Mohon tunggu...
willemrawung
willemrawung Mohon Tunggu... Guru - Hidup untuk memanusiakan manusia

Kehidupan ada karena cinta dan anugerah maka indahkanlah kehidupan sebelum hati itu padam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Positif dan Segitiga Restitusi

9 Oktober 2021   19:42 Diperbarui: 9 Oktober 2021   19:43 13786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Refleksi Minggu kedelapan sebagai Calon Guru Penggerak Angkatan 3.

Tidak terasa saya mengikuti program guru penggerak sudah sampai pada minggu kedelapan. Minggu yang berat karena selain materi yang padat juga kesibukan tugas pokok sebagai guru yaitu mengajar. Materi pada minggu ini sangat menantang dan harus ekstra kerja keras membaca, memahami dan menyelesaikan tugas yang ada di LMS. Terkadang kepala sampai pusing karena harus memahami materi dan perlu baca berulang-ulang sampai memahami dengan baik apa isi dan pesan yang hendak disampaikan. Syukurlah pada bagian tertentu di LMS selain membaca, terdapat kolom menuliskan komentar atau pertanyaan atau juga mengomentari pekerjaan rekan CGP lain. Kalau tidak ada bagian ini pastinya saya sebagai pribadi membutuhkan waktu lebih banyak untuk memahami dengan benar semua materi tentang Budaya Positif.

Berbeda dengan minggu lalu, pada minggu kedelapan ini refleksi saya terinspirasi dari model Round Robin. Model refleksi Round Robin terdiri dari 3 pertanyaan inti yang harus dijawab yaitu apa yang paling dikuasai, apa yang belum dikuasai dan apa hal yang masih membingungkan. Ketiga pertanyaan penuntun ini untuk memberikan pemahaman refleksi yang lebih mudah dan dapat dimengerti lalu kemudian dapat melakukan perbaikan di masa yang akan datang.

Hal yang paling dikuasai pada minggu ini adalah materi tentang membangun komunitas Praktisi. Saya yakin materi ini dapat saya kuasai bahkan sudah sampai pada praktik nyata. Komunitas praktisi yang mulai saya rintis yaitu Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik kota Manado sekarang sudah dapat berjalan dengan baik. Bahkan terdapat beberapa program yang kami lakukan baik untuk pengembangan diri sebagai guru maupun dalam konteks dengan masyarakat. Beberapa guru di MGMP pun seperti pak Welly mengatakan bahwa banyak manfaat positif yang terlihat dalam diri saya sebagai CGP. Kreativitas dan inovatif berkembang dan itu ditularkan kepada rekan guru pengurus dan anggota MGMP. Kegiatan Webinar saya prakarsai dengan mengundang pembicara dari Kementerian Agama Republik Indonesia telah memberi dampak luar biasa bagi perkembangan guru dalam komunitas MGMP. Guru lebih memahami tugas dan fungsinya sebagai pengajar apalagi dalam masa pandemi seperti sekarang ini.

Pada bagian awal tentang materi Budaya Positif saya dapat memahami dengan baik materinya. Dimulai dari materi tentang perubahan paradigma, konsep disiplin positif dan motivasi, keyakinan kelas, dan pemenuhan kebutuhan dasar, lima posisi kontrol. Materi ini dapat saya cerna dan mudah untuk dimengerti. Di beberapa point penjelasan ada juga kuis dan sampai pada materi lima posisi kontrol dasar saya dapat menjawab kuis yang diberikan dengan baik dan benar. Artinya tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan tanda bintang yang berarti menjawab dengan benar kuis yang diberikan.

Tetapi pada materi tentang segitiga restitusi sepertinya saya membutuhkan penyegaran dan otak yang jernih untuk memahami seluruh isi materi ini. Dibutuhkan kerja keras dan membaca berulang-ulang sampai materi ini jelas saya kuasai. Pada kenyataan yang saya alami agak mudah memberikan jawaban atau jalan keluar atas sebuah permasalahan sesuai konsep yang ada dalam pemikiran otak kita. Tetapi ternyata agak sulit ketika mempraktekkan dalam kehidupan nyata. Hal ini terlihat dari kasus-kasus yang ditayangkan untuk didiskusikan dalam kelompok. Seharusnya 5 kasus yang ada dapat didiskusikan dalam waktu 1 jam, kelompok kami membutuhkan lebih dari 1 jam menjawab permasalahan yang sudah ada di LMS. Bukan meragukan pemahaman, tetapi terasa agak sulit ketika berhadapan dengan masalah dan harus langsung berpikir cepat memberikan pendapat atas masalah tersebut. Ditambah pengetahuan dan pemahaman lama (sebelum ikut guru penggerak) masih terbawa-bawa, akibatnya membutuhkan waktu untuk beradaptasi.

Syukurlah ada tekad dan semangat yang saya bangun sehingga pada akhirnya boleh memahami materi Segitiga Restitusi dengan baik. Secara garis besar saya membutuhkan waktu untuk meresapi materi yang sepertinya mudah dicerna tetapi terasa sulit dipraktekkan. Diskusi kelompok justru membuka wacana pemahaman saya tentang segitita restitusi. Selain itu, saya juga berkonsultasi dengan guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah kami yaitu ibu Marshella Pettri tentang 5 posisi kontrol, kebutuhan manusia dan segitiga restitusi. Banyak hal yang saya dapatkan melalui obrolan yang tidak singkat karena berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Rupanya obrolan kami langsung pada tindakan praktik karena kebetulan murid di kelas saya membutuhkan perhatian karena jarang ikut pelajaran dan tugas banyak yang tidak dikerjakan. Rupanya murid ini mengalami masalah dalam keluarga. Saya pun diajak untuk membahas materi ini sekalian mencari cara terbaik membantu menuntun murid yang sedang bermasalah ini. Kami memangil murid dan orang tua untuk bertemu di sekolah dan dengan bantuan guru BK perlahan-lahan murid ini mulai menunjukkan sikap menjadi lebih positif.

Ibu Marshella sangat terkesan dengan materi yang ada dalam guru penggerak. Beliau pun memberikan kesan bahwa saya sebagai guru penggerak mulai dapat mempratekkan materi yang ada dalam kehidupan sehari-hari sebagai guru. Ibu Greety juga sebagai guru BK mengatakan bahwa banyak nilai-nilai guru penggerak yang kelihatan saya praktekkan di sekolah. Seperti nilai religius muncul karena saya berinisiatif mengajak semua guru berdoa pagi bersama.

Berhubungan dengan materi tentang Budaya Positif, tantangannya banyak dan tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan satu cara saja. Butuh cara yang bervariasi untuk menuntun murid sampai mereka benar-benar dapat berubah menjadi bertanggung jawab dan mandiri. Saya pun bertemu dengan guru lain yaitu ibu Laurentia, beliau berpendapat bahwa secara kasat mata mulai melihat ada perubahan yang saya lakukan dalam menangani murid. Terlihat tidak memberikan hukuman lagi tetapi lebih pada pembinaan. Saya mengatakan bahwa sebagai guru kita harus bersikap seperti manager dalam upaya mendidik murid. Artinya membiarkan murid menemukan dan sadar sendiri apa yang dapat dilakukan untuk merubah diri dan apa yang akan dilakukan terkait masalah yang dialami. Rupanya rekan guru ini terinpirasi dan mulai mempratekkan di kelas dan sekolah. Saya pernah mengatakan kepada rekan guru bahwa dalam proses menuntun dan mendidik tidak lagi dibutuhkan ancaman, paksaan atau memberi hukuman kepada murid. Sama halnya dengan ibu Deetje beliau pun mulai mengerti tentang segitiga restitusi yang saya jelaskan untuk memberi dasar pemahaman kepada mereka untuk memupuk disiplin positif.

Hal yang masih membingungkan tentang beberapa materi yang sudah disebutkan sebelumnya, kalau dari saya yaitu bagaimana mengkolaborasi apa yang sudah dipelajari dan dipahami tentang Disiplin Positif berhadapan dengan kasus aktual yang dialami oleh murid. Artinya lebih pada kreativitas saya melihat permasalahan dan kemudian mengambil tindakan positif dari masalah tersebut.

Materi restitusi dengan jelas menguraikan bahwa tujuan restitusi adalah sebagai disiplin positif. Penekanannya bukan pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Melalui restitusi ketika murid berbuat salah, guru akan menanggpai dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Dalam arti itu maka restitusi menguntungkan korban tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini teori kontrol menurut William Glasser. Ternyata dalam teori restitusi tidak ada yang salah, yang ada adalah menang menang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun