Mohon tunggu...
Wilhelmus TarsianiAlang
Wilhelmus TarsianiAlang Mohon Tunggu... Musisi - Saya tidak pandai menulis. hanya ingin Bercerita!

"Darah lebih kental, dari Air". Menulis itu bercerita dengan jari-jari Anda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ujung Persimpang Caci Manggarai

30 April 2021   07:55 Diperbarui: 30 April 2021   08:10 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pegipegi.com/travel/tari-caci-atraksi-uji-kejantanan-para-pria-khas-flores/

Termin 'Indonesia' adalah istilah yang problematis. Sejak munculnya dalam pertengahan abad kesembilan belas, kata Indonesia memperoleh berbagai makna geografis, politik dan sosial, di mana makna geografis aslinya mungkin yang paling tidak kontroversial. Seorang ahli geografi Inggris, James Richardson Logan, menyebut nama Indonesia untuk merujuk pada kepulauan yang luas, dengan ribuan pulau, di ujung tenggara daratan Asia. "Indonesia" merupakan kombinasi dari kata "India" dan nsos (Yunani: 'pulau-pulau'). Jadi Indonesia berarti 'pulau-pulau India'. Nama tersebut mencerminkan fakta bahwa bagi banyak penulis Eropa pada masa itu, kepulauan Indonesia dipandang sebagai perpanjangan dari anak benua India, terutama dalam istilah budaya.[1]  

Tentang budaya, Indonesia adalah negara yang menjunjung keberagaman. Bayangkan, banyak pulau-pulau di Indonesia, masing-masing memiliki bahasa, adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan kolektif, termasuk seni dan tarian adat yang sangat beragam. Wajar bila hampir setiap daerah memiliki potensi yang kuat untuk menarik perhatian pengunjung dari belahan dunia lain. Banyak mata tertuju kepada Indonesia karena keindahan saujananya. Kebudayan Indonesia menjadi aset yang kuat dalam meningkatkan perekonomian bangsa. 

Namun di abad perkembangan ini, saat teknologi menjadi medan yang seksi bagi banyak orang, kebudayaan luntur ditelan zaman. Ini berlaku untuk generasi muda. Banyak pemuda yang meninggalkan budayanya sendiri. Padahal, semestinya, di era ketakpastian ini, terkadang kita perlu belajar dari yang tradisional--- tidak sebagai alat perbandingan, namun sebagai pedal rem untuk mengevaluasi peradaban dengan perspektif yang matang. Learn from your culture and it will teach you wisdom--- belajar dari  budayamu, dan itu akan mengajarimu kebijaksanaan. 

Syukurlah, di Manggarai, serpihan Indonesia di tempat matahari terbit, kebudayaan, kekayaan masyarakat lokal, tutur bahasa, adat-istiadat masih direngkuh dengan kuat. Bahkan, kalau tidak berlebihan, kebudayaan Manggarai tidak hanya dijaga agar tidak punah, melainkan juga ditelurkan dari generasi ke generasi. Caci mungkin satu di antaranya.  

 

Caci? 

Caci adalah tarian khas masyarakat Manggarai yang menampilkan keberanian dan ketangkasan para pria asal Manggarai dalam bentuk pertarungan satu lawan satu. Benar bahwa ada unsur kekerasan dalam Caci, namun unsur kekerasan tersebut perlu ditempatkan dalam nuansa maskulinitas--- ketahanan hidup. Itulah mengapa, tidak ada dendam dalam caci, namun penghormatan. Karena yang dicari bukanlah uji kehebatan, namun penghargaan.

Ketika pemain membawakan tarian caci, mereka harus dilengkapi dengan cambuk (larik), perisai (nggiling), penangkis (agang) dan penutup kepala (panggal). Adapun pakaian pelindung lainnya seperti celana panjang putih, kain songke (kain asli Manggarai yang berwarna hitam) yang berfungsi menutupi sebagian dari celana, giring-giring (nggorong) yang dililitkan di bagian pinggang yang berfungsi mengikuti irama gerakan pemain, serta di bagian dagu digantungkan tubirapa agar petarung kelihatan tangkas.

 

Sejarah 

Menurut sejarah tarian caci berawal dari sebuah tradisi masyarakat Manggarai, dimana laki-laki akan saling bertarung satu lawan satu untuk menguji keberaniannya dalam bertarung. Dalam perkembangannya tradisi ini menjadi suatu kesenian yang memiliki gerakan yang indah. Lagu-lagu dan alat musik seperti gong dan gendang digunakan dalam tarian caci untuk memeriakan acara. Mungkin dari sinilah tarian caci disebut di Manggarai sebagai tradisi yang menguji ketangkasan dan keberanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun