Mohon tunggu...
Winda
Winda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Buzzer Sebagai Alat Propaganda Politik di Twitter Menjelang Pemilu 2024

25 Oktober 2022   16:10 Diperbarui: 25 Oktober 2022   17:16 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak diluncurkan pada tahun 2006, Twitter telah berkembang menjadi salah satu situs jejaring sosial terpopuler yang diminati masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, pengguna Twitter di Indonesia mencapai 19,5 juta, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengguna Twitter terbesar kelima setelah Inggris dan negara-negara besar lainnya.

Evolusi pengguna media sosial di Internet, khususnya Twitter, telah menciptakan banyak profesi baru. Salah satunya yakni Buzzer. Buzzer adalah bahasa Inggris ``buz'', yang berarti bersenandung, bel atau berpadu. Awalnya, buzzer digunakan sebagai strategi pemasaran untuk bisnis digital. Buzzer  ini adalah orang yang bersedia mempromosikan, memfasilitasi, mempromosikan, dan menginformasikan tentang produk dan layanan untuk kepentingan komunitas digital atau pengguna Internet (netizen).

Dengan perkembangan saat ini, aktivitas Buzzer telah berubah. Perubahan ini terlihat sejak tahun 2014, ketika Indonesia mengadakan pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah. 

Buzzer menjadi salah satu strategi yang menjanjikan dan penting dalam menggalakan opini publik di media sosial. Buzzer adalah akun media sosial yang terkenal, dengan motif ideologis atau ekonomi. 

Buzzer bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi. Buzzer berbeda dengan influencer. Influencer adalah akun dengan nama dan latar belakang yang unik, seperti: Denny Siregar @dennysiregar, seorang influencer politik atau selebriti atau ahli dengan banyak pengikut di dunia maya. Influencer memiliki pendirian dan preferensi yang berbeda tentang topik (Bramasta, 2019).

Memasuki tahun politik  menuju Pemilu 2024 menjadikan iklim politik di Indonesia semakin memanas, penggunaan media sosial juga berdampak negatif. Dengan kata lain, penyebaran hoaks dan berita palsu semakin marak. 

Dikatakan bahwa keberadaan buzzer berbayar berperan dalam penyebaran berita palsu ini. Dengan demikian, muncul istilah buzzer peer  untuk mengidentifikasi buzzer sebagai profesi berbayar yang menyebarkan misinformasi, dianggap tidak relevan karena memperburuk (Arianto, 2020).

Lebih lanjut lagi, seperti apa strategi kerja Buzzer ini?

Strategi  yang digunakan oleh Buzzer umumnya ada dua, kampanye negatif dan kampanye positif. Namun penggunaan istilah buzzer di media sosial cenderung disamakan dengan penggunaan strategi kampanye yang negatif, dan istilah tersebut dipersepsikan secara negatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa media sosial merupakan media yang paling efektif digunakan oleh Buzzer politik.

Pekerjaan buzzer di twitter dinilai menjanjikan karena penghasilannya yang tinggi. Namun, kehadiran buzzer dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum selalu negatif, karena tidak hanya berfungsi sebagai pemasaran untuk menampilkan branding pasangan calon, tetapi juga berperan sebagai aktor dalam proses penyebaran kampanye hitam kandidat lainnya. 

Hoaks, ujaran kebencian, fitnah, dan kampanye negatif lainnya tumbuh subur melalui penyebaran pesan yang dilakukan oleh buzzer. Situasi ini diperparah oleh fakta bahwa tidak ada aturan khusus tentang bagaimana buzzer politik harus beroperasi jika mereka melanggar aturan karena aktivitas kampanye negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun