Mohon tunggu...
Tjatur Wiharyo
Tjatur Wiharyo Mohon Tunggu... Lainnya - Bapak Tiga Anak

Smile at the Storm

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyesal Membayar Ojek Online Rp 100.000

7 Maret 2016   06:25 Diperbarui: 9 Maret 2016   01:57 16521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: Smeaker.com"][/caption]Hujan membuat saya ketinggalan kereta jurusan Bogor terakhir, pada Sabtu (5/3/2016) dini hari WIB. Saya akhirnya memesan layanan ojek Grabbike. Pada saat memesan, tertera angka Rp 41.000.

Singkat cerita, saya diantar ke Depok, Jawa Barat, oleh pengemudi bernama Khoirullah. Ketika hendak memutar di sebuah putaran kecil, kami berada di belakang sebuah mobil pick-up yang juga hendak berputar, padahal putaran itu hanya cukup untuk sepeda motor.

Roda-roda kanan pick up itu pun menghajar pembatas jalan. Pick-up itu berhasil berputar dan langsung tancap gas. Ketika kami hendak mulai melaju, Khoirullah melihat bahwa sebagian pembatas jalan lepas dari "induknya" dan terguling agak jauh ke badan jalan.

"Maaf, Pak. Berhenti sebentar enggak apa-apa, kan? Ini batu mesti digeser, kalau enggak bahaya buat pengemudi lain. Mana jalannya sepi. Bisa bikin orang mati, nih," ujar Khoirullah kepada saya.

Saya mengiyakan dan kami sama-sama turun untuk memindahkan sempalan pembatas jalan itu. Saya tak tahu berat sempalan itu, tetapi sempalan itu tak bisa diangkat oleh satu orang.

Saya dan Khoirullah kemudian melanjutkan perjalanan. Sepanjang jalan, Khoirullah bicara soal banyak hal, selain soal sempalan itu, seolah-olah memindahkan sempalan itu urusan kecil. Khoirullah mungkin tak sadar, bahwa ia sudah menyelamatkan banyak orang. Jangan lupa, sempalan itu bisa saja mencelakakan orang yang merupakan tulang punggung keluarga.

Bagi saya, tindakan Khoirullah adalah tamparan. Saya pun berpikir bagaimana mengucapkan terima kasih karena ia sudah mengajarkan kepada saya, dan mungkin juga Anda, soal sesuatu yang bagi beberapa orang adalah bahan tertawaan, kepedulian.

Saya pun berjudi. Di kantung saya ada pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000. Saya berniat mengambil salah satunya tanpa melihat dan itu yang akan saya berikan.

Tiba di tujuan, saya merogoh kantung, mengambil satu lembar uang dan memberikannya kepada Khoirullah. Setelah itu, saya baru tahu bahwa uang yang saya ambil adalah pecahan Rp 100.000. Khoirullah kemudian berterima kasih kepada saya dengan tatapan gembira.

Saya bersyukur karena saya mengambil pecahan yang besar. Namun, sambil mengayunkan kaki, saya menyesal. Kenapa saya harus berhitung untuk orang yang telah menghindarkan banyak orang dan keluarga dari petaka? Kenapa saya tak memberikan saja semua uang yang ada di saku saya? Khoirullah seharusnya layak mendapatkan lebih, bahkan dari yang ada di saku saya.

Sesal kemudian tak berguna. Saya ternyata masih perlu belajar lebih keras.

Terima kasih, Pak Khoirullah. Semoga Tuhan selalu menyertai Bapak dan keluarga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun