Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saatnya Mahasiswa Malu Jadi Benalu

30 Agustus 2015   06:49 Diperbarui: 30 Agustus 2015   06:49 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang perempuan berusia 21 tahun, mahasiswi sebuah kampus ternama di Depok. Kuliah di jurusan keren pula, Manajemen. Sayangnya mahasiswi ini nampaknya kurang gaul. Sehari-hari, kalau tak sedang kuliah, ia menghabiskan waktunya nonton acara televisi dimana rata-rata acara yang ia tonton adalah tontonan sampah serupa gossip atau FTV bermutu rendah. Sekalinya channel tv dipindah ke acara berbahasa Inggris dia cemberut. Sering pula ia kena tegur ibu kosnya karena selalu menyetel televisi dengan suara keras yang menganggu kenyamanan tetangga, bahkan bermusik seakan di kamarnya sendiri. "Masa bodo," jawabnya saat ditegur.

Suatu hari seorang seniornya yang sudah lulus dari kampus itu menawarkannya kesempatan menjadi relawan di organisasi internasional semacam WWF dan Greenpreace. "Ada gajinya nggak?" tanya gadis itu. Si senior bilang tidak ada, kan namanya relawan bukan kerja. "Tapi, kalau kamu pernah jadi relawan di lembaga internasional kamu nanti bisa ketemu banyak orang loh, sekalian belajar bahasa Inggris. Siapa tahu dapat tawaran kerja juga disana setelah kamu lulus," ujar seniornya. Ia sebenarnya sebal melihat tingkah mahasiswa nggak ada kerjaan. Katanya mahasiswa tapi kok nggak berguna. 

"Nggak lah malas aku kalau nggak ada gajinya. Capek," kilah si gadis. Padahal si senior sedang membuka jalan untuknya. Si gadis mungkin masih polos, bahwa berbekal ijazah dari kampus ternama akan mengantarkan dia pada pekerjaan wah dengan gaji wah juga. "Hey," kata si senior. "Jangan menyepelekan kegiatan kerelawanan yang tidak bergaji loh, kamu bekerja membangun jaringan dan kesempatan kamu sendiri," tambah seniornya. Si gadis tetap menolak.

"Nanti aku minta tolong papaku aja carikan kerjaan," ujarnya bangga dengan papa yang bisa diandalkan. Si senior terbahak-bahak. "Oh, kamu anak papa ya?" ejeknya. Si gadis tersenyum. "Tapi kamu nggak bisa mengandalkan papa loh untuk bisa bekerja di lembaga internasional apalagi di lembaga-lembaga PBB yang gajinya sangat tinggi," kata si senior lagi. "Artis semacam Dian Sastro yang udah kaya raya aja dia punya kegiatan sosial loh, malah bikin yayasan untuk kasih beasiswa," kata si senior mengompori. "Tuh lihat Nadya Hutagalung, model professional cantik dan kaya raya, dia itu duta salah satu lembaga PBB loh untuk isu lingkungan,"

"Masa sih?" si gadis jadi penasaran. 

"Ya iya lah, buat kerja dengan posisi tinggi dan bergaji tinggi tuh perlu pengalaman. Kalau bermodal ijazah doang mah semua orang juga bisa," kata si senior lagi. Ia memancing si gadis untuk bertanya lebih jauh. Si gadis diam saja entah merasa banggsa dnegan dirinya atau merasa malu. "Coba deh kamu belajar bikin CV, curriculum vitae, apa poin pengalaman kamu disana?" si senior. Ia ingin si gadis paham bahwa tidak semua pekerjaan bisa mengandalkan 'papa' yang punya jabatan dan uang. Cuma mahasisw tanpa karakter yang masih menyusu pada papa bahkan setelah lulus kuliah.

"Atau gini deh, kamu jadi relawan ngajar buat anak-anak jalanan gitu. Di Depok ada sekolah Master buat anak-anak jalanan. Yakin deh pengalaman jadi relawan akan berguna buat kamu," bujuk si seniornya lagi. Si gadis tetap menjawab tidak karena alasan capek dan tak bergaji. Ih ,ales banget sih! "Kamu akan anak Manajemen, belajar manajemen dari menjadi relawan itu, siapa tahu nanti kamu punya perusahaan sendiri kan udah punya pengalaman praktek manajemen," dan di gadis tetap menjawab tidak. Ah, si senior dan si gadis sama-sama keras kepala. 

Hari-hari ini kita banyak menyaksikan mahasiswa yang semakin pemalas. Kerjanya cuma kupu alias kuliah pulang. Kalau tidak tidur di kosan mereka akan menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Giliran ada masalah dengan negeri ini mereka mencak-mencak sama Presiden. Ya elah dul!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun