Mohon tunggu...
Wikan Widyastari
Wikan Widyastari Mohon Tunggu... Wiraswasta - An ordinary mom of 3

Ibu biasa yang bangga dengan 3 anaknya. Suka membaca, menulis,nonton film, berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terimakasih Ibu -Sebuah Epilog

2 Desember 2020   04:26 Diperbarui: 2 Desember 2020   04:32 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, saya selalu terbangun tengah malam. Yang kulakukan pertama adalah ke kamar ibu. Membetulkan selimutnya yang pasti, selalu lepas dari tubuhnya, lalu saya akan memandangi wajah ibu, yang semakin terlihat menua, namun tetap segar dan memancarkan semangat yang tinggi dalam menjalani kehidupan yang telah di tetapkan Allah . Dan setelahnya, selalu di dalam sujud malam,  saya  mendoakan Ibu, agar Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya, menyayanginya, seperti ketika saya masih bayi, memberinya usia yang panjang dan kesehatan dan memberikannya akhir yang baik, akhir yang husnul khotimah.

Ibu saya memang semakin menua, bahkan diusia tuanya, Ibu tetap harus berjuang untuk kesehatannya. Divonis mengidap gagal ginjal 4 tahun yang lalu, di usia 75 tahun, maka ibu harus menjalani cuci darah (HD) seminggu dua kali. Dan saya menjadi saksi, betapa Ibu, tetap mengajarkan menjadi pribadi yang tangguh, tegar dan tawakkal dalam menjalani ketetapanNya di sisa usianya. 

Menjadi pengidap gagal ginjal sungguh tidak mudah. Ibu harus menjalan operasi beberapa kali untuk membuat AV Sunt di tangannya, karena gagal dalam 2 kali operasi. Baru pada operasi ketiga, AV sunt itu berhasil dibuat, sebagai jalan untuk mengambil dan memasukkan kembali darah yang sudah bersih ke dalam tubuhnya. Sebelum AV Sunt dibuat, ibuku harus merelakan pahanya dipasang dua selang dengan jarum suntik yang besar sebagai jalan bagi masuk dan keluarnya darah. Tak jarang, paha ibu menjadi hitam lebam karenanya. Dan sangat kesakitan. Tapi ibu begitu tegar menjalaninya dan tak pernah mengeluh sedikitpun. 

6 Desember 2020 nanti, usia ibuku menginjak 79 tahun. Hari ini saya ingin melihat ke belakang, membagikan kebanggaanku pada ibu, betapa ibu, telah menjadi seorang Ibu yang luar biasa bagi kami, anak-anaknya. Bersama dengan Bapak, mereka telah menjadi partner yang sangat kompak saling mendukung untuk mendidik dan memberi teladan bagi kami anak-anaknya.

Ibu adalah madrasah yang pertama dan utama untuk anak-anaknya. Kita pasti sering mendengar kuot itu. Yah, saya  meyakini kuot itu sepenuhnya, karena memang, saya menyaksikan , melalui tangan ibu, nasihat ibu, dan keteladanan yang ibu berikan terhadap kami, 6 orang anaknya, kami semua menjadi pribadi yang tangguh dalam menapaki kehidupan. Sesulit apapun, seberat apapun masalah yang kami hadapi, kami tak mudah menyerah.Ini adalah salah satu karakter yang sukses ibu tanamkan kepada kami anak-anaknya.

Ibu, adalah perempuan sederhana, lahir di sebuah desa bernama Sentolo di Kabupaten Kulon Progo. Lulus dari SGTK, ibu menjadi guru TK sampai masa pensiunnya. Ketika kos dan sekolah di Jogja itu, ibuku bertemu dengan bapakku, yang waktu itu sudah menjadi Guru SD. Kehidupan rumah tangga Bapak dan ibu adalah sebuah proses perjuangan panjang untuk bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik. Mengingat, gaji mereka sebagai pegawai negeri pada masa itu, tidaklah cukup untuk menopang kehidupan sehari-hari, dengan 6 anak yang lahir berturut-turut dan selalu merasa lapar.

Ibu, bersama-sama dengan bapak, bekerja keras, melakukan apapun yang mereka bisa agar kebutuhan hidup tercukupi. Semua dilakoni, asal halal. Mulai dari berjualan garam, baju bekas, sampai beras. Bapakku menerima pekerjaan pengetikan untuk cetak stensil yang dikerjakan di malam hari. Jadi suara mesin ketik brother, selalu menjadi lagu pengantar tidurku. Di saat orang lain tertidur pulas, bapakku terus mengetik sampai lewat tengah malam. Pada masa itu orang mencetak dengan mesin stensil. Yang membuat saya salut adalah meski orangtuaku selepas mengajar mengerjakan berbagai pekerjaan, tapi komitmen dan dedikasi mereka dalam mengajar di sekolah tak pernah berkurang. Ibuku bahkan pernah menjadi juara Guru Teladan tingkat nasional. pada tahun 1987. Bapakku juga menjadi guru teladan tingkat nasional pada tahun yang berbeda, lebih dulu dari ibuku. . Apapun yang mereka kerjakan, selalu dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Ini adalah karakter lain yang ibuku tanamkan kepada kami anak-anaknya. Meski jujur, mungkin saya adalah satu-satunya anak ibu, yang kadang masih suka angin-anginan dalam mengerjakan sesuatu. Well, at least, saya menyadari kesalahan saya dan terus memperbaiki diri.

Ibu, benar-benar diberi kepercayaan penuh oleh Bapak untuk mengelola rumah tangga. Semua gaji yang Bapak dapatkan, 100% diberikan ibu dan ibu diberi kebebasan mengelolanya, untuk apapun, tanpa ditanya. Dan itu terus berlanjut sampai ketika Bapak mendirikan bimbingan belajar, yang kala itu masih sangat langka di Jogja, menjadi bimbingan belajar yang besar dan membuat kehidupan kami menjadi lebih baik dan lebih sejahtera. Pengelolaan bimbel, keuangan, semua ibu yang pegang. Bapak benar-benar hanya fokus pada tugasnya sebagai pengajar dan pendidik di bimbel kami ini.. Melatih guru-guru bagaimana menjadi pengajar yang baik, mengajar dengan sistematis dan banyak lagi yang lain.

Tapi sungguh, meski ibu memegang keuangan keluarga sepenuhnya, tapi ibu tak pernah membelanjakan uangnya sesuka hati. Apalagi belanja barang-barang konsumtif. Ibu lebih suka membeli emas, yang menurut ibu, tidak  akan rugi menyimpan emas, karena harganya pasti akan naik terus. Dari ibu, aku belajar untuk mengelola uang dengan baik. Hemat tapi tidak pelit. Karena ibu tak pernah menolak orang yang datang minta bantuan ke rumah kami. Bahkan kalau ada tetangga yang kesulitan, tanpa diminta ibu selalu mengulurkan tangannya.  Pernah suatu ketika, ibu mengajak aku mengunjungi tetangga yang sedang sakit. Ketika tahu bahwa tetangga kami ini tidak memiliki tempat tidur, hanya tidur di lantai, sedang rumahnya sempit, ibu langsung mengajakku ke toko mebel dan membelikan ranjang lipat untuk tetangga kami ini. Kedermawanan ibu dan empathynya yang besar dengan kesusahan orang lain sama dengan Bapakku, jadi tak ada masalah apapun ketika ibu banyak membantu orang lain, karena Bapakku juga melakukan hal sama.

Dari ibu aku juga belajar bahwa prioritas utama seorang ibu adalah keluarganya. Mendidik anak-anak dengan baik. Memberikan pendidikan yang terbaik, dan memberikan fasilitas apapun yang dibutuhkan anak-anak,  sejauh kemampuan, agar anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang cerdas berkarakter ( meminjam istilahnya Puspeka Kemdikbud). Oya, bicara tentang Puspeka kemdibud, ada banyak sekali webinar dan ILM mengenai penguatan karakter yang bisa ditonton diikuti, yang akan memberi inspirasi bagaimana membangun karakter anak. Dan saya menemui, similar dengan apa yang telah ibu ajarkan pada kami.

Ketika saya dewasa. memiliki anak-anak sendiri ( dan bahkan memiliki sekolah TK sendiri) maka banyak sekali ajaran, nasehat dan keteladanan yang ibu ajarkan, saya ajarkan dan teladankan pada anak-anakku dan murid-muridku.  Saya tak henti-hentinya bersyukur memiliki Ibu seperti ibuku. Yang hidupnya hanya untuk anak-anaknya, keluarganya. Ibu yang cintanya pada kami, anak-anaknya, tak bersyarat sama sekali. Ibu yang cintanya pada kami, menyertai  sepanjang hidup kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun