Selesai dengan urusan makan siang, cerita bersepeda gunung dilanjutkan. Kali ini mobil pick up membawa kami ke arah Gunung Mas. Inilah trek berikutnya yang akan dilalui. Bagi para penggowes, Gunung Mas dikenal dengan trek klasik berjuluk Rindu Alam atau disingkat RA.
Hari menjelang sore saat rombongan tiba di dekat pintu masuk trek Rindu Alam di samping warung Mang Ade. Usai membayar tiket masuk, satu per satu penggowes memasuki area perkebunan teh Gunung Mas. Sore itu saya membayangkan bisa bersepeda gunung santai menikmati lereng bukit dan segarnya perkebunan teh di Puncak. Ternyata, dugaan saya keliru.
Sedari awal trek Rindu Alam Puncak sudah memaksa adrenalin saya berpacu. Jalan berbatu dan turunan menjadi pembukanya. Trek berikutnya berupa jalanan tanah menyusuri lereng bukit.
Sekilas trek ini mudah ditaklukkan. Kesan mudah itu hanya ada di awal, namun ketika sudah masuk jauh ke dalam rerimbunan pohon, jalur yang kami lewati menjadi single track. Artinya, hanya satu sepeda secara berurutan yang bisa melintas. Kalau hendak menyalip terpaksa meminta izin kepada penggowes yang berada di depan.
Semakin ke dalam, trek yang dilalui juga berlumpur. Di beberapa titik bahkan banyak trek yang rusak. Diduga, rusaknya trek sepeda di Rindu Alam Puncak ini diakibatkan ulah pengguna motor cross yang juga menjadikan trek ini sebagai tempat bermain. Ya sudah, apa boleh buat, para penggowes harus terus mengayuh meski harus beberapa kali terjebak trek berlumpur.
Saya sudah terpisah jauh dari rombongan. Dengan sisa semangat, saya terus mengayuh pedal keluar dari area perkebunan teh Gunung Mas. Jalan raya Puncak menawarkan sensasi tersendiri pada sore yang gerimis itu. Sepeda harus terus dikayuh hingga ke SPBU Ciawi. Di sana, mobil ELF sudah menunggu untuk membawa kami kembali pulang ke Jakarta.
Dera lelah dan dingin perlahan hilang. Begitulah, bersepeda itu bisa menyehatkan dan menyenangkan. Tak hanya itu, bersepeda itu juga bisa menjadi ajang menambah kenangan.