Mohon tunggu...
Hukum

Merebaknya Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

30 April 2019   22:22 Diperbarui: 30 April 2019   22:53 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kekerasan terhadap perempuan terutama dalam rumah tangga biasanya merupakan bagian kekerasan dari suatu budaya,  termasuk juga agama yang dijadikan justifikasi untuk membenarkan tindak kekerasan. Tidak jarang ayat-ayat kitab suci dengan pemahaman yang bias jender dan bias nilai-nilai patriarkal (yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan) yang dijadikan dalih untuk membenarkan perilaku kekerasan. semisal seperti, pemukulan isteri oleh suami dengan dalih untuk mendidik si isteri agar menjadi isteri yang shalehah (taat).

Bentuk kekerasan terhadap isteri yng tidak hanya bersifat fisik seperti melempar sesuatu, memukul, menampar, kekerasan seksual, sampai ada juga yang tega membunuh isterinya. Namun juga bersifat non-fisik seperti menghina, berbicara kasar, dan ancaman. Kekerasan ini yang disebut kekerasan psikologi/kejiwaan.

Fakta tindak kekerasan terhadap perempuan setua dengan lahirnya peradaban manusian. Namun, ironisnya kekerasan terhadap perempuan ternyata juga berlaku hingga zaman modern. Studi kasus yang dilakukan beberapa lembaga independen menyatakan bahwasannya abad modern kekerasan terhadap perempuan baik secara fisik, psikis maupun seksual marak terjadi. Khususnya dalam ranah domestik. Fakta inilah yang dikenal dengan istilah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Perlu diketahui bahwa batasan pengertian Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PDKRT) yang termuat dalam undang-undang No.23 tahun 2004, adalah :" Setiap perbuatan terhadap seseorang terutam perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga"(vide, pasal 1 ayat 1).

Sedangkan untuk tindak kekerasan psikis dan fisik ringn dan kekerasan seksual yang terjadi didalam relasi antar suami-isteri, maka yang berlaku adalah aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan KDRT yang dialaminya kepada pihak kepolisian. (vide, pasal 26 ayat 1 UU 23 tahun 2004 tentng PKDRT)

Untuk mengenai sanksi sanksi pidana dalam pelanggaran UU No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk KDRT dibidang seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupah atau antara 25 juta rupiah. (vide, pasal 47 dan 48 UU PKDRT).

Untuk mencegah tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yaiti lewat jalur 'penal'(hukum pidana) dan lewat jalur 'non penal'(diluar hukum pidana). Upaya penanggulangan KDRT merupakan tanggung jawab bersama oleh pihak kepolisian, pemerintah dan masyarakat yaitu upaya yang bersifat preventif dan upaya represif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun