Mohon tunggu...
Wijanarto
Wijanarto Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Sejarah Alumnus Magister Sejarah Undip Semarang

#mencintai sejarah #positiv thinking# niku mawon {{{seger kewarasan}}}

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Surat-surat Abadi

3 Maret 2020   16:37 Diperbarui: 4 Maret 2020   20:41 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menulis surat bagi Kartini bukanlah media pelampiasan dari keterisoliran sosial dari budaya pingitan. Lebih dari itu, memaknai surat-surat Kartini adalah menangkap suara zaman perempuan Jawa dan Hindia Belanda.

Kartini merupakan produk Politik Etis dan anak kandung politik modernisasi awal abad XX yang oleh sejarawan Takashi Shiraishi (1990) dengan semboyan vooruitgang (kemajuan) dan opvoeding (pendidikan). 

Surat abadi Kartini menjadi produk relasi kolonial antara koninklijke Belanda dengan Hindia Belanda. Simak saat Kartini menyuarakan kekecewaan ihwal perkawinan dalam surat tertanggal 6 November 1899 :

".......tidak ada yang dilakukan, hari baik itu akan tiba, pasti tiba saat dimana aku akan disanding dengan seorang suami yang belum kukenal. Di Jawa, cinta hanyalah khayalan. Bagaimana suami isteri bisa saling mencintai jika mereka baru bertemu untuk pertama kalinya pada saat mereka sudah resmi terikat pada sebuah perkawinan".

 Dari Keintiman Personal Menjadi Arsip Sejarah Sosial

Walau surat merupakan produk keintiman personal serta melibatkan emosional yang menulis dan membaca, tak bisa dikesampingkan jika meruah pada ranah publik sudah menjadi dokumentasi zaman sekaligus arsip sosial yang tak bisa dilupakan. Tradisi menulis surat sebagai arsip sejarah dan laporan politik pemerintahan telah dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. 

Para pejabat kolonial Hindia Belanda (Binnelands Bestuur) mengenal betul mengenai Memorie van Overgave (Memori Serah Terima Jabatan) pejabat Residen. Koresponden laporan pejabat Residen tersebut melindapkan catatan kritis kepada pejabat Gubernur Jendral tentang wilayah yang dipimpinnya.

Selain itu terdapat produk arsip sejarah sosial yang disebut mailrapporten. Mailrapporten merupakan produk yang berisikan surat resmi tentang laporan mengenai kejadian-kejadian yang berkembang dan perlu menjadi prioritas penanganan.

Radikalisasi kaum pergerakan kebangsaan pada periode 1923-1926 adalah salah satu contoh beberapa mailrapporten yang dilaporkan soal gejolak keresahan sosial politik.

Surat-surat pejabat kolonial tersebut tentu bukan produk komunikasi keintiman personal, melainkan korespondensi resmi yang menyampaikan kondisi faktual guna pertimbangan langkah kebijakan. Kita tidak mengetahui bahwa penanganan keras atas radikalisasi di Hindia Belanda tahun 1926, lahir dari akurasi korespondensi surat pejabat kolonial. Dari secarik surat, lahir kebijakan politik kolonial.

Tanpa diketahui khalayak, komunikasi personal melalui surat melahirkan kebijakan. Laporan korespondensi Boyd R Compton kepada International Current World Affairs (ICWA) periode 1950-an menyiratkan deskripsi menarik soal kondisi Indonesia pasca dekolonisasi. Boyd R Compton merupakan mahasiswa seangkatan Clifford Geertz , Herbert Feith dan Daniel S Lev yang menjadikan Indonesia sebagai studi ilmu sosial yang menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun