Mohon tunggu...
willemrawung
willemrawung Mohon Tunggu... Guru - Hidup untuk memanusiakan manusia

Kehidupan ada karena cinta dan anugerah maka indahkanlah kehidupan sebelum hati itu padam.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Pendengar yang Baik, Refleksi Coaching

4 Desember 2021   20:42 Diperbarui: 4 Desember 2021   20:44 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Materi minggu ini dalam pendampingan guru penggerak membahas tentang Coaching mengingatkan saya pada peristiwa yang tidak akan dilupakan selama menjadi guru. Sejenak bernostalgia dimasa kuliah dulu. Semester 5 oleh institusi terprogram kegiatan untuk mahasiswa mengadakan praktik mengajar di sekolah. Saya mengajar di salah satu sekolah yang ada di kecamatan Tuminting Kota Manado. Sekolah yang saya datangi memiliki cukup banyak murid. 

Satu kelas terdiri dari 38 siswa. Satu ketika ada murid yang sangat nakal dan bandel dan tidak mau belajar ketika proses belajar mengajar berjalan. Murid ini hanya bermain saja dan tidak menghiraukan penjelasan maupun tugas yang saya berikan. Sebagai guru yang baru belajar, saya masih belum dapat mengendalikan emosi. 

Tetapi syukurlah saya dapat bersabar. Tetapi karena perilaku murid ini berulang-ulang dilakukan saya pun tidak mampu menghadapinya. Langsung terpikirkan saat itu adalah membawa murid ini bertemu dengan Kepala Sekolah. Dengan harapan semoga Kepala Sekolah dan menegur, marah atau memberi hukuman. Keputusan yang saya ambil ini ternyata sangat saya sesali sampai saat ini.

Reaksi Kepala Sekolah saat itu marah dan langsung menampar dengan keras murid ini. Saya tertegun, saya bingung dan langsung muncul rasa bersalah yang luar biasa dari diri saya. Tidak percaya saya lihat peristiwa yang barusan terjadi. Akhirnya murid ini langsung saya bawa kembali ke dalam kelas. 

Sampai sekarang saya menyesali tindakan yang saya buat tersebut. Rasa bersalah dan kasihan terhadap murid tersebut selalu membayang. Pertanyaan yang muncul dalam diri saya seperti mengapa saya membawa murid ini bertemu dengan kepala sekolah? Mengapa saya tidak selesaikan sendiri di dalam kelas? 

Mengapa saya begitu bodoh dan tidak punya kemampuan mendampingi murid ini? Dan masih banyak pertanyaan lain ada ketika memori ingatan saya kembali pada masa tersebut. Positifnya bahwa pengalaman ini membuat saya semakin lebih berhati-hati ketika berhadapan dengan murid seperti ini.

Sungguh saya tergerak sekali dan sangat menikmati perjalanan memahami materi coaching pada modul 2.3 guru penggerak. Di dalamnya saya banyak belajar tentang bagaimana melakukan pendampingan terhadap murid. Saya belajar bagaimana melalui pendampingan dapat memaksimalkan potensi murid. Ternyata sebagai guru sangat penting saya memahami dan menguasai coaching. Justru inilah yang saya butuhkan sehingga menjawab pengalaman 'trauma' masa lampau yang saya lihat.

Sebagai guru saya perlu memahami dengan baik tentang keterampilan berkomunikasi supaya murid terarah dan menemukan solusi secara mandiri sehingga pada akhirnya murid dapat mengembangkan potensi mereka. Tujuan akhir melalu coaching menghantar murid supaya menjadi lebih merdeka dalam belajar maupun menentukan arah hidup.

Saya menyadari bahwa keputusan yang saya buat dahulu keliru. Seharusnya sebagai guru saya dapat memposisikan diri sebagai guru yang bijak, mandiri dan kreatif menyelesaikan masalah sendiri. Tapi, entahlah, pengalaman sebagai guru waktu itu masih kurang. Padahal dalam situasi tersebut dapat saya terapkan langkah-langkah berkomunikasi. 

Materi coaching menjelaskan bahwa terdapat 4 langkah yang dapat dipraktekkan dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi dan belajar menyamakan posisi diri pada saat praktik coaching yaitu: menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh, menyelaraskan emosi. 

Saya yakin kalau pada kejadian tersebut saya mampu menyamakan kata kunci seperti dengan bertanya dan belajar memahami murid tersebut, mengapa tidak mau belajar dan sebagainya pasti murid ini akan belajar menjadi bertanggung jawab.

Menyamakan kata kunci berarti dalam pembicaraan memberikan kesan penerimaan hubungan antara coach dengan coachee. Keberhasilan komunikasi cara ini yaitu melalui kemampuan menyesuaikan diri dan membangun relasi. Menyamakan bahasa tubuh berhubungan dengan mimik, suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya. 

Sebagai coach dapat memberikan tanda setuju secara tidak langsung pada apa yang disampaikan oleh coachee baik melalui senyum atau dengan anggukan. Sedangkan melalui teknik menyelaraskan emosi dapat membuat coachee merasa coachnya ada pada pihaknya dan mengerti perasaannya.

Menerima materi ini sungguh suatu keajaiban yang saya rasakan pada saat ini. Andai materi seperti ini sudah saya dapatkan sejak awal praktik menjadi guru, sungguh saya pasti mampu menghadapi situasi seperti di atas dengan elegan dan menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan teknik mendengarkan secara aktif. 

Apa arti mendengarkan secara aktif? Terdapat 5 teknik dalam mendengarkan secara aktif yaitu: memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan, tunjukkan bahwa kita mendengarkan, menanggapi perasaan dengan tepat, parafrase dan bertanya.

Bulan lalu saya mengunjungi murid yang bermasalah dalam belajar karena jarang ikut pertemuan serta tugas-tugasnya banyak yang belum diselesaikan. Home visit adalah jalan keluar terakhir yang dapat dilakukan. Perjalanan ketempat murid ini cukup jauh, dua jam naik mobil. Ternyata murid ini butuh perhatian karena tinggal dengan neneknya dan bukan dengan orang tua. 

Dari penuturan murid ini jelas hendak mengatakan bahwa dia butuh kasih sayang dan bukan uang. Ketika berbicara dengan keluarganya saya temukan ternyata murid ini perlu didengarkan. Pertemuan tersebut saya gunakan untuk mendengarkan isi hati dan keluh kesahnya. 

Sungguh sangat terharu ketika murid ini akhirnya mau membuka diri dan secara sadar termotivasi untuk belajar dengan giat lagi. Intinya komunikasi itu penting dalam mengembangkan potensi murid. Di akhir pendampingan murid ini pun berterima kasih karena sebagai guru saya sudah menjadi pendengar yang baik.

Pada kesempatan tertentu ketika rekan-rekan guru beristirahat, saya menyampaikan materi tentang komunikasi. Awalnya mereka tidak tertarik karena dalam bayangan mereka bahwa hal tersebut adalah biasa. Tetapi ketika saya menyampaikan metode GROW dan TIRTA rekan guru mulai bersemangat menanggapi penjelasan yang saya ajukan. Sebenarnya apa itu model GROW dan TIRTA?

Sebagai coach saya sangat tertarik dengan model komunikasi TIRTA untuk membangun relasi yang baik. Model TIRTA adalah model yang sudah banyak diaplikasikan dan dikenal dengan GROW model. GROW kepanjangan dari goal, reality, option, will. 

Model TIRTA dikembangkan dalam semangat merdeka belajar yang menuntut guru memiliki keterampingan coaching. Tujuan coaching adalah untuk melejitkan potensi murid agar lebih merdeka. TIRTA kepanjangan dari tujuan, identifikasi, rencana aksi, tanggung jawab. Sungguh, suatu perjalanan panjang untuk mengenal model GROW atau TIRTA dalam berkomunikasi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun