Mohon tunggu...
Wina Musliha
Wina Musliha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN K.H Abdurrahmanwahid Pekalongan

lebih menyukai membaca dan menulis tapi suka menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komodifikasi FOMO secara Positif pada Media

29 November 2022   17:03 Diperbarui: 30 November 2022   15:49 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring dengan perkembangan zaman memicu tren-tren baru bermunculan, khususnya di kalangan anak muda. Salah satu tren yang terlihat ialah cara berpakaian atau fashion, mulai dari fashion dengan budget bombastis hingga minimalis. Beberapa waktu lalu, viral unggahan di media sosial, remaja di kawasan Sudirman tampil mengenakan kostum ala model-model di atas red carpet. Hal ini menarik perhatian netizen, diketahui fenomena tersebut dinamai Citayem Fashion Week. 

Tren yang dipopulerkan oleh sejumlah anak tongkrongan di Jalan Sudirman tersebut, menyita perhatian masyarakat di Indonesia, bahkan beberapa daerah juga sempat mengadakan "Citayem Fashion Week" ala daerahnya sendiri, mulai dari kota besar hingga pelosok desa. Tren ini pastinya dapat mencuri perhatian kalangan artis papan atas, misalnya Baim Wong dan istrinya Paula, artis tersebut sampai mengikuti fashion week langsung di Jalan Sudirman, Citayem. Tak hanya itu, Bahkan Tren fashion week di Jalan Sudirman juga menarik perhatian berbagai negara asing. Tren yang beraneka ragam menjadikan banyak anak muda ingin merasakan bagaimana jika mereka mengikuti sebuah trend tersebut.

Senada dengan perkembangan tren fashion yang ada, muncullah sindrom FoMO. FoMO merupakan singkatan dari Fear of Missing Out yang merupakan sebuah perasaan yang takut tertinggal akan sebuah hal. FoMO dapat menggambarkan seorang individu terutama remaja millenial merasa harus mengikuti sebuah tren yang ada di suatu daerah. Secara lengkapnya FoMO adalah perasaan gelisah yang muncul akibat sebuah hal yang menarik dan membuat senang sedang terjadi, tak jarang disebabkan karena postingan di media sosial. 

Ciri khas gaya hidup milenial yang memiliki sindrom FoMO pada level medium atau tingkatan sedang memiliki kebiasaan menghabiskan waktu dengan handphone, dimulai dari saat membuka mata sampai beristirahat untuk tidur, serta diwaktu senggang mereka lebih sering membuka dan mengeksplor media sosialnya, mereka beranggapan jika mengakses media sosial adalah hal wajib yang harus dilakukan untuk menyempurnakan keseharian mereka.

Berdasakan pendapat Abel, seorang penulis jurnal yamg berjudul "Social Media and the Fear of Missing Out" yang dikutip dalam Jurnal Riset Mahasiswa Dakwah dan Komunikasi, seseorang dapat disebut terkena FoMO apabila dirinya merasakan atau memperlihatkan gejala-gejala seperti tidak dapat jauh dari ponsel, cemas dan gelisah jika belum mengakses akun media sosialnya, lebih menomor satukan komunikasi dengan individu lain di media sosial, berantusias dengan cuitan dan unggahan orang lain, serta ingin selalu mengunggah setiap kegiatan yang dilakukannya dan merasa stress jika secuil orang yang melihat akunnya. 

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dilihat jika sebenarnya banyak yang terkena FoMO dengan ciri-ciri yang sudah disebutkan, namun orang tersebut tidak menyadari, jika dirinya terkena sindrom FoMO.

Adanya FoMO menjadikan kesehatan mental seorang individu terganggu, seperti terkena depresi karena selalu merasa cemas dan khawatir yang berlebihan sebab takut tertinggal dengan sebuah tren. Seseorang yang terkena sindrom FoMO harus selalu memantau media sosial secara rutin, adapun yang dipantau yaitu tentang tren yang sedang hangat. contoh yang sedang hangat pada saat ini yaitu trend cewek kue, cewek bumi, dan cewek mamba yang dikenalkan oleh media sosial tiktok. Seorang penyidap sindrom FoMO merasa dirinya wajib untuk mencoba sebuah tren yang unik itu, jika dirinya tidak membuat trend itu, dirinya merasa sangat rugi dan ketakutan.

Munculnya tren yang beragam, menjadikan orang yang terkena sindrom FoMO harus lebih banyak mengeluarkan dana agar dapat mengikuti tren secara baik dan sempurna. Sindrom FoMO bukan hanya merugikan dalam hal kesehatan mental, namun kesehatan dompet juga dapat kritis jika harus terus menerus mengikuti tren yang hadir. 

Menurut artikel di Brain Academy  yang ditulis oleh Salsabila Nanda, cara untuk seseorang menjauhi FoMO juga bermacam macam, seperti fokus pada hobi, hal tersebut yang dapat mengalihkan kegiatan kita agar tidak terus terusan didepan gadget memantau trend yang sedang terjadi, kemudian cara yang selanjutnya yaitu menulis cerita diary, menuangkan sebuah perasaan takut, cemas akan sebuah tren di dalam kertas tanpa perlu mengikuti tren yang terjadi, seorang FoMo dapat menuangkan perasaannya dengan puas di atas kertas.  Lalu yang terakhir yaitu membagi waktu untuk sekedar sharing atau mengobrol dengan teman yang sefrekuensi, hal ini dapat mengalihkan sejenak FoMO yang ada di media.

FoMO selalu dipandang negatif karena sikap yang berlebihannya. Namun, dapat diketahui jika FoMO memiliki sisi positif, yaitu dapat mengetahui sebuah berita yang terbaru di media sosial secara cepat, lalu mengetahui sebuah trend yang positif dan dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari. Adanya FoMO juga dapat mengenalkan budaya dan tradisi yang muncul kepada khlayak luas sampai ke mancanegara. Orang yang terkena sindrom FoMO juga dapat mengikuti perkembangan zaman, sehingga dapat dilihat jika seorang FoMO lebih modern dalam segi kehidupan bermasyarakat termasuk ketika dirinya berinteraksi dengan khalayak ramai.

Keunggulan jika seseorang terkena sindrom FoMO dapat di lihat dari realitas sosial, contohnya yaitu, Seorang mahasiswa yang terkena sindrom FoMO dapat lebih melek teknologi. FoMO yang erat kaitannya dengan media sosial menjadikan orang yang terena sindrom FoMO  lebih paham tentang kondisi orang sekitar melalui media sosial, adanya postingan di media sosial juga menjadikannya lebih termotivasi dalam segala hal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun