Mohon tunggu...
William Leonardi
William Leonardi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Desainer grafis dan wiraswasta

Pemerhati geopolitik yang berharap dunia berkembang ke arah yang damai dan makin hijau.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Apakah Mobil Listrik Dapat Membantu Mengatasi Subsidi Energi?

13 September 2022   21:00 Diperbarui: 13 September 2022   21:04 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut artikel di media merdeka.com tanggal 29 Agustus lalu: subsidi dan kompensasi energi kita sudah mencapai Rp502 triliun di 2022. Diikuti dengan berbagai penjelasan dari pemerintah dan akhirnya terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi pada 3 September. Pemerintah sudah cukup lama menginformasikan soal bengkaknya subsidi (dan kompensasi) energi sehingga memunculkan rencana strategi pembatasan/pengurangan penjualan BBM bersubsidi seperti lewat aplikasi My Pertamina, dan wacana percepatan penggunaan kendaraan berbasis listrik. Saya ingin bicarakan hal yang kedua.

Seperti yang kita ketahui porsi terbesar yang menyedot subsidi BBM adalah Pertalite, baru kemudian BioSolar. Jauh hari sebelum bencana subsidi 500 triliun ini hadir, Presiden Jokowi sudah mencanangkan wacana percepatan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai (di sini yang saya bicarakan mobil listrik, bukan sepeda motor listrik). Kemudian diterbitkan Perpres nomor 55 tahun 2019 : Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle atau BEV) untuk Transportasi Jalan.

Sekarang, di saat kita menghadapi potensi subsidi sebesar 500 triliun ini maka wacana dan program percepatan adopsi kendaraan listrik pemerintah tersebut menjadi relevan. Karena, bila sukses diadopsi meluas oleh masyarakat, BEV akan bisa membantu Indonesia mengurangi beban subsidi. Dengan kata lain, seandainya sudah cukup banyak pengguna BEV dari kalangan ekonomi menengah di Indonesia maka otomatis konsumsi Pertalite dan BioSolar akan efektif berkurang. Karena dari kalangan masyarakat ekonomi menengahlah yang terbanyak menggunakan kendaraan LCGC peminum Pertalite. Yang memalukan, saya adalah salah satunya.

Apakah mobil listrik (BEV) bebas subsidi energi?

Kita tentu tahu bahwa BEV menggunakan sumber tenaga energi listrik yang diperoleh lewat pengisian dari grid listrik PLN. Ini adalah cara yang paling wajar digunakan di berbagai negara termasuk Indonesia. Ada yang akan mengatakan sumber energi bisa diperoleh dari tenaga surya lewat PLTS atap dan lain-lain. Memang benar tapi persentasenya masih sangat kecil. Kita akan bicarakan yang paling umum saja yaitu lewat grid PLN.

Dari berbagai informasi saya lihat spesifikasi minimum rata-rata mobil listrik (BEV) adalah membutuhkan sambungan daya listrik residensial sebesar 3.500 VA. Sebagai contoh Wuling menjual BEV kecilnya dengan adaptor daya 2.200 VA. Dengan adaptor 2.200 VA tentu tidak mungkin melakukan pengisian dari daya rumah residensial yang juga pas-pasan 2.200VA. Besaran daya residensial setidaknya harus 1 tingkat di atas daya adaptor tersebut, yaitu 3.500 VA.

Dan untuk daya 3.500 VA ini sudah diterapkan tarif listrik Non Subsidi (artikel Kompas.com 20 Juni 2022 berjudul "Update Tarif Listrik Per kWh 2022, Cek Beda Listrik Subsidi dan Non-subsidi"). Berarti mobil listrik (BEV) tidak menelan subsidi energi karena mengkonsumsi energi listrik dengan tarif Non-Subsidi Rp1.699,53 per kWh.

Berapa besar penghematan biaya energy BEV dibandingkan mobil ICE (Internal Combustion Engine)?

Saya menggunakan Innova diesel sejak tahun 2007. Selama lima belas tahun pemakaian, odometer menunjukkan angka 180.000 km. Bila dihitung rata-rata maka pemakaian pertahun adalah 12.000 km, dan perbulan sekitar 1000 km. Seandainya 1 liter BioSolar mampu menempuh jarak 10 km (terus terang sebenarnya saya pikir angka yang wajar untuk mobil tua ini adalah 1 liter / 8 km saja) maka konsumsi BioSolar perbulan adalah sekitar 100 liter. Dengan harga BioSolar Rp6800, maka biaya perbulan adalah Rp 680.000,-.

Dan untuk BEV, awalnya saya ingin memilih Wuling BEV (jarak tempuh 300 km dengan batere 26 kWh). Tetapi saya pikir akan kurang adil karena BEV Wuling ini luar biasa kecil sehingga gambaran keiritannya akan diragukan oleh pihak-pihak yang skeptis terhadap BEV. Nanti ada yang teriak “curang” karena melakukan pembandingan antara mobil gembrot dengan mobil “unyil”.

Maka sebagai pembanding saya gunakan BEV dari BYD tipe Atto 3 (alias bernama Yuan Plus di Cina). Alasan saya memilih pabrikan Cina dan tidak memilih pabrikan “ngetop” asal Amerika/Korea/Eropa/Jepang adalah sebagai salah satu upaya untuk mengikis keraguan terhadap pabrikan BEV Cina. Dan BYD adalah satu satunya pabrikan BEV yang terintegrasi dengan pabrikan baterai. Dan besar fisik BYD Atto 3 akan lebih sepadan menghadapi Innova dibandingkan BEV Wuling mini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun