Oleh karena itu mari sedikit berempati kepada anak-anak dari keluarga broken home.  Bukan untuk mengasihani keadaan mereka, melainkan untuk mengurangi  kesedihan dalam hati mereka. Tidak perlu memamerkan rencana mudik dan  lebaran kalian, karena itu akan semakin menggarami luka hati yang belum  ditemukan obatnya. Jangan pula bertanya apakah akan merayakan lebaran di  perantauan atau di kampung halaman, karena pertanyaan itu seperti  belati yang mengiris hati, yang jawabannya adalah: kami ingin sekali  mudik, tapi keadaan membuat kami nggak bisa mudik. Jika kalian mau  berbesar hati cukuplah dengan sesekali menemani saat waktu berbuka puasa  tiba untuk berbagi kebahagiaan dan harapan, bahwa di dunia ini selalu  ada cara untuk tersenyum meski hanya sebentar.
Wahai  ayah dan ibu, jika kalian rindu teleponlah anak-anak kalian yang  kesepian itu. Di dunia ini, tidak ada yang lebih dirindukan anak-anak  keluarga broken home selain sapa penuh rindu orangtua meski  keduanya sudah tidak tinggal dalam satu atap. Jangan biarkan luka yang  mengendap terlalu lama dalam hati anak-anak kalian membuat mereka  menjauh dari hidup kalian karena merasa dibuang dan tidak diinginkan.  Jangan sampai, gengsi level tinggi merenggut anak kalian selamanya.
Mari  jadikan Ramadhan tahun ini bukan saja sebagai momen untuk meningkatkan  kualitas penghambaan kita kepada Allah dan layanan sosial kepada mereka  yang tidak beruntung. Juga sebagai sarana memperbaiki hubungan keluarga  entah antara suami dan istri atau antara orangtua dan anak. Tidak ada  yang tidak mungkin sebelum dilakoni, bukan?