Harapan Baru di Tahun Baru.
Tahun baru, baru saja datang.
Kita merayakannya dengan sebuah harapan baru. Sebuah harapan yang tentu saja lebih baik dari tahun sebelumnya.
Saya membuka kembali kaleidoskop perjalanan hidup selama tahun 2020. Tahun di mana saya mengalami kebanjiran di awal tahun dan kemalingan di akhir tahun.
Awal Januari 2020 rumah penuh dengan air. Buku sebagai mahkota seorang penulis banyak yang terendam banjir. Printer hadiah dari EPson sudah tidak bisa dipakai lagi karena terendam air. Kami yang dulu tidur di atas tempat tidur, kini harus ikhlas tidur di bawah lantai dengan alas tikar dan selimut merah.
Cukup parah juga banjir di tahun 2020. Banyak orang mengalaminya. Namun tak separah tsunami Aceh 26 Desember 2004.
Banjir usai datang wabah Corona. Kami tak bisa hidup dalam suasana normal. Bekerja dari rumah adalah pilihan agar virus Corona tak sampai menyerang tubuh.
Namun, untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Kami sekeluarga positif covid-19. Kami harus menjalani masa isolasi mandiri di rumah sebulan lamanya.
Setelah dinyatakan sembuh dan negatif covid-19 kami pergi berlibur ke Bandung. Rumah dalam keadaan kosong. Tamu tak diundang datang membawa sepeda motor honda dan 2 laptop.
Laporan pencurian ke kantor polisi sudah dilakukan. Urus asuransi motor juga sudah dilakukan. Tinggal menunggu berita dari mereka saja. Kalau memang jodoh akan kembali ke pemiliknya.
Manusia lahir tanpa busana dan menangis karena keluar dari rahim ibundanya. Sementara mereka yang melihatnya tertawa bahagia melihat kehadiran bayi mungil yang siap menjadi manusia.