Mohon tunggu...
Wildan Hakim
Wildan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Arek Kediri Jatim. Alumni FISIP Komunikasi UNS Surakarta. Pernah menjadi wartawan di detikcom dan KBR 68H Jakarta. Menyelesaikan S2 Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia. Saat ini mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Peneliti Senior di lembaga riset Motion Cipta Matrix.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Bersepeda di Jalur Cianjur hingga ke Rindu Alam Puncak (2)

11 Juni 2015   22:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:06 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lepas dari bukit Aquila rombongan ABC tiba di titik kumpul. Tiga mobil pick up sudah menanti. Sepeda-sepeda kemudian loading atau diangkut. Kami dibawa naik. Kali ini cerita bersepeda akan dilanjutkan di kawasan kebun coklat di Cianjur. Cukup lama juga perjalanan pindah trek ini. Beberapa penggowes terlihat mulai tak sabar untuk segera turun dan mengayuh sepedanya. 

Begitu tiba di titik pemberhentian, kesibukan kembali dimulai. Sepeda diturunkan satu per satu. Cuaca yang mulai terik tak menyurutkan semangat para penggowes. Usai diberi aba-aba dari marshall, dengkul kami mulai bekerja: mengayuh pedal.

Kali ini treknya berupa turunan. Di permulaan trek, kami disuguhi jalan makadam. Terdengar teriakan dari beberapa peserta gowes yang begitu girang saat menikmati trek turunan. Sesekali saya ikut berteriak buat menyemangati diri sendiri. Lumayan grogi juga melibas trek makadam dengan turunan seperti ini. Sepeda meluncur kencang dan seakan tak terkendali. Kalau jatuh, berarti harus siap bersentuhan dengan batu.

“Jangan direm, jangan direm!” Tetiba terdengar teriakan dari belakang saya. Rupanya Pak Eko membuntuti saya. Sesaat kemudian dia menyalip di tikungan. Gila juga “komandan” yang satu itu. Di usianya yang sudah berkepala lima, Eko terlihat garang dengan aksi gowesnya.

Di tengah trek makadam saya, Fajar, dan Eko Sarwono rehat sejenak. Kami berbincang sembari membasahi tenggorokan yang mengering akibat diterpa panas.

“Kalau melibas turunan kayak tadi, jangan direm. Usahakan tidak duduk di atas sadel. Posisi badan di belakang sadel. Begini nih,” urai Eko Sarwono lantang kepada saya.

Berikutnya, aksi gowes saya di bawah pengawasan Eko Sarwono. Saat memasuki area perkampungan, kami kembali bersua dengan trek basah. Di sebuah turunan pendek, pak Eko kembali berteriak, “Awan jangan turun!” Saya menuruti perintahnya. Karena belum terbiasa, saya pun terjatuh. Seorang ibu tua warga desa tampak tertawa melihat saya terjatuh.

Saya segera bangun. Cerita bersepeda harus dilanjutkan. Kembali saya menjumpai turunan dan harus melibasnya tanpa duduk di atas sadel. Lagi-lagi tubuh saya terhempas ke tanah. Kali ini, “komandan” ABC Eko Sarwono yang menertawakan saya. Tawa itu saya anggap sebagai penyemangat agar segera bangkit dan menaklukkan trek berikutnya.

Menjajal trek Rindu Alam Puncak

Usai melintasi perkampungan, kami melepas lelah sejenak di sebuah warung. Di sana, mobil pengangkut sepeda sudah stand by. Kembali sepeda peserta diangkut ke mobil. Dari sebuah desa terpencil di Cianjur, kami dibawa ke arah kota Cianjur dan kemudian menuju Cipanas.

Panas yang bercampur hujan menyambut kami saat keluar dari kota Cianjur. Sesampainya di Cipanas, rombongan berhenti untuk makan siang di warung sate maranggi. Siang itu, warung sate maranggi dijejali pembeli. Kehadiran kami dengan baju kotor akibat cipratan lumpur semakin menambah ramai suasana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun