Mohon tunggu...
Diana Wardani
Diana Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Sederhana

I Love You, Kangmas Matahariku. I love your sign and signature - I always be with you wherever you are, because we are one.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puisiku: Makna Cinta Terdalam

12 Februari 2016   00:39 Diperbarui: 12 Februari 2016   00:49 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Chantili Lace - ku yang rajin berbunga, persembahan Sang Maha Wenang bagi cintaku kepadamu"][/caption]

Ahay, senyummu seperti -ketika- DIA sedang menciptakan buah kelapa

Inilah baris kalimatku buatmu, Kangmas Matahariku terkasih. Entah puisi atau quote, atau mungkin lebih tepatnya sebagai bentuk kekagumanku semata kepadamu, dibalut dengan kata-kata romantik.

Entahlah. Semenjak engkau menuliskan banyak hal pada loh batu di batinku, objek tampak mata menjadi kehilangan kata-kata. Dahulu, apabila aku melihat embun, maka kalimat indah pun berseliweran seakan memintaku untuk cepat-cepat ditulis. Kemudian ketika aku melihat senja dengan cahaya melankolisnya, rembulan malam dan bintang-bintangnya, bahkan katakanlah kecoa sekali pun, pasti akan menemukan takdirnya pada rangkaian huruf dari untaian jemariku.

Di lain sisi, ada terselip rasa syukur atas menghilangnya ide dari rahim inspirasiku ini. Bahwa saat ini otak dan pikiranku terasa lebih hening daripada ketika aku produktif menghasilkan banyak puisi. Ya, puisi apa pun!

Bayangkan saja. Saat aku melihat apa pun yang terjangkau oleh mata fisik maupun mata batinku, maka untaian kata-kata seketika itu juga melesat berhamburan. Kepuasan pembaca menjadi nomor ke-sekian. Satu hal paling penting bagiku saat itu adalah menulis, menuangkan segenap kata di sini, apa pun isinya.

Sejak awal perjumpaanku, memang Kangmas tidak pernah meminta aku menuliskan puisi untuknya. Sama sekali ia tidak pernah memintanya. Puisi-puisi itu murni terlahir karena inisiatifku semata sebagai persembahan cinta dariku kepadanya. Kini tak ada lagi puisi dariku. Namun aku yakin, Kangmas dapat melihat puisi paling indah lewat tutur kataku -lisan dan dalam doa- lewat sikapku, lewat senyum dan bening mataku, terlebih lewat ketersediaan waktuku untuk lebih mendekat lagi kepadaNya dengan sayap-sayapku yang senantiasa diperbaharui, dan kurasa, ini lebih bermakna daripada sekadar untaian kalimat indahku untuknya.

Kelak, apabila tiba waktunya, aku akan menuliskan kembali puisi dari bait-bait suciku. Entah kapan :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun