Mohon tunggu...
Winda Ari Anggraini
Winda Ari Anggraini Mohon Tunggu... Guru - A novice writer

Terus belajar untuk menantang semua ketidakmungkinan. Jika ada pertanyaan tentang kuliah di Birmingham/ Pendidikan/ Bahasa Inggris/ Beasiswa, silahkan menghubungi: http://pg.bham.ac.uk/mentor/w-anggraini/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di Negeri Ratu Elisabeth, Keselamatan Anak adalah Nomor Satu

8 Maret 2017   04:33 Diperbarui: 9 Maret 2017   02:00 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu momen favorit saya adalah kala kami harus mengunjungi sekolah-sekolah untuk melakukan studi komparatif antara sistem pendidikan di Indonesia dan England, bukan United Kingdom secara keseluruhan. Karena UK sendiri terbagi menjadi empat bagian yakni England, Scotland, Wales, dan Northern Ireland. Dalam beberapa hal menyangkut aturan, keempat negara ini memiliki sistem masing-masing. 

'Safeguarding' alias perlindungan anak menjadi salah satu parameter yang diukur saat sebuah sekolah di sidak kalau di Indonesia. Selepas membaca share berita mengenai penculikan anak di beberapa daerah di Indonesia, saya jadi ingin menuliskan pengalaman berinteraksi dengan anak-anak sekolahan di sini. Keselamatan anak sangat diutamakan oleh pihak sekolah sehingga banyak hal yang dianggap biasa saja di negara kita, menjadi sangat sensitif disini. 

Pertama, sekolah sangat ketat soal tamu yang akan datang. Baik itu sekolah dasar ataupun menengah, semua tamu yang datang harus melapor di resepsionis dan mengantongi kartu bertanda "visitor" yang cukup rumit didapat. Mungkin beberapa sekolah di kota-kota besar seperti ibu kota sudah menerapkan ini, namun di daerah-daerah terutama tempat saya mengajar tamu biasanya bisa masuk dengan mudah, terutama dengan banyaknya pintu yang bisa diakses, dari depan gerbang depan, celah pagar samping, ataupun belakang. Yang lebih  mengejutkan lagi, di sekolah dasar yang saya kunjungi, untuk kelas-kelas untuk anak yang lebih kecil, pintu ruangan menuju lorong kelas semua terkunci. Hanya guru atau staff dengan kartu pengenal yang bisa masuk kesana. 

Kedua, bagian yang cukup menyebalkan adalah dilarang mengambil foto anak, merekam suara, apalagi video kegiatan anak yang sedang berada di sekolah. Menyebalkan karena anak-anak tersebut terlihat sangat lucu untuk dikenang dan diabadikan. Apalagi saat mengunjungi sekolah dasar, yang dipenuhi anak-anak dengan rasa ingin tahu terhadap kami, para tamu. Awalnya saya kira ini hanya berlaku untuk anak usia lebih kecil, namun ternyata saya masih tidak mendapatkan akses serupa saat mengunjungi Secondary School yang sebenarnya sudah cukup besar. Bandingkan dengan murid-murid di sekolah saya yang bisa dengan mudah diajak selfie lalu upload sana sini. Alhasil semua hasil laporan kunjungan harus mengandalkan seberapa cepat tangan bisa menulis field note dan mengambil foto pajangan-pajangan karya anak yang tentu saja tidak ada gambar anaknya. Kunjungan ini membuat semua rekaman kejadian harus dituliskan dalam tugas ribuan kata atau cukup dikenang saja.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Selanjutnya, sebelum kunjungan dimulai, hal lain yang diingatkan adalah dilarang menyentuh, menepuk-nepuk punggung anak orang, apalagi mencubit pipinya karena gemas. Kunjungan yang rata-rata dilakukan oleh guru-guru dari Asia atau Eropa lainnya selain UK harus menghormati prosedur ini. Pengecualian hanya diperbolehkan jika sang anaklah yang mendekati terlebih dahulu. Interaksi dengan mereka diperbolehkan sebatas bertanya tentang apa yang mereka lakukan atau hal lain terkait pelajaran yang sedang mereka ikuti. 

Selain berbagai peraturan yang berkaitan dengan orang asing (stranger) yang datang ke sekolah, perlindungan terhadap anak juga dilakukan dalam berbagai hal. Misal, terdapat catatan-catatan detail tentang riwayat penyakit anak di salah satu ruang guru, jenis perawatan yang telah dilewati, dan alergi makanan yang mereka miliki. Yang terakhir membuat saya sedih karena beberapa anak alergi terhadap hal sederhana, misal suhu ruangan terlalu panas, dust alias debu atau makanan seperti kacang, strawberry dan lain-lain. Catatan ini menjadi referensi guru saat menyediakan makanan di sekolah dan jika terjadi hal yang tidak diinginkan sehingga pihak sekolah bisa memberikan pertolongan pertama yang tepat. Di tingkat sekolah yang lebih kecil (SD) maksudnya, terdapat peraturan mencuci tangan dengan sabun (yang ini sepertinya di Indonesia sudah dilakukan beberapa sekolah). 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun