Mohon tunggu...
W. Bintang
W. Bintang Mohon Tunggu... Freelancer - Variety Writer

Penulis lepas, memberikan perspektif atas apa yang sedang ramai dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Setahun Pandemi: Dampak Pembelajaran Jarak Jauh dan Hilangnya Pengalaman Berkuliah

19 Maret 2021   09:33 Diperbarui: 21 Maret 2021   07:53 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran jarak jauh dan kuliah online bisa sangat menjemukan (Luisella Planeta Leoni/Pixabay)

Dengan rencana sekolah dan kuliah kembali menjalankan tatap muka di kelas pada semester baru yang akan mulai berlangsung Juli -- Agustus 2021, pembelajaran apa yang bisa kita ambil dari sekolah - kuliah selama setahun pandemi?

Pembelajaran jarak jauh dan depresi

Pergeseran ke pembelajaran jarak jauh menjadi beban tersendiri bagi sekolah tradisional, siswa berkebutuhan khusus, serta karier dan kesehatan mental orangtua.

Namun ada juga bukti bahwa anak yang tinggal di rumah lebih bisa mengeksplorasi keingintahuannya, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana kita mendidik dan merawat mereka ketika dunia kembali berjalan normal.

Baik sebelum dan sesudah pandemi, berbagai penelitian telah menemukan bahwa pembelajaran jarak jauh tidak dapat menggantikan pengalaman di kelas. Kurangnya interaksi pribadi dan keterlibatan sosial tampaknya mengganggu retensi pengetahuan.

Seperti banyak aspek pandemi, beban ini paling berat menimpa kelurga kurang mampu, kelompok minoritas, dan perempuan. Sebaliknya, dunia pendidikan di saat pandemi memunculkan inovasi tersendiri yang tidak hanya dirasakan oleh anak-anak dari keluarga mampu.

Dalam beberapa dekade terakhir, tingkat kecemasan, depresi, dan bunuh diri telah melonjak di kalangan anak-anak dan remaja. Sementara peran media sosial banyak disorot dalam tren yang mengkhawatirkan ini, ada faktor lain berupa kehidupan anak-anak dan remaja yang monoton dan menekan.

Satu indikator penting adalah pikiran untuk bunuh diri dan percobaan bunuh diri di kalangan remaja melonjak ketika semester sedang berlangsung, hal ini datang dari analisis Universitas Vanderbilt 2018 yang meneliti aktivitas rumah sakit anak-anak.

Indikator tersebut dapat membantu menjelaskan mengapa survei pada awal penutupan sekolah menemukan bahwa tanpa tekanan sekolah tradisional, banyak anak-anak melaporkan dirinya sendiri lebih tenang, mandiri, serta bertanggung jawab. Orangtua juga melaporkan bahwa anak-anak mereka bahagia tanpa rutinitas sekolah.

Walau begitu, sebuah studi Oxford yang masih berlangsung juga menemukan peningkatan rasa kesepian diantara anak -anak selama sekolah diliburkan.

Dalam jangka panjang, pertimbangan untuk "unschooling" dan "free-range parenting" yang bertujuan memberi anak lebih banyak waktu untuk bermain tanpa pengawasan dan untuk belajar mandiri akan menggeliat lama setelah pandemi berlalu.

Para pendukung gerakan untuk tidak menyekolahkan anak ke sekolah formal mengatakan pendekatan seperti itu membantu anak-anak mengembangkan kemandirian dan kreativitas yang lebih besar --- atribut yang ditunjukkan oleh pandemi itu sendiri sangat penting untuk kesuksesan seumur hidup.

Baca juga: Pembelajaran Jarak Jauh akrab dengan penggunaan teknologi. Bagaimana kemudian pemanfaatannya selama pandemi? Simak dua tulisan berikut!

Kenal dan Bisa Gunakan Zoom Lewat 8 Cara Berikut!

5 Tips Maksimalkan Google Classroom sebagai Sarana Pembelajaran Jarak Jauh

Kuliah dan pengalaman hidup langsung

Mintalah lulusan perguruan tinggi untuk mengidentifikasi bagian paling berharga dari pengalaman kuliah mereka, dan jawabannya jarang terkait konten perkuliahan.

Mereka cenderung membicarakan tentang hubungan yang dibangun saat kuliah--- dengan teman sekelas yang menjadi teman seumur hidup, dosen pembimbing, rekan ekstrakurikuler atau aktivitas di luar kampus --- dan pengalaman tersebut hanya bisa terjadi secara langsung, sesuatu yang luput ketika ditanyakan ke orang tua mereka.

Pengalaman seperti ini lenyap akibat kuliah online selama setahun pandemi. Ketika universitas mengusahakan kelas tatap muka berlangsung, aktivitas yang terkait sulit dilakukan dikarenakan pembatasan sosial.

Bagi mereka yang sudah menjalani kuliah online, banyak diantaranya akan merasa terwakili oleh statement dari seorang mahasiswa Penn State kepada publikasi Time, "Anda hanya merasa seperti menonton video dan Anda bukan bagian dari kelas."

Bagi generasi FOMO (Fear Of Missing Out), ketiadaan aktivitas selain belajar adalah hal terburuk yang bisa terjadi. Ketakutan mereka akan ketertinggalan dibenarkan; mereka benar-benar kehilangan bagian terbaik dari perguruan tinggi. Banyak dari mereka dan orangtua mereka, frustrasi.

Sekolah dan universitas sudah berupaya memberikan pembelajaran berkualitas dan bermakna dari jarak jauh, namun protes dari mahasiswa bahwa mereka tidak mendapatkan apa yang diharapkan dari perkuliahan: suatu pengalaman hidup langsung, juga valid.

Jikapun muncul permintaan untuk menurunkan biaya sekolah dan perkuliahan, hal tersebut bisa saja dibenarkan jika sistem pendidikan seperti ini terus berlangsung lama setelah pandemi berlalu.

Bagaimana pengalaman kompasianers terkait pembelajaran jarak jauh dan perkuliahan daring? Silahkan berbagi di komentar atau tulisan balasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun