Mohon tunggu...
Damar NursasiWinarto
Damar NursasiWinarto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

UMM 17

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Media Massa dan Bentuk pelanggaran

21 Juni 2021   13:00 Diperbarui: 21 Juni 2021   13:20 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum Media Massa pada Media Cetak

1.UU Pokok Pers VS KUHP
Setiap kasus yang menimpa pers, UU Pers harus dijadikan acuannya. karena buat apa UU tersebut dibuat kalau tidak untuk mengatur aspek hukum tertinggi dalam dunia pers? Tetapi dalam kenyataannya, hal demikian tidak mudah untuk diwujudkan.

Bagi kalangan pers, UU Pokok Pers ditempatkan sebagai aturan tertinggi, di bawah UUD 1945, ingin selalu mendasarkannya UU itu sebagai aturan yang berkaitan dengan proses pembuatan berita. Sebagian anggota masyarakat menganggap bahwa UU Pers tidak cukup untuk memberikan sanksi jika pers melakukan pelanggaran. UU tersebut hanya dijadikan alasan pembenar kesalahan yang dilakukannya.

Pers dan UU Pokok Pers
UU Pokok Pers harus dijadikan dasar pijakan setiap kasus yang berkaitan dengan proses peliputan dan penyiaran berita. Pengekangan pers oleh pemerintah Orde Lama dan Orde Baru menjadi pelajaran pahit bagaimana dampak kerugian akibat tiadanya kebebasan pers.
Namun, harapan tersebut bukan tanpa hambatan dan tak ada masalah dalam penerapannya. ide UU Pokok Pers yang dijadikan dasar untuk memproses kasus yang menimpa media banyak yang mempersoalkan. Artinya, UU Pokok Pers memang bagus, namun dalam penerapannya menemui banyak hambatan.

contoh kasus adalah Pencemaran Nama Baik.
Penjelasan pasal 5 ayat (1) ialah, "Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasusyang masih dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan".
tetapi, beberapa menganggap pasal ini multiinterpretatif, bahkan kurang jelas dan kurang lengkap. Alasannya, tidak rinci dan tegas menyebutkan ketentuan dan syarat-syarat yang tergolong melanggar pasal 5 ayat (1).
Jadi, jika ada seseorang difitnah atau telah menganggap nama baiknya dicemarkan, menurut UU Pokok Pers, media telah melanggar pasal 5 ayat (1) itu. Selanjutnya, mereka yang dirugikan dapat menggunakan Hak Jawab (pasal 5 ayat 2) dan Hak Koreksi (pasal 5 ayat 3) yang wajib dipenuhi oleh pers.
Sementara itu, Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan identitas lainnya dari narasumber yang harus dirahasiakannya (off the record misalnya). Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok untuk memberikan tanggapan terhadap pemberitahuan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Bahkan Hak Tolak juga dilegitimasi oleh Pasal 170 KUHAP yang mengatakan, "Mereka yang karena pekerjaan, harkat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka". Hak Jawab sebenarnya termasuk dalam kode etik, bukan wilayah hukum. Wujud hak jawab biasanya ada dalam surat pembaca.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun