Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumitnya Menjadi 'Papua' di Negeri Bernama 'Indonesia'

3 Desember 2020   08:17 Diperbarui: 3 Desember 2020   08:52 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senyum khas orang Papua.

Cerita tentang emas Papua dimulai pada tahun 1623 saat seorang petualang asal Belanda bernama Jan Carstenszoon/Jan Cartesnz mendapat tugas dari The Dutch East India Company untuk memimpin ekspedisi di wilayah pesisir utara New Guinea. Eksplorasi tersebut untuk membuktikan penemuan daratan atas laporan seorang pelaut bernama Willem Janszoon pada 1606. 

Dalam ekspedisi tersebut, Jan bertemu dengan penduduk asli hingga sampai di puncak Jaya yang sekarang disebut Cartesnz Pyramid. Sayangnya, laporan dia ditertawakan orang Eropa karena menurut mereka nggak mungkin dong di wilayah Khatulistiwa yang panas sepanjang tahun ada salju.

Berdasarkan laporan Jan Carstensz inilah, pada 1936 seorang Geolog Belanda bernama Jean Jacques Zody bersama rombongan kecil melakukan perjalanan ke Papua. Tujuan utama penjelajahan ke Papua tersebut untuk napak tilas ekspedisi Jan Carstesnz yang diolok-olok Eropa, yaitu soal keberadaan salju di puncak Jaya. Dalam penjelajahan ke Cartesnz ini Zody terpukau dengan pegunungan batu tanpa pepohonan sama sekali yang kemudian dinamakan Grasberg yang artinya gunung rumput. 

Dan tak jauh dari lokasi tersebut ada gunung dengan bebatuan hitam berbentuk aneh setinggi 3.500 mdpl. Gunung tersebut ia namakan Erstberg yang bermakna gunung bijih. Cozy membawa sejumlah batuan sebagai sampel ke laboratorium di Eropa dan hasilnya diterbitkan dalam sebuah laporan pada 1939. Namun sayang sungguh sayang, pecahnya Perang Dunia II membuat hasil penelitiannya tak jadi mendapat perhatian.

Pada tahun 1959, seorang eksekutif dari perusahaan tambang Amerika, Freeport Sulphur mempelajari catatan Cozy. Kebetulan, perusahaan tersebut mengalami kehilangan tambang bijih nikel di Kuba akibat kebijakan nasionalisasi pemerintahan Fidel Castro. Saat itu Forbes K. Wilson, manajer eksplorasi Freeport Sulphur mendapatkan informasi mengenai catatan Cozy dan mengatakan akan melakukan eksplorasi ke Erstberg meskipun harus mengalami kematian saat mencapainya. 

Eksplorasi tersebut menelan biaya yang sangat mahal, mencapai US$ 120 ribu. Wilson melakukan persiapan terbaik dengan berhenti merokok dan mengambil semua tindakan imunisasi untuk jenis-jenis penyakit yang pernah dikenal manusia. Saat itu Wilson sudah berusia 50 tahun dan ia bertekad akan menemukan si gunung hitam alias Ertsberg. Usaha Wilson tidak sia-sia dan ia menemukan si gunung hitam yang menjadi awal mula sejarah penemuan tambang emas terbesar di dunia. 

Di tangan Wilson, olok-olok tentang adanya salju di khatulistiwa tidak saja bisa dipatahkan. Melainkan dunia dibuat tercengang bahwa tak jauh dari Carstensz Pyramid justru ada harta karun yang menyilaukan dunia.

Pada 1980, Freeport Sulphur bergabung dengan McMoran, dan sekarang kita mengenalnya sebagai Freeport McMoran, dengan PT. Freeport Indonesia sebagai anak perusahaan. Penggalian awal menunjukkan bahwa cadangan emas di tambang Grasberg akan habis pada 1987, namun berkat penelitian para Geolog, justru ditemukan cadangan emas yang jauh lebih besar. Anomali dan tingkat keasaman bebatuan membuat mereka melakukan pengeboran lebih dalam, mencapai 200 meter. 

Voilla! mereka menemukan harta karun setelah mengebor hingga kedalaman 611 meter. Di kedalaman 591 meter mereka menembus lapisan bijih yang mengandung 1,69% tembaga dan 1.77 gram emas per ton. Penemuan tersebut dianggap sebagai yang paling menakjubkan dalam dunia pertambangan. Penemuan tersebut sekaligus membuat Freeport McMoran semakin kuat menancapkan taring-taring kekuasaannya dalam bisnis pertambangan di tanah Papua.

Beroperasinya tambang Freeport di Papua berdampak signifikan pada perkembangan tatanan sosial orang Papua. Terlebih ketika sebagian besar para pekerja yang merupakan tenaga ahli merupakan orang asing dan non-Papua. Sejak awal beroperasi, orang Papua nyaris tidak mendapatkan apa-apa selain remah-remah di tanah ulayat mereka sendiri. Mereka pun hanya menjadi pekerja rendahan. Hal ini diperparah dengan orang-orang dari berbagai pulau di Indonesia yang memasuki Papua melalui program transmigrasi oleh pemerintah dan transmigrasi mandiri. 

Para migran itu memasuki Papua dengan nilai-nilai yang mereka bawa dari tanah asalnya memberi warna tersendiri bagi sistem sosial di Papua, yang masih memegang teguh hukum adat. Program transmigrasi misalnya, mau tidak mau menggerus tanah ulayat orang Papua demi kepentingan negara. Lantas orang Papua sebagai pemilik tanah dan kekayaan alam Papua mendapatkan apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun