cara pandang baru dalam suatu konflik. Pikiran semrawut yang terpenjarakan terlalu lama adalah selanjutnya menjadi dasar bagiku untuk menorehkan kembali tulisan-tulisan ini. Tulisan-tulisan merdeka yang kusebut, mungkin akan terasa konyol untuk dipahami. Entah bermakna, yang jelas ku akan senang bila kalian terbawa memikirkannya. 

Pada suatu kesempatan saat mendengarkan khutbah jumat, tepatnya pada salah satu masjid di sudut Kota Banda Aceh. Banyak hal menarik untukku menelaah kembali, subjek materi yang sengaja ditulis dan disampaikan itu. Kulihat betul, beberapa lembar kertas menemani pembicara khutbah di depan sana. 

Keimanan, menjadi dasar topik yang selanjutnya menyinggung hal-hal mengenai toleransi dan kemanusiaan di negeri ini. Alangkah baiknya untuk tidak menuliskan isi materi sepenuhnya dari khutbah itu sendiri, karena kupikir ilmu ku pun belum sanggup untuk menampung itu semua. Tetapi tidak perlu kecewa, karena beberapa poin penting masih terngiang didalam kepala ini.

Keimanan seseorang memang seharusnya bukan menjadi urusan siapapun, tetapi bagaimana bisa kita membiarkan seseorang membunuh orang lainnya (bahkan itu wanita dan anak-anak) dikarenakan penyebabnya adalah iman nya sendiri. Dengan alasan apapun bahkan hingga membuat seseorang itu menjadi benci, tidak dibenarkan untuk dia merenggut apa yang menjadi hak orang lain dalam hal ini adalah nyawa. 

Dalam konteks khutbah jumat, pembicara seakan berbicara dengan lantang bahwa inilah fenomena zaman dahulu yang patut diteladani. Saya merasa mengapa bisa seseorang terhormat didepan sana berbicara seakan iya membenarkan hal ini. Bagaimana pikiran saya bisa menerima argumen yang mengatakan bahwa, membunuh seseorang itu dibenarkan bila tidak sesuai dengan iman kita. Pantaskah hal ini saya terima ?

Poin kedua yang sangat saya sayangkan adalah seruan yang intoleran. Bersumber dari hadist-hadist yang pembicara tidak sebutkan, mengangkat beberapa hal larangan yang menurutku sangat intoleran. Saya bisa menyebutnya intoleransi keberagamaan dan intoleransi ideologi. Dikatakan, "Kita dilarang duduk bersamaan dengan orang yang tidak seiman, tidak membenarkan berbicara mengobrol bahkan sekadar menyapa orang yang tidak seiman dengan kita". 

Hal ini jelas sekali intoleran, menganggap bahwa ajaran yang kita percaya bersifat benar dan yang lain adalah salah. Lebih buruk nya, ada suatu seruan yang sangat memuakkan pikiranku yang menyebutkan bahwa bahkan menolong orang yang tidak seiman dengan kita adalah salah. Lalu haruskah kita menanyakan kepercayaan seseorang, ketika orang tersebut meminta bantuan kita ? Berilah contoh suatu kasus ibu hamil yang pada detik itu harus melahirkan anaknya, dan kita adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya. 

Apakah kita harus menanyakan kepercayaan nya? Apakah bila ternyata dia tidak seiman, kita harus meninggalkan nya? Saya tidak berfikir hal itu harus terjadi. Saya menganggap apa yang disampaikan itu salah (intoleran) atau hanya saya yang tidak mengerti.  Mungkin beberapa orang melihat nya dengan cara berbeda. Saya hanya butuh ini untuk sama-sama kita pikirkan dan mengerti.

Kemana aja sih selama ini ? Apa saya kurang paham ? Tapi tentu, jangan menganggap ini sebuah imajinasiku belaka. Ini sebuah tindakan yang kupikir bisa membuat kita lebih belajar. Untuk benar, untuk adil, bahkan memberi manfaat untuk orang banyak. Pada akhirnya, saya tidak percaya telah menulis ini.

Penghujung tulisan, mengutip suatu kutipan yang akhirnya yang memotivasi saya untuk tulisan ini dan saya pun tidak yakin darimana, menyebutkan "Hanya ada satu orang yang bisa menghalangi mu menjadi versi terbaik dari dirimu, orang itu adalah kamu."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun