Mohon tunggu...
Wiliams Flavian Pita Roja
Wiliams Flavian Pita Roja Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Bachelor of Philosophy

Sarjana Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Penggerak Abadi menurut Aristoteles

25 November 2017   20:31 Diperbarui: 25 November 2017   20:41 4626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada banyak teori yang berusaha menjelaskan asal-usul terciptanya alam semesta beserta segala isinya yang amat menakjubkan ini. Yang bersifat ilmiah hingga yang beraroma religi dan mitologi pun mewarnai budaya masyarakat dengan cerita mereka masing-masing. Tak terkecuali teori dari Charles Darwin yang intinya mau menekankan bahwa makhluk hidup yang satu berasal dari makhluk hidup sebelumnya. Kekuatan teori Darwin memang akan mudah disanggah oleh filsafat sebab terjadi loncatan yang sebenarnya amat mendasar. Darwin terlalu tergesa-gesa menyimpulkan hingga dia lupa melihat kekuatan yang menciptakan perubahan tersebut. Teori Darwin dan teori-teori lainnya tidak mampu menjelaskan dari mana berasalnya energi yang mampu membuat terciptanya segala sesuatu. Filsafat hadir dengan pemikiran-pemikiran filosofis menyejarah, sejak zaman para filsuf-filsuf awal hingga kini menyajikan pandangan filosofis yang menjelaskan apa yang tidak sempat digapai oleh teori-teori tadi yakni mengenai hakikat dari segala sesuatu.

Tulisan ini hendak mengarahkan pembaca untuk secara singkat melihat dan memahami tahap pemahaman Aristoteles pada konsep metafisikanya hingga tiba pada tesis penggerak abadi sebagai penggerak pertama. Tesis ini akan ditinjau dengan probelmatika sebagai berikut: Apakah yang Dimaksud dengan Penggerak Pertama dan  Bagaimana Tahap Pemikirannya Hingga Tiba Pada Titik Tersebut? Demikianlah bahwa penulis akan memberikan penjelasan mengenai apa itu penggerak abadi dalam konsep metafisika Aristoteles dan berikutnya tahap pemahaman Aristoteles hingga tiba pada titik tersebut. Mari simak berikut:

Aristoteles (384-322)

Nama Aristoteles memang tidak pernah sirna untuk dikenang. Filsuf asal Yunani ini sesungguhnya adalah putra seorang dokter pribadi dari raja Amyntas II, raja Makedonia. Ia lahir pada tahun 384 SM di Stageira, sebuah kota kecil di Yunani. Kemungkinan besar ia besar di Istana Raja Amyntas II, dan besar juga kemungkinan bahwa minatnya terhadap ilmu pengetahuan empiris diwarisi dari sang ayah. 

Karena termasuk dalam keluarga terdidik, pendidikannya pun diperhatikan dengan baik oleh keluarganya, sehingga pada usia 17 atau 18 tahun, Aristoteles di kirim ke sekolah Akademia Plato. Hingga Plato meninggal, Aristoeteles masih tinggal di situ, sehingga kemungkinan ada 20 tahun, sebab perkiraan tahun meninggalnya Plato terjadi di antara tahun 348/7. 

Ia termasuk Anggota Akademia yang berprestasi karena sudah mampu menerbitkan beberapa karya meski masih berada di Akademia. Ia juga mendapat kepercayaan mengajarkan logika dan retorika kepada anggota-anggota Akademia yang lebih muda. Aritoteles juga mendirikan suatu sekolah sendiri yang diberi nama Lykeion serta membuat suatu perpustakaan yang mengumpulkan banyak data dan informasi serta karya-karya penting. Sempat menikah dengan Pythias dan memiliki seorang anak perempuan, dan menikah lagi dengan Herypllis dan melahirkan seorang anak laki-laki. Pada usia 63 atau 62 tahun Aristoteles meninggal dunia karena jatuh sakit di tempat pembuangan di Khaliks tempat asal ibunya.[1]

Aristoteles menaruh perhatian pada semua ilmu termasuk fisika, etika, politik dan estetika. Hal ini tentu diakibatkan karena karakternya yang dikenal saat masih di Akademia sebagai pembaca dan pemikir yang serius. Dalam setiap bidang, ia berusaha menjelaskan penyebab-penyebab terakhir atau prinsip-prinsip yang mendasari setiap realitas partikular yang diamatinya. 

Dalam fisika misalnya ia bertanya apa yang menyebabkan sesuatu bergerak? Atau dalam etika misalnya ia bertanya tentang apa yang menyebabkan sesuatu disebut baik? Aristoteles menegaskan bahwa setiap cabang ilmu sejatinya punya objek material yang berbeda-beda, begitu juga dengan objek formalnya. Dari sini ia tiba pada argumen bahwa semakin suatu ilmu tidak tergantung pada ilmu-ilmu yang lain maka semakin tinggi kedudukan ilmu tersebut. Dan bagi dia ilmu yang kedudukannya paling tinggi ialah ilmu yang bertanya tentang penyebab dari segala sesuatu. Dari sini sebenarnya sudah nampak jalan pikiran sang filsuf yang hendak tiba pada pandangan mengenai penggerak abadi sebagai penggerak pertama.

  •  Substansi

Seperti yang tertera dalam probelmatika, untuk mengerti tahap-tahap menuju penggerak pertama ini maka amat sangat diperlukan sebuah pemahaman tentang substansi karena, pemikiran Aristoteles tentang Substansi menunjukan konteksnya untuk menjelaskan pengetahuan yang paling dasar dari semua realitas. Menurut Aristoteles, cara mengada sesuatu umumnya menunjukan kategori-kategori. Dalam buku Metaphysicsia menyebut delapan kategori yang salah satunya adalah substansi. 

Menurut dia, semua yang ada harus bertalian dengan satu titik pusat. Memang, terdapat banyak cara untuk menyatakan bahwa suatu bereksistensi, tetapi semua itu baru berarti jika bertalian dengan suatu pengada yang primer. Dengan kata lain, istilah pengada harus punya arti primer, yakni pengada yang secara fundamental menjadi titik tolak untuk setiap percakapan tentang segala sesuatu yang ada. Menurut dia, arti primer tersebut adalah "substansi". 

Jadi menurut Aristoteles, jika bertanya tentang apa itu pengada, maka saja dengan bertanya tentang apa itu substansi. Sesudah menjelaskan panjang lebar tentang substansi Aristoteles pun menyadari bahwa pada dasarnya hanya ada dua pengertian yang mendasar, yaitu (a) substansi sebagai Subtratum terakhir yang tak pernah dapat dipredikatkan pada sesuatu yang lain dan (b) substansi dalam arti fora atau bentuk. Arti pertama menyatakan "materi" sebagai subyek terakhir yang melandasi semua benda alamiah. Inilah substansi yang dimengerti sebagai "yang berdiri di bawah," (Sub Stare) dan menjadi dasar dari semua jenis aksidens dan predikat. Maka, substansi adalah esensi dari realitas.[2]

  •  Teori Hilemorfisme

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun