Dan ternyata, efeknya justru sangat bagus. Anak-anak jadi mengerti sendiri bahwa untuk bisa berprestasi, meraih nilai bagus, juara lomba, dan sebagainya, kuncinya hanya satu, Ya belajar.
Dan mereka bebas menentukan, mau bermalas-malas dengan resiko nilai jelek, atau belajar dan meraih nilai bagus. Mau punya prestasi banyak? Atau hanya menjadi anak-anak biasa tanpa prestasi.
Tentu saja kadang kala saya juga marah dan lupa 'pakem' yang saya buat sendiri, maka rem nya adalah anak-anak. Ketika saya emosi, maka mereka cuma bilang," Nggak usah nge gas maa..."
Maka saya langsung mengatur nafas dan meredakan emosi. Dan cepat-cepat meminta maaf. Sebaliknya anak-anak juga akan mengubah sikap yang membuat saya marah. Yah, namanya juga manusia, pasti ga bisa selalu 'under control' kan?
Hal posisif selanjutnya ketika orangtua tak memaksakan kehendak, tak menuntut, tidak judging, adalah anak-anak tak pernah berbohong. Tak pernah berpikir untuk ngepek kalau ulangan, tak pernah ingin mendapat nilai bagus dengan cara curang.
Maka tak ada was-was ketika anak-anak berkegiatan di luar, tak usah kepo ketika anak-anak main social media.
Tak usah read history di youtube, untuk tahu apa yang mereka tonton. Tak usah was-was anak-anak akan terpapar pornografi atau kecanduan media social, atau termakan hoaks karena mereka sudah mengerti bagaimana mengendalikan diri dan menyaring informasi.
Membentuk anak menjadi pribadi yang dewasa, mampu mengenedalikan diri, mampu mengetahui dan memilih mana yang benar dan mana yang salah, mampu bertanggung jawab, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlaq mulia (baik), adalah tanggung jawab orangtua.
Maka ketika anak-anak dipaksa untuk kembali ke rumah, ini adalah momentum yang tak boleh disia-siakan untuk membentuk karakter mereka. Barangkali, ini adalah hikmah di balik pandemic covid.