Mohon tunggu...
W. Bintang
W. Bintang Mohon Tunggu... Freelancer - Variety Writer

Penulis lepas, memberikan perspektif atas apa yang sedang ramai dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bisakah Kita Belajar Bahagia dari Skandinavia?

4 Maret 2021   16:03 Diperbarui: 19 Maret 2021   11:33 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi terus merasa bahagia. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Namun, dibalik hal itu ekonomi mereka masih bergantung kepada industri minyak serta peternakan yang besar yang dijual di pasar internasional, meninggalkan jejak karbon yang sangat besar.

Tingkat produktivitas yang diupayakan mendorong mereka menghabiskan banyak waktu bersama keluarga juga berdampak kepada penerimaan negara atas pajak. 

Ada anekdot bahwa orang Denmark hampir seluruh waktunya selama seminggu dihabiskan untuk bekerja 'buat' negara akibat sistem perpajakan mereka sendiri.

Ada juga masalah terkait imigran. Negara-negara Skandinavia cukup ketat dalam menerima aplikasi tinggal dari orang luar dan perpindahan kewarganegaraan. 

Rendahnya penerimaan imigrasi secara tidak langsung merupakan upaya antisipasi dalam mengurangi tingkat kejahatan dan rasisme yang sering diatributkan kepada imigran.

Standar Bahagia yang Beragam

Ketika penelitian atas ungkapan emosi positif dikeluarkan, Skandinavia tidak berada di peringkat atas. Malah, negara-negara Amerika Latin dan Asia berebut menjadi negara paling bahagia di dunia. 

Orang-orang Skandinavia memang dipersepikan sebagai sebagai orang yang tidak menunjukkan emosi mereka.

credit: Sturrax (Pixabay)
credit: Sturrax (Pixabay)

Segalanya menjadi lebih rumit ketika kita melihat prevalensi depresi di berbagai negara. Dalam satu perbandingan yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, tingkat depresi paling besar dicatatkan di Amerika Serikat disusul kemudian Finlandia. 

Penelitian WHO pada tahun 2016 menyebutkan konsumsi obat anti-depresan terbesar nomor dua dipegang oleh Denmark.

Paradoks muncul dimana satu negara bisa memiliki tingkat kepuasan hidup dan depresi yang sama-sama tinggi. Argumen ini bisa jadi menguatkan fakta bahwa Finlandia memiliki jumlah band heavy metal per kapita tertinggi di dunia, salah satu saluran dalam menyampaikan emosi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun