Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejak Kecil hingga Berusia 23 Tahun, Aku Diajarkan Membenci Agama Lain

25 November 2019   06:15 Diperbarui: 25 November 2019   13:40 11624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi manusia dengan iman yang berbeda-beda (rawpixel)

Sejak kecil aku memiliki banyak pertanyaan tentang Tuhan. Misalnya, saat setiap pukul 5.30 WIB aku menjalankan tugasmu menyapu halaman rumah, aku selalu terdiam, berhenti sejenak mengagumi perubahan warna langit.

Sebagai anak kecil aku bertanya apakah Tuhan ada diatas ketinggian sana atau bagaimana? Aku mengagumi fajar di langit timur, yang menyembul diantara dua bukit yang berwarna biru gelap, kembali bertanya apa yang Tuhan lakukan atas warna langit yang berubah. 

Juga sebuah benda langit, sesekali bulan tidak sempurna dan saat lainnya adalah Venus. Aku sangat suka mendongak ke langit, menyapa Tuhanku dengan cara kekanakan yang sangat menyenangkan. Aku percaya, Tuhan pasti lah keren. 

Ketika aku diajarkan untuk tidak memakan makanan yang dimasak orang Kristen atau memasuki rumah orang Kristen, aku menurut saja. Lagipula orang Kristen yang kukenal adalah guru bahasa Inggris di sekolah semasa SMP yang tinggal di rumah fasilitas dari sekolah, juga guru olahraga semasa SMU. Tak ada guru atau siapapun lagi dengan agama lain. Ajaran ini membekas kuat dalam memoriku, hingga semakin parah saat aku kuliah. 

Saat itu, selain kuliah aku juga aktif di organisasi kampus berbasis Islam. Doktrin tentang kebencian pada mereka yang beragama lain atau bersuku China semakin intens dan menguat.

Terlebih saat itu sedang booming isu Kristenisasi berbasis sihir, sehingga belasan temanku seringkali kesurupan dalam kondisi itu mereka memanggil-manggil Yesus, Tuhan umat Kristen.

Aku menyaksikan keadaan ini dan menolong temanku yang kesurupan dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an di telinga kanan mereka. 

Aku merasa ini aneh dan aku terus bertanya-tanya tanpa menemukan jawaban. Semua pernyataan dan ajaran tentang keimanan ini semakin membuat jarak antara pertanyaan pada jawaban semakin lebar saja, seperti dua bukit yang dipisahkan jurang nan dalam.

Dalam keadaan ini aku hanya bisa bertanya kepada Tuhanku dalam hati dan pikiranku, aku membutuhkan jawaban bukan sebagai bentuk kebencian atas perbedaan iman atau ibadah atau lainnya; melainkan sebenar-benar logika perbedaan dalam kehidupan. Sebab, perbedaan itu kehendakNya. 

Aku kemudian memutuskan untuk keluar dari lingkaran 'seiman' dan masuk ke dunia yang sama sekali berbeda, yang sesungguhnya telah eksis sebelumnya sebelum aku mengurung diriku dalam dunia dengan doktrin homogen. Aku melakukan penelitian lapangan, menginap di rumah orang Kristen atau Hindu, dan memakan makanan yang mereka suguhkan dan shalat di rumah mereka. 

Aku diterima oleh mereka yang memiliki keimanan berbeda denganku dan mereka memenuhi kebutuhanku, dan kami tidak pernah membicarakan agama kami masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun