Mohon tunggu...
William Wijaya
William Wijaya Mohon Tunggu... -

Jogja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kontroversi Keberadaan TPST Piyungan di Yogyakarta

1 Mei 2017   16:53 Diperbarui: 1 Mei 2017   16:59 1837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita bisa melihat kembali kondisi lingkungan sekitar kita seperti sanitasi lingkungan. Ketika kita berbicara mengenai sanitasi lingkungan, maka kita tentu akan melihat berbagai aspek yang ada. Aspek aspek seperti kualitas air, kesehatan masyarakat, dan pengolahan sampah menjadi sebuah topik yang menarik. Namun, di balik aspek aspek ini, kita tidak bisa melupakan aspek lainnya, yaitu Tempat Pembuangan Akhir atau yang saat ini terkenal dengan sebutan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu ( TPST ). TPST merupakan salah satu bagian penting dari sanitasi lingkungan, yang kita lupakan. Melihat dari rantai sanitasi, TPST letaknya di belakang, setelah proses pengangkutan, transport, dan penampungan akhir.

TPST dibangun pada dasarnya adalah untuk menjadi bagian dari solusi bagi salah satu proses dari sanitasi, yaitu agar sampah bisa dikelola dengan baik. Hal ini pada akhirnya tentu bertujuan agar masyarakat ini memiliki sanitasi yang baik, lingkungan yang baik, sehingga tercipta kesehatan yang baik pula. Saat ini jumlah masyarakat meningkat diiringi dengan limbah yang semakin bertambah, tetapi kapasitas TPST terbatas, dan sampah yang diterima pun seringkali sudah melebihi kapasitas dari TPST itu sendiri.

Melihat ke TPST terbesar di Jogjakarta, yaitu TPST Piyungan, kondisi saat ini sudah tidak memadai. Sistem pengolahan limbah yang sudah tidak berjalan ( Hanya dengan penambahan bahan kimia yang tidak menyelesaikan masalah ), kapasitas TPST yang tidak memadai lagi, dan lindi yang kemudian sering bocor menimbulkan masalah. TPST Piyungan Jogja dekat dengan kali Opak di mana alirannya tentu akan mengalir ke sana. Saat ini pun buangan limbah yang tidak terolah itu langsung dibuang ke sungai tanpa pengolahan. Selain itu, ternak sapi bebas di TPST Piyungan, padahal menurut Permen PY no. 3 tahun 2013, faktanya tetap banyak ternak sapi di TPST. Studi oleh Atifin, et al tahun 2005 tentang kandungan logam berat pada tubuh sapi yang digembalakan di TPST menunjukkan bahwa bisa dipastikan sapi di TPST tercemar logam berat. Hasil penelitian menunjukan bahwa logam berat Pb, Hg, dan Cd terdeteksi tinggi di atas angka batas. Masalah lain yang kemudian timbul adalah kesehatan masyarakat sekitar dan masyarakat banyak. Sapi yang tercemar logam berat ini tentu akan bahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Data tahun 2011 dari puskesmas Piyungan menunjukkan bahwa penyakit kulit seperti dermatitis dan eksema masih diderita warga sebanyak 682 orang. Lalu pertanyaan besarnya, apakah TPST yang semula menjadi harapan bagi masyarakat untuk menjadi solusi, tetap menjadi solusi atau justru menjadi masalah? Hal ini sebenarnya bisa menjadi refleksi bersama kita warga provinsi DIY, terutama kota Sleman, Bantul, dan Jogjakarta. Lalu bagaimana solusi atas permasalahan ini?

Sistem Pengolahan Air Limbah TPST Piyungan beserta Gunungan Sampah
Sistem Pengolahan Air Limbah TPST Piyungan beserta Gunungan Sampah
Kuncinya adalah pada penanganan sampah yang terpadu. Artinya, tidak hanya dari bagian akhir dari sanitasi, namun setiap masyarakat harus secara komprehensif ikut andil dalam proses pembenahan sanitasi lingkungan. Tahun 2017 pihak TPST Piyungan mengajukan perluasan lahan 5 Ha dari 12,5 Ha lahan yang ada. Hal ini belum bisa menjadi solusi jangka panjang. Dilihat dari kecenderungan populasi penduduk di Jogjakarta, penduduk setiap tahun bertambah, yang berarti produksi sampah juga akan bertambah. Perlu dilakukan interverensi dari sumber. Masyarakat harus sadar akan pentingnya kegiatan ini. 3R : Reuse, Reduce, dan Recyclemenjadi bagian awal dari proses sanitasi yang baik. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat kondisi di dunia yang semakin banyak menghasilkan sampah. Pemilahan sampah pun bisa dilakukan dahulu dari sumbernya atau dari masyarakat. Pemilahan sampah mampu mereduksi sampah yang kemudian masuk ke TPST, selain itu sampah akan lebih mudah diolah. Cara pikir dari masyarakat pun harus diubah. Sampah bukan untuk dibuang tapi untuk menghasilkan uang. Saat ini berbagai penelitian mengenai Biodiesel, Biogas, dan Bioetanol sudah sangat banyak. Pengubahan sampah menjadi bioenergi ini memberikan untung tersendiri bagi masyarakat. Di Arizona sendiri, setiap ton sampah bisa mendapatkan sekitar $105,4. Dari TPST sendiri bisa dilakukan sistem bank sampah, sampah juga bisa diubah menjadi produk bernilai.

Dari paparan di atas, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya TPST yang merupakan bagian dari solusi sebenarnya bisa benar-benar menjadi bagian dari solusi kita. Apakah TPST kemudian harus menjadi kontreversi lagi? Ataukah TPST justru bisa menjadi bagian dari harapakan kita? Baiknya melalui peringatan hari air tanggal 22 Maret 2017, kita bisa bertindak untuk mengubah dunia menjadi lebih baik

William Wijaya, Mahasiswa Fakultas Bioteknologi

Universitas Kristen Duta Wacana, Yogjakarta

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun