Mohon tunggu...
Wienndy Dy
Wienndy Dy Mohon Tunggu... -

Suka baca, kayak pp-nya.. Suka pantai, jadi terbawa santai.. Suka tidur, tapi jarang bermimpi.. Karenanya, aku tidak punya banyak impian :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dia tidak ada di testimoni itu...

6 November 2012   03:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:55 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan April tahun ini, adalah awal dari akhir kehidupan seorang teman baik. Bagaimanapun manusia berencana dan berusaha, semua tetap harus kembali kepada Sang Pemilik Jiwa.

Kesamaan sakit, semakin mendekatkan kita, walau aku sudah tidak menjadi bawahannya lagi. April tahun ini, aku menemukan benjolan di tulang clavicula. Teteh, demikian aku memanggilnya, juga dideteksi ada benjolan di kepalanya. Mungkin ini yang menyebabkan dia sering mengeluh pusing. Kita  saling menyemangati dalam mencari kesembuhan. Ternyata aku lebih beruntung karena sakitku bisa diatasi dengan tanpa operasi, namun harus rutin minum obat tanpa terputus minimal enam bulan dan kontrol rutin sebulan sekali. Dan tak terasa sekarang aku sudah menginjak bulan ke enam.

Sementara Teteh, sesaat setelah ditemukan benjol di kepalanya yang didiagnosa tumor, bersedia menjalani operasi. Namun siapa sangka, saat pemeriksaan badan secara keseluruhan sebelum proses operasi itu, ditemukan sesuatu di sekitar paru-parunya. Diagnosa saat itu adalah kanker kelenjar getah bening atau sebarannya. Jangankan yang mengalami, aku yang mendengarkan saja sudah cukup kaget dan shock. Hingga akhirnya Teteh memutuskan untuk berhenti sejenak dari pengobatan medis dan beralih ke herbal, juga mengajukan cuti panjang sampai Desember untuk fokus ke proses penyembuhan.

Karena memilih kembali ke kampung halamannya di Pandeglang, aku tidak pernah menjenguknya. Komunikasi tetap berjalan melalui telpon atau sms. Kondisinya katanya membaik. Mungkin dibantu dengan udara yang masih bersih dan terbebas dari stres pekerjaan? Entahlah, yang pasti akupun selalu berdoa untuk kesembuhannya.

Bulan Juli. Temanku yang juga di kantor itu mengabarkan bahwa Teteh masuk rumah sakit lagi. Aku kaget, karena dia tidak pernah mengabarkan hal ini kepadaku. Hingga akhirnya kita bertemu kembali di rumah sakit itu. Kondisinya tampak lebih kurus, padahal dulu dia sedikit lebih gemuk dariku. Kadang saat kita bercerita, dia mengernyitkan kening dan memejamkan matanya menahan sakit. Alat di sebelahnya adalah pain reliefer berupa morfin yang digunakan saat sakit semakin tak tertahankan. Tapi semangatnya untuk tetap optimis dan sembuh, ditambah dengan kunjungan teman-teman baik dari kantor maupun kantor suaminya menjadikannya selalu ceria. Dalam hati aku berpikir, sesakit apakah rasanya? Sedangkan aku baru kena pusing sedikit aku merasa merana dan kehilangan gairah, langsung KO dipukul oleh pusing itu. Sedangkan Teteh? Sudah berapa lama pusing yang hebat menyerangnya sebelum ditemukan benjolan di kepalanya?

Seminggu dua atau tiga kali aku menjenguknya. Selintas dia tidak terlihat sakit. Masih bisa berjalan ke kamar mandi. Saat menjenguk itu, aku melihat buku tentang semacam perjuangan melawan kanker, berdamai dengan kanker. Judul tepatnya aku tidak ingat. Lalu ada juga buku My Stupid Boss yang juga favoritku. Kita sempat tertawa-tawa membaca beberapa kisah kocak tapi menjengkelkan tentang si Boss yang pelitnya ampun-ampunan di buku itu dan membandingkan dengan bos-bos yang kita punya. Wah, jauuhhhh J Lalu, di lain hari sepintas aku lihat ada buku yang membuatku sedikit merinding. Menjemput kematian? Aduh, siapa gerangan yang memberi buku itu? Atau mungkin Teteh sendiri yang menginginkannya? Aku tidak berkomentar apapun. Tidak akan menjadi bahan pembicaraan saat kita bertemu.

Aku tidak menjenguknya lagi, karena Teteh akhirnya memutuskan berobat ke RS Kanker Guangzhou, Cina. Berhubung aku tidak punya BB, maka aku mengirim sms saja. Tapi entah nomer yang diberi salah, hingga sms-ku selalu gagal terkirim. Pastinya, aku tetap membantunya dalam doa.

Bulan Agustus. Email pertama dari Teteh menyapa kita semua di kantor. Berita bahagia dan penuh harapan akan kesembuhan

...Benjolan di kepalaku sudah mengecil, batukku jauuuuh berkurang, udah hampir 5 hari ini juga sudah gak sesak nafas, pipis yg tak lagi susah, kaki kiri yg sakitnya sudah jauuuh berkurang.
Alhamdulillah, mudah-2an berobat ke sini memang jalan terbaik
...

Teteh sempat pulang ke Jakarta setelah lebaran namun cuma sebentar karena harus kembali meneruskan pengobatan. Sempat pula bercerita tentang proses ‘penembakan’ sel-sel tumor langsung ke sasaran lewat pembuluh darah, yg mereka sebut ‘zero’, dan kemo terapi. Bagaimanapun canggihnya pengobatan, Teteh sempat terkapar sampai seminggu dan tidak bisa makan karena mual, dan berharap agar proses selanjutnya durasi terkaparnya bisa lebih pendek. Amin Teteh, kita semua juga berharap seperti itu.

Bulan Oktober. Berlalu tanpa kabar yang berarti. Hanya informasi Teteh sedang menjalani tahap pengobatan kedua dari tiga tahap. Melihat kemajuan di bulan-bulan sebelumnya, aku dan teman-teman berharap semua berjalan lancar.

Awal November. Sore hari sekitar jam 16.30 menjelang pulang kerja. Ada email dari Mbak Ita, yang selama ini menjadi messenger antara kantor dan Teteh. Paragrap pertama sudah membuatku lemas. Sedih. Tak percaya. Mengabarkan bahwa kondisi Teteh semakin memburuk. Pihak rumah sakit tampaknya sudah menyerah. Keluarga memutuskan untuk membawa Teteh kembali secepatnya ke Jakarta. Juga dengan himbauan, sementara ini tidak mengirim sms atau BBM kepada Teteh. Tanpa itupun, Teteh dan keluarga mengerti bahwa kami di Jakarta selalu memikirkan dan berdoa untuk dia. Dalam perjalanan pulang, aku banyak termenung. Ada suara hati yang aku ingkari sendiri, namun cepat aku hilangkan semua itu.

Minggu kedua November. Saat lagi duduk di Kopaja AC yang akan membawaku ke kantor, sms masuk. Beritanya pendek.

... Sad news. Teteh meninggal subuh tadi waktu Cina L

Ini nyata, seperti suara hati yang tempo hari aku ingkari. Teteh akhirnya berpulang. Tak kuasa lebih lama lagi berperang melawan kanker. Termasuk cepat waktu sakitnya. April – November, setengah tahun lebih. Bulan Desember yang diperkirakan adalah akhir dari masa cuti sakitnya pun tak sempat dilewatinya.

Kisah kehidupan manusia, masing-masing punya cerita. Tentang Teteh, kata bosku “She was such a wonderful person...” Kebaikan-kebaikannya akan selalu aku dan teman-teman ingat. Dan aku masih menunggu kabar kedatangannya dari Cina. Alangkah pedih, menyambut kedatangan teman baik dalam bentuk jasadnya dan mengantarkannya ke peristirahatan terakhir di kampung halamannya.

Dulu sempat terlintas harapan saat melihat testimoni pasien-pasien rumah sakit kanker tersebut yang bisa bertahan dan sembuh. Berharap Teteh ada di antara pasien-pasien yang berhasil itu. Namun manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan. Semoga diampuni segala dosanya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan. Selamat jalan Teteh...

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun