Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

5 Alasan Mendesaknya Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

17 Juli 2019   05:23 Diperbarui: 17 Juli 2019   06:12 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan seksual. Sumber: ui.ac.id

Lantas, apakah hukuman maksimal 15 tahun penjara bagi para pelaku adil bagi korban yang hidupnya porak poranda? Mengapa kita tidak bisa menghukum mereka dengan lebih berat seperti kebiri atau bahkan hukuman pancung? Mengapa kita selalu menggunakan HAM dalam membela hidup pelaku kekerasan seksual sementara hidup korban sudah hancur berantakan dan tak bisa dikembalikan? 

Bayangkanlah wahai Pembaca, bahwa setelah menjalani 15 tahun hukuman penjara, para pelaku pemerkosaan itu bebas dan kembali ke masyarakat. 

Mereka bisa menjadi residivis atau mungkin bertobat. Saat bertobat mereka bisa kembali berkeluarga dan membangun kehidupan yang baik. Lantas bagaimana dengan korban yang dianggap kotor, hina dan hancur di mata masyarakat? Sungguh tidak adil, bukan? 

Pihak berwenang bisa saja beralasan bahwa di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini belum ada payung hukum khusus untuk menangani kasus kekerasan seksual. 

Ya, kita bisa beralasan demikian karena sebenarnya sejak 2016 Komnas Perempuan dan sejumlah lembaga telah mengajukan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) agar disahkan DPR-RI. 

Harapannya RUU PKS ini menjadi payung hukum khusus bagi kasus-kasus kekerasan seksual. Sehingga para pelaku kekerasan seksual bisa dihukum seberat mungkin dan korban bisa mendapatkan pendampingan untuk melanjutkan hidupnya baik soal pendidikan, ekonomi hingga keterampilan. 

RUU PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL

Oke, memang RUU PKS ini sempat menjadi kontroversi karena perbedaan cara pandang sejumlah pihak. 

Terutama yang 'menganggap' bahwa kerangka pikir RUU PKS ini berasal dari negara-negara barat seperti Eropa atau Amerika. 

Bahkan, tanpa mempelajari lebih lanjut, sejumlah pihak terang-terangan menyatakan bahwa RUU PKS ini pro perzinahan dan LGBT. Duh, malas belajar kok gampang aja main tuduh nggak jelas. 

RUU PKS ini hadir bukan tanpa kerangka pikir logis apalagi mengacu pola pikir negara-negara Barat yang disebut anti Islam dan budaya timur. Masalahnya adalah kekerasan seksual ini terjadi di seluruh dunia dan menyasar lebih banyak perempuan dan remaja perempuan, meskipun banyak juga korbannya laki-laki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun