Mohon tunggu...
W. Bintang
W. Bintang Mohon Tunggu... Freelancer - Variety Writer

Penulis lepas, memberikan perspektif atas apa yang sedang ramai dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bisakah Kita Belajar Bahagia dari Skandinavia?

4 Maret 2021   16:03 Diperbarui: 19 Maret 2021   11:33 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi terus merasa bahagia. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Akhirnya, beberapa orang mungkin berpendapat bahwa kepuasan hidup, emosi positif, atau tidak adanya depresi tidak cukup untuk menilai kebahagiaan. Seseorang dianggap bahagia ketika menyatakan hidup mereka bermakna. 

Tetapi ketika Shigehiro Oishi, dari University of Virginia, dan Ed Diener, dari University of Illinois di Urbana-Champaign, membandingkan 132 negara berbeda berdasarkan apakah orang merasa bahwa hidup mereka memiliki tujuan atau makna penting, negara-negara Afrika termasuk Togo dan Senegal berada di peringkat teratas, sementara Finlandia jauh di belakang. 

Di sini, religiusitas mungkin memainkan peran: Negara-negara kaya rata-rata cenderung kurang religius, dan ini mungkin alasan mengapa orang-orang di negara-negara ini melaporkan hidupnya biasa saja.

Apa Itu Bahagia

Dengan kelemahan yang telah disebutkan tersebut, apakah kurang tepat menyebut orang Skandinavia dapat disebut sebagai yang berbahagia? Jawabannya tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar.

Bagi orang-orang Skandinavia, menjadi nyaman berarti kebahagiaan telah diraih. Dengan jaminan pendidikan serta kesehatan, mereka sudah merasakan perlindungan sejak lahir hingga meninggal. 

Kenyamanan yang menghangatkan atau hygge (dibaca hue-ga) dalam bahasa Denmark merupakan kunci utama mereka dalam mencapai kebahagiaan yang teraplikasikan dengan gaya bangunan maupun tempat berkumpul mereka.

Orang-orang Swedia mampu mengimbangi kekurangan mereka dalam industri besar dengan inovasi yang mendunia seperti IKEA maupun Oriflame. 

Orang-orang Skandinavia, terutama Norwegia sudah akrab dengan Janteloven, suatu hukum yang mengharamkan individualitas dan penghargaan kepada diri sendiri, namun mendorong semangat komunal yang dapat menjamin adanya harmoni, stabilitas sosial dan keseragaman.

Finlandia dengan filosofi sisu malah mendorong kebahagiaan sebagai sesuatu yang tidak dipertunjukkan dan bersikap realistis atas jalannya kehidupan. 

Hal ini, menariknya, efektif ketika dihadapkan kepada kondisi dimana manusia cenderung membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain untuk dapat bahagia. 

Media sosial, di mana orang terus-menerus terpapar pada versi ideal kehidupan orang lain, dapat membuat orang lebih tertekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun