Mohon tunggu...
Winbert Hutahaean
Winbert Hutahaean Mohon Tunggu... Diplomat - Diplomat Indonesia di New Caledonia

Diplomat Indonesia yang sejak 2016 tinggal di New Caledonia. Sebelumnya dari 2009 - 2013 bertugas di Toronto, Canada, dan 2002 - 2006 bertugas di Fiji. Lulusan Sekolah Diplomatik Deplu, angkatan 24 (1998). Meraih gelar Master of Arts (MA) untuk jurusan International Relations dari University of Wollongong, Australia. Lulusan Hubungan Internasional, FISIP dari Universitas Parahyangan, angkatan '89. Masuk Sastra Perancis, Universitas Padjadjaran, angkatan '90. Besar di Bandung, mengikuti pendidikan di SMPN 5, Jl Jawa dan SMAN 5, Jl Belitung Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Referendum Kemerdekaan di New Caledonia, Bagaimana Keturunan Jawa di Sana?

4 Oktober 2020   12:32 Diperbarui: 5 Oktober 2020   04:47 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster "Oui" (Ya) untuk merdeka dan "Non" (Tidak) untuk tetap bersama Prancis | Dokumentasi pribadi

***

Bagaimana dengan orang Jawa asal Indonesia menghadapi referendum ini bagi mereka yang berhak memilih? 

Faktanya mereka juga terpecah menjadi dua sisi dengan suara terbanyak untuk tidak merdeka. Namun, bagi mayoritas, pilihan ini sebenarnya bertentangan dengan hati mereka karena mereka tahu nenek moyang mereka dibawa ke Kaledonia Baru karena dampak dari kolonialisme. Mereka merasakan pahitnya menjadi koloni Belanda. 

Kedatangan mereka di Kaledonia Baru merupakan bentuk perampasan hak-hak pribadi orang Jawa dengan menggunakan alasan hukum "Koeli Ordonantie" sebagai euphuisme perbudakan baru. 

Ketika mereka naik ke kapal, tidak ada dari mereka yang tahu bahwa mereka akan dipisahkan dari orangtua mereka dan dibawa untuk bekerja di negara lain.

Namun di sisi lain, cerita sedih zaman penjajahan kemudian harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa jika Kaledonia Baru merdeka, orang Jawa hanya akan menjadi warga negara kelas tiga, karena orang Kanak Melanesia akan berkuasa dan menjadi yang utama, kemudian keturunan Eropa sebagai warga kelas kedua. 

Hal lain yang membuat mereka khawatir adalah hilangnya kesejahteraan yang dinikmati sebagai warga negara Prancis dengan hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara Prancis di Eropa. 

Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan berinteraksi dengan banyak dari mereka memandang bahwa Kaledonia Baru bersama Prancis adalah yang terbaik, sehingga mereka tetap dalam keadaannya seperti saat ini. Walau demikian, ada juga dari kelompok orang Jawa yang memilih untuk merdeka namun jumlah mereka tidak banyak.

Meski ada dua pandangan masyarakat keturunan Jawa terhadap referendum, kehidupan sehari-hari tetap berjalan seperti biasa. Hubungan antar individu yang berbeda pandangan politik tidak menjadi kendala dalam kehidupan sehari-hari. 

Terdapat sebuah organisasi diaspora bernama PMIK (Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya) di Kaledonia Baru yang sejak awal sudah menyatakan tidak akan memasukkan unsur politik apapun dalam kegiatan organisasi. Organisasi ini percaya bahwa setiap orang dapat melihat yang terbaik untuk masa depan Kaledonia Baru berdasarkan pilihan hati mereka.

Masih ada referendum tahun 2022 jika referendum 2020 masih tidak berhasil memerdekakan Kaledonia Baru. Namun bagi Pemerintah Indonesia, apapun hasilnya selalu yang menjadi prinsip utama politik luar negeri Indonesia adalah mendukung pemerintahan yang berkuasa yang didukung oleh mayoritas rakyatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun