Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bagi Hartono Lokodjoyo, Bertani Itu Pekerjaan Paling Nikmat dan Menguntungkan

16 Juli 2019   04:07 Diperbarui: 16 Juli 2019   19:17 2334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hartono Lokodjoyo saat menanam bibit lettuce. Dokumentasi Pribadi

Saat para tamu sarapan, Mas Har akan mendampingi mereka dan bercerita mengenai filosofi Hars Garden, seperti sebagai kampanye dalam #BaliNotForSale di mana bisnis pariwisata Bali telah mengancam keberlangsungan lingkungan hidup pulau dewata tersebut. 

Para tamu memberi apresiasi kepada langkah kecil Mas Har dan mereka merekomendasikan kepada teman-temannya untuk menginap di rumah pohon Hars Garden. Demikianlah nilai-nilai baik tersebut berlipat ganda, menyebar, mendatangkan persahabatan lintas negara dan tentunya keuntungan material yang melimpah. 

Paradoks Pertanian Indonesia
Mas Har pernah merasa sangat malu menjadi petani. Bahkan ia pernah lari terbirit-birit ketika mantan pacarnya melewati lahan pertanian keluarganya di Sragen. Bukan apa-apa memang, menjadi petani miskin adalah bukti bahwa keluarganya tidak mampu secara finansial. Jangankan membangun rumah mewah berbahan semen atau membeli mobil, membayar biaya sekolah SMU saja tidak mampu. 

Mas Har mengaku bahwa hingga usianya 33 tahun, rumah keluarganya di Sragen adalah yang paling jelek. Karena itulah, ia bertekad untuk menjadi petani dengan cara bertani yang cerdas sehingga lahan pertaniannya bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah dan ia memiliki kehidupan yang baik. 

Ia hendak menebus kemiskinan akut yang membuahkan rasa malu di mata manusia lain dengan menjadi petani sukses, agar derajatnya sama tinggi dengan para eksekutif muda di Jakarta yang kaya raya dan memiliki aset menggiurkan. 

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, bahwa sepanjang 2010-2017, jumlah petani Indonesia menurun dengan persentase 1,1% per tahun. Jika pada 2010 jumlah petani Indonesia adalah 42,8 juta jiwa, maka penurunan menyebabkan jumlahnya menjadi 39, 7 juta jiwa pada 2017. Lalu, bagaimana selanjutnya nasib petani tanah air ini? 

Hal ini juga menjadi pertanian Mas Har, terutama ketika ia melihat bahwa kampanye #BaliNotForSale tidak realistis dalam menjawab tantangan zaman, seperti tingginya alih fungsi lahan persawahan di Bali menjadi villa dan hotel. 

"Orang asing datang ke Bali, terutama Ubud ini kan ingin melihat sawah-sawah yang indah bagai permadani di kaki langit. Saat mereka tiba di Bali kok ya sudah berubah dan sawah-sawah yang indah sudah berubah menjadi hotel atau villa atau bangunan lain yang menggunakan semen, yang tidak ramah lingkungan," ujar Mas Har saat menunjukkan kondisi persawahan di sekitar Hars Garden yang mulai beralih fungsi. 

"Belum lagi kan budaya orang bali yang misalnya suka menyabung ayam, sampai-sampai harus menjual lahan pertanian demi membayar utang gara-gara kalah judi. Ini kan namanya warga asli Bali sendiri yang kehilangan lahannya. Pemerintah Bali ini tidak melihat ini sebagai masalah karena bagi mereka sabung ayam ya budaya Bali. Padahal kalau budaya merusak yang dihapuskan saja," katanya lagi. 

Hartono dan sejumlah wisatawan asing sebelum memulai Gardening Class. Sumber: Hartono Lokodjoyo
Hartono dan sejumlah wisatawan asing sebelum memulai Gardening Class. Sumber: Hartono Lokodjoyo
Mas Har berpendapat bahwa pola pikir petani dan industri pariwisata di Bali harus berubah. Tentu saja bukan demi kebaikan orang asing, melainkan orang Bali sendiri dan petaninya. Misalnya, Mas Har mengusulkan bahwa setiap petani membangun satu saja rumah pohon di lahan sawah atau kebunnya. 

Pembangunan rumah pohon tidak menghilangkan habitat asli si pohon tumbuh, melainkan mengintegrasikan hunian ramah lingkungan dengan alam apa adanya. Integrasi rumah pohon dan usaha pertanian ini mendatangkan dua keuntungan sekaligus, yaitu dari usaha sektor jasa dan produk pangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun