Mohon tunggu...
windhi putri purnamasari
windhi putri purnamasari Mohon Tunggu... Wiraswasta -

kenali dirimu dan buatlah sejarahmu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Media Sosial, Demo, dan Perubahan

17 September 2018   11:53 Diperbarui: 25 September 2019   09:16 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sungguh besar pengaruh media sosial sebagai penyebar informasi di era digital. Namun perlu kita cermati penggunaan media sosial saat ini. Ya, tidak semua orang menggunakannya dengan bijak. Yang benar jadi salah dan yang salah jadi benar. 

Itu yang bisa saya tarik dari fenomena hoax yang bertebaran di media sosial. Seolah warganet dibingungkan dengan informasi-informasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. 

Warganet menjadi tunanetra dan hanya bisa meraba-raba informasi. Apakah ini benar ? Apakah ini salah ? Ya, semua itu kembali kepada pemikiran atau kepercayaan masing-masing. 

Saya bisa saja mengatakan informasi A benar karena saya mengagumi sosok tokoh yang menjadi protagonis di informasi tersebut. Atau mengatakan informasi B salah karena saya tidak suka dengan tokoh yang diangkat dalam informasi tersebut. Ya, semua kembali kepada pilihan warganet.

Fenomena lain yang berkaitan adalah playing role. Mungkin saja saat ini panggung di dalam teater atau opera sudah terlalu penuh sehingga banyak orang yang bermain drama dalam media sosialnya. 

Ya, hal ini tidak menutup kemungkinan. Kenapa ? Tekanan, pandangan sosial, norma dan hal sebagainya menuntut orang untuk berjalan lurus. Akibatnya bagi mereka yang tidak tahan, mereka dapat meluapkan apa yang selama ini menjadi beban mereka pada media sosial. 

Tapi manusia adalah orang yang munafik dan selalu ingin terlihat baik bukan ? Menjaga image mereka masing-masing dalam kehidupannya. Berkata hal yang bertentangan dengan hati kecil mereka. 

Ya, di saat itulah keinginan untuk menjadi pribadi yang baru muncul dan media sosial memberikan kesempatan itu. Satu lagi ia tidak men-judge benar salahnya hal yang kita ketik. 

Media sosial tidak membatasi jumlah akun, maka kita sebagai pengguna mempunyai kesempatan untuk memiliki lebih dari satu akun. Satu identitas satu akun ? Mengapa tidak membuat identitas baru ? Menjadi seseorang yang lain, seseorang yang dapat mengutarakan isi hati dengan lugas. Fake Account.

Lebih parah lagi saat penggunaan bot (perangkat lunak yang menjalankan tugas secara otomatis) atau akun palsu menjadi auto liker dari akun tertentu malah menguatkan pilihan warganet. Atau kolom komentar yang saling bersaing mendapatkan pengikut atas benar tidaknya informasi. 

Lalu bagaimana dengan fenomena dimana semua orang menjadi pengamat atau analis terhadap permasalahan tertentu. Sedang saya untuk diri saya sendiri merasa segan untuk berbicara di luar kemampuan diri saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun