Mohon tunggu...
winarjaki
winarjaki Mohon Tunggu... swasta -

Konsultan yang lagi merantau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BRI, Garda Terdepan Menjaga Kedaulatan Rupiah di Perbatasan

18 Desember 2017   13:29 Diperbarui: 23 Desember 2017   14:24 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
akses jalan menuju Badau dari Batang Lupar | dok.Pribadi

BADAU merupakan sebuah kota kecamatan yang berada di wilayah Perbatasan. Wilayah ini berdekatan sekali dengan batas wilayah Malaysia, dulu merupakan sebuah daerah pinggiran yang  tentunya serba terbatas.

Sewaktu berkunjung ke kawasan ini lima tahun yang lalu. Wilayah di kawasan Perbatasan ini masih banyak jalan yang rusak dan belum terurus. Dengan kondisi akses yang belum sepenuhnya beraspal, ditambah lagi banyaknya lumpur dari jalan tanah di musim penghujan, serta kurangnya penerangan jalan pada malam hari, tidaklah akan cukup waktu tempuh satu kali perjalanan darat untuk sampai di Badau dari arah kota Pontianak. Setidaknya kita harus beristirahat dulu di Putussibau.

Terlebih lagi saat malam hari serta di musim penghujan, saat mendekati ke wilayah kecamatan Badau, kamu akan menjumpai jalan tanah yang bila diguyur hujan, permukaan jalan berubah menjadi jalan lumpur yang licin.

Namun, transportasi darat bukanlah satu-satunya akses menuju kawasan perbatasan tersebut. Dari Bandara Supadio, Pontianak terdapat penerbangan menuju Bandara Pangsuma, di Kecamatan Putussibau, melalui sebuah pesawat kecil, namun penerbangan tersebut terbilang  terbatas.

Sentarum dari Genting Lanjak | Dok. Pri
Sentarum dari Genting Lanjak | Dok. Pri
Jalan berbatu dan berlubang disertai kelokan adalah sajian sepanjang perjalanan. Memang ada juga jalan beraspal, tapi itu sedikit sekali ditemui. Sisi kiri dan kanan jalan masih banyak didominasi oleh hutan.

Jalan Lintas Utara | Dok. Pri
Jalan Lintas Utara | Dok. Pri
Jalur distribusi itu pula yang selama ini menjadi hambatan yang dihadapi oleh semua pihak, sehingga kebutuhan pokok di wilayah perbatasan pun sangat bergantung dengan negara tetangga. Impor dari negara tetangga menjadi solusi, karena jaraknya yang hanya 1 jam perjalanan. Dan dari sisi aksesibilitas bahan pokok yang ternyata lebih mudah didatangkan dari Malaysia serta dirasa lebih efektif dibandingkan harus mendatangkan dari kota terdekat yang jaraknya 4 jam perjalanan.

Bukan tanpa alasan sehingga bahan makanan dan minuman, termasuk bahan bangunan, dan bahkan bahan bakar minyak (BBM) itu dengan mudah masuk Badau, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perbatasan.  

Akibatnya, masyarakat perbatasan menjadi lebih dominan menggunakan mata uang Ringgit ketimbang Rupiah, Toh mereka masih bisa berbelanja dengan Ringgit.

Dan satu-satunya "Bank" yang saya temui, selaku Perwakilan Bank Indonesia dengan layanan perbankan yang ada dan beroperasi sebagai tempat pengambilan uang dan penukaran uang resmi  di wilayah perbatasan ini hanyalah "BRI Unit Badau", yang berjarak 2 Km dari Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Indonesia -- Malaysia.

BRI Unit Badau | dok. Pri
BRI Unit Badau | dok. Pri
Namun sejak tahun 2017, Badau sudah jauh berkembang, akses jalanan ke perbatasan sudah sangat bagus,  perkembangan ekonomi masyarakat sudah mulai terlihat, terutama di pusat kota kecamatan, Sejak PLBN diresmikan.

Tak bisa dipungkiri, sejak Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dibangun dan diresmikan, Desa Badau sebagai pusat kota Kecamatan Badau, terus berkembang. Sektor ekonomi pun meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun