“Hehehe, semua orang di kantor ini baik-baik kok, ntar juga kamu bakal betah kerja di sini tanpa kehadiranku.”
“Kalau semua pada baik-baik kenapa mbak memutuskan resign?” pertanyaan Bela menjebak Salsa.
Itu karena penawaran dari pak Panji Bel, Salsa berbicara dalam hati. Penawaran yang telah merendahkan martabatnya sebagai wanita baik-baik.
“Karena aku mau pulang kampung Bel. Kayaknya aku gak bisa hidup di Jakarta. Ternyata Ibu kota lebih kejam dari ibu tiri,” jawaban itu yang berhasil keluar dari mulut Salsa membuat Bela diam.
***
Ini hari terakhir Salsa di kantor. Setelah selesai berpamitan dengan semua rekan kerjanya, Salsa membereskan barang-barangnya. Semua barang akan dimasukkan ke dalam sebuah kardus.
“Mbak Salsa, gak mau pamitan sama Pak Panji?” beliau masih ada di kantor. Kami baru selesai meeting,” kata Bela menghentikan kegiatan Salsa.
“Tidak Bel. Aku gak mau menganggu beliau. Lagian beliau sudah tahu kalau hari ini hari terakhirku,” Salsa menjawab.
“Oke deh Mbak. By the way, terima kasih banyak ya mbak buat bantuannya selama ini.”
“Iya Bel.”
“Mbak, ada yang mau kutanyakan. Pak Panji itu karakternya gimana ya? Pak Panji sepertinya orang yang tertutup ya mbak?”