Mohon tunggu...
Randika Wildan
Randika Wildan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengarungi Pulau Pari dan Perjuangan Masyarakat untuk Lestari

28 Juni 2018   14:05 Diperbarui: 28 Juni 2018   14:16 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pulau Pari merupakan Pulau berpenduduk yang terletak pada kepulauan Seribu dengan daya tarik beberapa pantai yang menarik dengan Pasir Putih halus dan ombak tenang berwarna Bening. Jauh dari pada penampakan Pantai Pesisir utara Pulau Jawa yang  jika ingin dibandingkan Pantai-pantai di Pulau Pari pasti akan Juara mengalahkan pantai tersebut.

Walaupun itu hanya Asumsi Pribadi,  wajar saja jika pulau Pari masuk jajaran tujan wisatawan di Daerah Ibukota yang jauh dari hiruk pikuk kebisingan dan polusi yang mudah di jumpai Di Kota Metropolitan setiap harinya. Walupun memakan waktu tempuh yang lumayan menyita waktu sekitar 2 Jam perjalan menggunakan kapal kayu Tradisional seharga Rp.50.000 melalui Muara angke. Atau jika ingin menghemat waktu bisa menaiki kapal jenis speadboot dari pelabuhan Marina Ancol dan juga tersedia di Muara Angke.

Walaupun Kocek Tiket yang di keluarkan dalam menggunakan Speedboot akan jauh lebih mahal sekitar 100-200 Ribu maka dari itu tak jarang Wisatawan Lebih memilih kapal Tradisional yang terbuat dari Kayu dengan fasilitas seadanya yang jika kita perhatikan sangat miris sekali dimana aspek keamanan jauh dari kata maksimal.

Contohnya jumlah pelampung yang tidak sesuai jumlah penumpang kapal dan Juga sangat minimnya Alat keselamatan yang suatu ketika dibutuhkan saat kapal dalam keadaan darurat. Jelas sekali para Penumpang Kapal tersebut akan langsung Was-was jika ketinggian gelombang sudah sampai menjilat pinggang kapal.

Seharusnya Dinas Perhubungan bisa membaca gejala tersebut agar bisa meminimalisir tingkat jatuhnya korban pada saat kecelakaan pada Kapal Kayu Tradisional yang mana kita tentu harus belajar banyak dari peristiwa KM. Sinar Bangun di Danau Toba yang belakangan ini terjadi , jangan sampai perisitiwa seperti itu terjadi di Daerah Perairan Kepulauan seribu.

Setelah menghidupkan Mesin Bisingnya pada pukul 09.00 dan mengarungi Teluk Jakarta dengan Pemandangan Perusakan Daerah laut yang di timbun Pasir biasa disebut Reklamasi atau orang-orang pemangku kepentingan menyebutnya Revitalisasi akhirnya pada pukul 11.00 WIB kapal kayu tersebut bersandar di sebuah Pelabuhan. Meski tempat tersebut bukan suatu Pelabuhan yang memadai karna hanya sebatas Beton tinggi terbuat dari Batu sebagai pemisah antara perairan dan daratan tak ada sarana penunjang lainnya layaknya Pelabuhan sebetulnya.

Jangan samakan dengan Tanjung Perak yang setiap kali kapal bersandar langsung terdengar bising gesakan alas kaki para penumpangnya yang lekas keluar dari perut kapal dimana tukang kuli panggul siap menunggu jasanya di pakai di luar kapal. Pelabuhan Pulau Pari tidak semeriah itu. Pengunjung yang datang perharinya hanya ratusan orang paling banyak puncaknya pada saat pergantian tahun.

Yang akan menyambutpun bukan Kuli panggul tapi warga lokal yang menjajakan kamarnya untuk penginapan wisatawan, " Sudah dapat kamar mas ? kamar AC 200 saja ni " ucap seorang bapak bertubuh kurus dengan kulit hitam yang menyelimuti tubuhnya dengan senyuman manisnya yang menawarkan dagangannya pada setiap penumpang yang baru turun Kapal.

Saya tersenyum sambil berkata tidak karna pada tujuannya saya tidak ingin bermalam dikamar Rumah itu bias dirasakan setiap malam diRumah  akan lebih mengasikan jika bermalam mendirikan tenda di Pantai dengan pemandangan seribu bintang yang mengelilingi Bulan dengan bulatan yang tak utuh dan juga mendengar suara hantaman ombak dengan wangi amis khas pantai yang memanjakan Jiwa.

Perjalanan menuju area camping tidak terlalu jauh dari pelabuhan hanya sekitar satu kilometer,ya karna arena pulau Pari bukan pulau yang cukup besar pengunjung bisa memutari hanya sekitar 45 menit menggunakan Sepeda yang disewa seharga Rp.20.000/hari, perjalanan menuju tempat camping terasa panas matahari sepertinya tampak tidak merestui perjalanan ini.

Di sekitar perjalanan sesuatu yang janggal saya amati secara seksama dimana banyak slogan-slogan yang tercoret dalam tembok-tembok Rumah, terpampang pada setiap Banner, dan juga sebagian terlihat berkibar di perahu-perahu Nelayan yang mana bertuliskan : #SAVEPULAUPARI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun