Mohon tunggu...
willem wandik
willem wandik Mohon Tunggu... Anggota DPR RI -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sustainabilitas Program Pembangunan RPJPN 2005-2025 di Era Pemerintahan SBY dan Jokowi

7 Mei 2016   23:14 Diperbarui: 8 Mei 2016   01:08 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Mengakui Keberhasilan Pemerintahan Sebelumnya Dalam Meletakkan Pondasi Perencanaan dan Pembangunan Bukanlah Aib bagi Pemimpin, Tetapi Bentuk Dialog Antar Generasi Pemimpin Untuk Mengoreksi Setiap Detail Pembangunan yang Akan Melayani Rakyat Nusantara” Sumber Tulisan: DEP PU&PK DPP Demokrat, Sumber Foto: Dep PU&PK Gallery

DEP PU&PK DPP Demokrat - Euforia publik menyambut pertarungan politik pada masa transisi Pemerintahan sepeninggal Bapak SBY diakui telah membentuk opini publik sedemikian rupa, termasuk pandangan yang memunculkan perdebatan apakah benar Pemerintahan pada hari ini melaksanakan program pembangunan nasional yang dikenal dengan jargon nawacita, merupakan program yang sama sekali baru atau justru merupakan refleksi dari program-program yang pernah dijalankan oleh Pemerintahan sebelumnya. Tentunya segala “pengakuan” akan pencapaian setiap pemimpin nasional diakui sebagai bentuk pengabdian dan kecintaan para pemimpin yang terpilih untuk melayani rakyat dan bekerja sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat nusantara.

Sejatinya perdebatan opini yang menjerumuskan perseteruan konsep pembangunan yang pernah dijalankan oleh Bapak SBY dengan yang saat ini tengah dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi, merupakan benturan opini yang hanya dikembangkan oleh para politisi saja (perdebatan dikalangan elit politisi untuk mencari justifikasi dan identitas), dan rakyat sedikitpun tidak menerima manfaat dari setiap perdebatan “klaim” dan “victory” program yang dilaksanakan oleh setiap era kepemimpinan Presiden. Sebab seluruh rakyat di nusantara hanya mengetahui apakah indikator kehidupan mereka berjalan semakin baik atau malah berjalan semakin mundur kebelakang dengan semakin beratnya tuntutan ekonomi yang dirasakan secara langsung oleh jutaan penduduk miskin di nusantara.

Pemerintahan saat ini telah tuntas menyusun RKP tahun 2016 yang dipandang penting untuk melaksanakan agenda pembangunan secara berkelanjutan dan untuk mencapai sasaran pembangunan jangka menengah yang telah ditetapkan sebelumnya (RPJMN 2014-2019). Sehingga model kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam RKP tahun 2016 ditetapkan dengan memperhatikan perubahan lingkungan strategis (makro ekonomi dan global interest), baik internal maupun eksternal dan pencapaian terkini terhadap program pembangunan nasional yang telah ditetapkan. Tidak kalah pentingnya, RKP Pemerintah di Tahun 2016 ini juga masih mengacu Pada fokus RPJMN ketiga yang digariskan Dalam RPJPN tahun 2005-2025 (penepatan RPJPN 2005-2025 untuk pertama kalinya ditetapkan oleh Pemerintahan SBY dalam periodisasi empat dekade), yaitu dengan memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian terhadap daya saing perekonomian nasional yang harus kompetitif yang berlandaskan pada keunggulan SDA dan SDM secara berkualitas, serta kemampuan Iptek yang terus meningkat. Sehingga mustahil jika penetapan RPJMN yang menjadi acuan pembangunan pada periode 2014-2019 bertentangan dengan garis-garis besar RPJPN 2005-2025 yang telah dilaksanakan sebagian oleh Pemerintahan sebelumnya selama periode 2005-2014.

Berpegang pada tujuan dan garis-garis besar RPJPN 2005-2025 tersebut, maka penetapan RKP tahun 2016 yang dilaksanakan oleh Presiden Jokowi menggunakan tema “Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Memperkuat Fondasi Pembangunan yang Berkualitas”. Dalam pandangan tema RKP Tahun 2016 tersebut, pembangunan yang berkualitas dimaknai dengan agenda akselerasi pembangunan infrastruktur. Esensi dari pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas RKP Pemerintahan Jokowi pada Tahun 2016 ini, sejatinya telah dimulai jauh hari sebelumnya dengan hadirnya dokumen kerja MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Seperti yang dipresentasikan dimasa-masa awal pembentukan kabinet kerja Jokowi, bahwa agenda percepatan infrastruktur tersebut merupakan bagian dari agenda Nawacita.

Rumusan agenda Nawacita merupakan penjabaran dari sembilan agenda prioritas Pemerintahan Jokowi, yang masuk kedalam rencana kerja dan strategi pembangunan yang digariskan dalam RPJMN 2015-2019 yang didalamnya terdapat empat bagian utama, yaitu: (1) Norma Pembangunan; (2) Tiga Dimensi Pembangunan; (3) Kondisi Perlu; dan (4) Program-program Quick Wins. Selanjutnya sebagai penjabaran dari Tiga Dimensi Pembangunan dan Kondisi Perlu dari strategi pembangunan memuat sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam RKP tahun 2016 sebagai bentuk penjabaran dari pelaksanaan RPJMN tahap ketiga di periode 2014-2019 (RPJMN tahap pertama 2004-2009 dan RPJMN tahap kedua 2014-2019 yang sukses dilaksanakan oleh Pemerintahan SBY).

Untuk memahami kesinambungan program Pemerintahan pada hari ini yang menjadi bagian dari kerangka konsep RPJPN 2005-2025, maka publik nasional tentunya harus membaca kembali Visi Indonesia 2025 yang telah ditetapkan oleh Presiden ke-6 (Bapak SBY), dimana untuk mencapai visi tersebut dibutuhkan tiga strategi dasar, pertama: pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi (penetapan 6 koridor ekonomi: Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua-Maluku); kedua: penguatan konektivitas nasional (konektivitas domestik yang dicapai melalui infrastruktur hub ditiga matra yaitu darat, laut dan udara); dan penguatan kemampuan SDM dan Iptek Nasional (dalam nawacita dijabarkan sebagai dimensi pembangunan manusia).

Kembali ke tema RKP 2016 yang dicanangkan oleh Jokowi, yang telah menggarisbawahi program percepatan infrastruktur sebagai “key issue” untuk mencapai pondasi pembangunan yang berkualitas. Namun model percepatan infrastruktur yang seperti apa, yang ingin dicapai oleh Pemerintahan Jokowi, masih dalam perdebatan akademis. Tidak seperti statement pembangunan nasional yang berbasis MP3EI di era Pemerintahan SBY mendefinisikan secara garis besar bahwa pembangunan nasional bukanlah semata-mata hasil dari agregasi atau gabungan atas pembangunan daerah/wilayah atau bahkan gabungan pembangunan antar sektor semata, namun lebih dari itu, seharusnya pembangunan nasional merupakan hasil dari sinergi berbagai bentuk keterkaitan (linkages), baik keterkaitan spasial/kewilayahan (spatial  linkages atau regional  linkages), keterkaitan sektoral/bidang-bidang pembangunan (sectoral linkages) dan keterkaitan institusional/lembaga Pemerintah Pusat atau Daerah/Swasta (institutional linkages).

Dikarenakan pendefinisian yang tegas dan jelas terhadap bentuk pembangunan nasional yang dijabarkan dalam strategi MP3EI, menjadikan konsep pembangunan yang dilaksanakan di era SBY menggunakan pendekatan wilayah (zonasi wilayah) yang bertujuan untuk mengakselerasi kekuatan perekonomian yang dimiliki oleh setiap zonasi wilayah, dengan fokus pada upaya memperbaiki berbagai permasalahan pengembangan kewilayahan, yang terdiri dari keterbatasan infrastruktur dan suplai energi, penanganan logistik yang belum efisien, pasar domestik yang terbagi bagi (belum menyatu), dan terbatasnya koneksitas ke pasar global.

Pada masa MP3EI, zonasi pembangunan dibagi kedalam 6 koridor ekonomi, dimana pembangunan di Tanah Papua masuk kedalam koridor ekonomi ke-6 bersama-sama dengan kepulauan Maluku. Dari perspektif kewilayahan, pembagian zonasi ini sangat membantu Tanah Papua untuk memprioritaskan strategi pembangunan infrastruktur di daerah, yang fokus pada permasalahan untuk mengatasi defisit infrastruktur “hub” yang berdampak pada tingginya cost logistik di Tanah Papua. Zonasi ini juga dapat mempertegas posisi Tanah Papua dalam negosiasi pengembangan wilayah berbasis industri yang bersumber dari kekuatan dan karakteristik sumber daya alam yang dimiliki oleh Tanah Papua.

Dalam aspek pembiayaan program-program pembangunan infrastruktur di era MP3EI memiliki gagasan bahwa Pemerintah bukanlah satu-satunya pihak yang memonopoli pembangunan infrastruktur, sebab pendanaan yang bersumber dari keuangan Pemerintah sangatlah terbatas (fiscal space terbatas). Oleh karena itu, pihak swasta dipandang memegang peranan utama dan penting untuk membantu Pemerintah dalam melaksanakan agenda percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi khususnya dalam hal meningkatkan investasi (termasuk PMA dan konsep PPP/ Public  Private  Partnership) dan dampaknya berupa opportunity bagi penciptaan lapangan kerja di dalam negeri dari sektor infrastruktur. Sedangkan pihak pemerintah berfungsi sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator. Fasilitasi dan katalisasi yang diberikan oleh pemerintah melalui penyediaan infrastruktur dasar maupun pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Dari  sisi  regulasi, pemerintah  telah berkomitmen untuk melakukan deregulasi (pemangkasan peraturan perundang-undangan yang dipandang menghambat) terhadap setiap regulasi yang menghambat pelaksanaan investasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun