Mohon tunggu...
W. Bintang
W. Bintang Mohon Tunggu... Freelancer - Variety Writer

Penulis lepas, memberikan perspektif atas apa yang sedang ramai dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

All England 2021: Sebegitu Sulitkah Meniru Thailand, Wahai Inggris?

18 Maret 2021   14:35 Diperbarui: 19 Maret 2021   12:19 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo menjadi korban setelah kontingen Indonesia didiskualifikasi dari All England 2021 (Badmintonphoto.com/Yohan)

"Baik dari BWF maupun Panitia All England sendiri pun tidak bisa berbuapa apa -- apa karena hal ini sudah menjadi regulasi pemerintah Inggris," tutup pernyataan PBSI.

Bahwa kemudian pasrah dan patuh terhadap aturan kesehatan yang memang penting untuk menjaga keselamatan jiwa itu satu hal. Lain halnya dengan menuntut penyelenggara turnamen All England 2021 atas kekacauan yang sebenarnya bisa dihindari jika mereka belajar dari pengalaman.

Baca juga: "Standar Ganda BWF Mempermalukan dan Mengusir Indonesia dari All England 2021" oleh Hendra Wardhana

Ya, saya bisa mengatakan bahwa All England 2021 tidak belajar dari pengalaman positif yang diberlakukan oleh Thailand yang awal tahun ini menyelenggarakan 3 turnamen pertama setelah penundaan akibat pandemic.

Cara Thailand Menyelenggarakan Turnamen di Tengah Pandemi

Saat 4 pemain dinyatakan positif kasus COVID-19 (12/01/21), otoritas Thailand bergerak cepat untuk mengisolasi pemain tersebut selama 10 hari. Kejadian tersebut terjadi pada hari pertama turnamen Yonex Thailand Open 2020.

Fakta yang didapat dari peristiwa tersebut adalah kontingen negara yang diwakili pemain positif COVID bisa melanjutkan kompetisi setelah anggota kontingen lain lolos tes ulang.

Panitia turnamen Thailand yang dipimpin oleh Badminton Association of Thailand (BAT) beserta otoritas lokal terkait percaya bahwa kontingen negara lain sehat karena sudah melalui karantina kesehatan yang ketat.

Sebanyak 433 atlet dari 25 negara mendapat treatment yang sama berupa karantina selama 14 hari sebelum dapat beraktivitas di Thailand.

Alokasi tempat isolasi dan tinggal pemain selama turnamen juga dibuat simpel, namun efektif. Atlet luar negeri, staf pendukung, dan ofisial mereka menginap di Novotel Bangkok Impact sementara atlet dan ofisial Thailand akan menginap di Ibis Bangkok Hotel dengan semua hotel berdekatan dengan Impact Arena. Otoritas Thailand juga memasangkan hingga tiga aplikasi yang harus di-download anggota kontingen untuk melacak keberadaan dan mengisi hasil tes suhu tubuh harian.

Jelas, selama 14 hari diisolasi sebelum turnamen, para pemain tidak bisa kemana -- mana dan hanya diizinkan untuk 1 jam berlatih dan harus mengajukan izin kepada otoritas yang bertanggung jawab di tempat karantina untuk mendapat layanan fisioterapi.

Kondisi memang berat, bahkan mengundang protes seperti yang dilakukan Saina Nehwal, pebulutangkis peraih medali perunggu Olimpiade, dimana ia mengatakan kondisi ini buruk bagi para pemain dalam membentuk kebugaran dan persiapan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun