Mohon tunggu...
Ekky Widiyanto
Ekky Widiyanto Mohon Tunggu... Relawan - Penulis

Bukan seorang pengamat prefesional, hanya seseorang yang peduli akan kemajuan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kantong Plastik Berbayar atau Membayar Kantong Politik

3 Maret 2016   05:59 Diperbarui: 3 Maret 2016   07:55 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Berbicara mengenai sampah di Indonesia bagaikan polemik yang tak kunjung habisnya, pasalnya di tengah kepadatan penduduk di Indonesia yang mencapai 250 juta menimbulkan masalah sampah yang berbanding lurus, berdasarkan fakta dan data yang ada, semakin banyaknya konsumsi masyarakat membuat Indonesia berada di barisan terdepan kedua sebagai penghasil sampah plastik terbanyak ke laut setelah Tiongkok. Hal ini bisa disebut sebagai bom waktu bukan hanya bagi Indonesia melainkan dunia. 

Bagaimana tidak? Menurut penelitian, sampah plastik sulit terurai dan dapat meracuni tanah serta merusak ekosistem bahkan butuh wktu 400 tahun lebih untuk mengurainya, terbayangkah di benak kita? Betapa mengerikannya warisan kita terhadap anak serta cucu kita? Tentu saja hal ini juga membuat pemerintah tidak tinggal diam, terbukti mengutip dari Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 Tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar telah diterbitkan. Isinya adalah regulasi yang mengatur bahwa setiap kantung plastik saat berbelanja harus dibayar Rp. 200 oleh konsumen. Ini merupakan terobosan pemerintah untuk mengurangi sampah plastik yang menjadi permasalahan lingkungan selama ini. Terhitung sejak Minggu, 21 Februari 2016 – 5 Juni 2016 sudah diberlakukannya peraturan mengenai mekanisme pembayaran terhadap kantung plastik ini.

 Yang menjadi pertanyaan di benak saya adalah seberapa efektifkah peraturan ini dalam menekan angka produksi sampah terutama sampah plastik yang dihadapi oleh Indonesia selama ini?

Mengapa saya bertanya demikian? Pertama, menurut saya harga Rp.200,00/kantong plastik yang sudah ditetapkan masih terlalu murah sehingga konsumen sama sekali tidak merasa terbebankan dan tidak memerlukan pertimbangan lebih dalam pembayaran dan penggunaan kantong plastik tersebut. Melihat hal ini peraturan yang dibuat pemerintah terkesan tanggung – tanggung, seharusnya harga yang ditetapkan langsung dipatok tinggi sehingga dalam implementasinya konsumen berpikir dua kali dalam menggunakannya. 

Kedua, mengapa pemerintah tidak langsung menekan angka pada produksi plastik itu sendiri? Karena kalau dilihat kembali ketika konsumen membawa plastik dari rumah sendiri untuk barang belanjaan mereka, maka dapat dipastikan bahwa peraturan yang dibuat tidak berguna sama sekali dan tujuan yang ingin dicapai untuk menekan angka sampah plastik hanya angan – angan belaka, pertanyaannya darimanakah plastik yang dibawa konsumen tersebut? Jawabannya adalah dari pabrik itu sendiri, sehingga terkesan omong kosong bisa menekan angka penggunaan kantung plastik jika produksi kantung plastiknya masih berjalan seperti biasa dan memproduksi kantung plastik dengan jumlah yang sama? Hal ini menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam implementasi dari peraturan ini. 

Ketiga, stereotype dan SDA menjadi momok penting, karena sudah jadi budaya dan tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa kita hidup di zaman yang serba simple, dan masyarakat Indonesia sangat suka akan hal itu, semua dibuat sederhana sampai – sampai kita sendiri tidak mengetahui bahwa bahayanya  sangat buruk, contoh kecilnya dalam penggunaan kantong plastik sendiri. Mungkin jika kita melirik budaya luar negeri yang menggunakan kantong kertas maka implementasinya di Indonesia jarang bahkan tidak ada mungkin yang mau, karena ketika kita menggunakan kantung plastik, logikanya kita dapat memegang 5 kantung plastik sekaligus dan menyelipkannya di setiap jari kita dan tentu menghemat tenaga dan waktu dibanding menggunakan kantung kertas, padahal bahaya yang kita hadapi jauh lebih mengerikan dibanding manfaatnya, nah mindset seperti ini yang seharusnya kita coba untuk beralih dari kantong plastik ke kantong kertas, atau kantong reusable lainnya yang mungkin lebih ramah lingkungan, dimulai dari hal kecil yaitu diri sendiri, bagaimana orang lain mau peduli kalau kita sendiri tidak peduli dan peka terhadap lingkungan. 

Terakhir, kembali ke pertanyaan awal yang masih menjadi polemik menurut saya adalah sebenarnya apa tujuan pemerintah dalam menerapkan kantong plastik berbayar ini? Sudah pasti dalam menekan angka sampah plastik yang ada di Indonesia, tetapi melihat implementasinya yang kurang seakan membuat aturan menjadi kurang optimal dan terkesan tergesa-gesa dalam pembuatannya seakan – akan kurang persiapan dalam menghadapi masalah sampah ini, padahal sudah berpuluh–puluh bahkan ratusan juta anggaran yang digelontorkan demi mengatasi masalah sampah ini, perubahan memang butuh proses, dan proses itu tidak mudah. Mari kita berbenah diri agar paling tidak anak cucu kita masih merasakan bumi yang kita rasakan saat ini, kalau bukan kita yang menjaga siapa lagi, satu pertanyaan yang patut kita renungkan masing – masing, INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020? BENARKAH RENCANA ATAU TETAP MENJADI WACANA?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun