Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melawan Patriarki Bukan Memerangi Lelaki, Lalu Apa?

28 September 2020   06:00 Diperbarui: 28 September 2020   06:33 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
llustrasi oleh Askhita Monga dari arre.co.in

Pengaruh Aristoteles semakin menguat, kemudian meluas dan menyebar berkat Aleksander Agung melalui berbagai penaklukan.

Pada periode yang sama di Tiongkok, peran gender dan pelembagaan patriarki dipengaruhi dan dibentuk oleh Konfusianisme. Sebagai agama resmi Dinasti Han, ajaran ini memiliki aturan ketat terhadap perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Perempuan harus patuh dan setia kepada ayahnya sebelum menikah, kepada suaminya setelah menikah, dan kepada anak lelakinya apabila telah menjadi janda.

Bahkan segala hal tentang cara bicara, berperilaku, berpikir, urusan seksual, hingga urusan sosial perempuan diatur sedemikian rupa. Keutamaan perempuan ditentukan oleh kesetiaan dan kepatuhannya kepada lelaki, dan mengabaikan bahkan nggak perlu menyibukkan diri untuk pengembangan kecerdasan dan bakat. Paham ini diwariskan dari generasi ke generasi dan dipraktekkan secara luas selama berabad-abad.

Masa pasca klasik: di Tiongkok pada era Dinasti Ming ada sebuah ajaran di mana perempuan yang belum menikah haruslah suci sampai ia menikah. Sementera perempuan yang ditinggal mati suaminya tidak boleh menikah lagi sehingga sisa hidupnya mengabdi di keluarga mendiang suaminya. Pada saat yang sama di Jepang, keadaan lebih egaliter sebab memang ajaran Shinto memuja Dewi Amaterasu.

Namun, saat paham Konstantin berkembang di Barat, maka Kaisar Jepang mengubah cara beribadah di mana ibadah didominasi untuk memuja dewa lelaki sehingga terjadi tekanan terhadap kekuatan perempuan. Dimulailah era revolusi patriarki masyarakat Jepang.

Masa modern: menjelang 1653, seorang filsuf Inggris bernama Robert Filmer menyelesaikan sebuah buku berjudul 'Patriarcha' atau 'The Natural Power of Kings' yang didalamnya memuat pernyataan bahwa ia membela hak ilahi para raja yang mewarisi gelar dari Adam, manusia pertama dari spesies Homo Sapiens (manusia) yang dia ambil dari tradisi Yahudi-Kristen.

Namun, pada pertengahan abad ke 18, patriarki mendapat sentimen sebab muncul pemahaman bahwa kelahiran manusia ke dunia tersebab kerjasama ayah dan ibu, sehingga keduanya memiliki derajat yang sama dalam masyarakat. Pada awal abad ke 19, kritik atas patriarki mulai muncul.

Teks sejarah yang menceritakan dunia perempuan mulai dibedah dan terdapat usul penerjemahan alternatif, sebab teks sejarah bercerita tentang suatu masyarakat pada suatu masa, yang tidak berlaku universal. Sementara itu, Dinasti Qing sebagai monarki terakhir di Tiongkok masih berpegangan pada Konfusianisme.

Paham ini bahkan kembali dikembangkan oleh Republik Rakyat China yang dikendalikan Partai Komunis China, di mana terdapat aturan moral khusus untuk lelaki. Misalnya, adanya kebijakan yang mengizinkan pembunuhan pada bayi perempuan (female infanticide) dan praktek serupa sangat terlarang bagi bayi lelaki.

Pembahasan tentang patriarki juga bisa dilihat dari berbagai teori, seperti teori feminis, biologi, sosial dan psikoanalitik. Kalau mau baca lebih jelas bisa main ke-SINI. Sementara model-model patriarki bisa mengacu pada gambaran besar nilai-nilai yang dianut warga dunia hingga saat ini yaitu: Biblical (Yahudi-Kristen), patriarki Tiongkok, pater familia (keluarga Romawi) dan perempuan dalam Islam.

Jika kita bersedia meluangkan waktu membaca bagaimana patriarki tumbuh, berkembang, dan dilembagakan oleh negara, aku yakin bahwa kita akan mudah memahami persoalan sosial yang terjadi saat ini. Sebab, seluruh nilai, kebiasaan, adat, budaya, bahkan kepercayaan yang kita gunakan saat ini merupakan warisan pendahulu kita, termasuk segala sesuatu dalam sistem patriarki yang mungkin eksis di keluarga kita masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun