Mohon tunggu...
Dwi Pakpahan
Dwi Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Perempuan

WNI

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kedatangan yang Dinantikan

14 Februari 2021   22:18 Diperbarui: 14 Februari 2021   22:28 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jarum arloji dipergelangan tanganku yang menunjukkan pukul empat sore tak membuat aku mundur untuk menantikanmu.

Walau telah telat tiga jam dari jadwal pertemuan kita, aku tetap setia menunggumu.

Ini hari valentine, kita telah berjanji untuk bertukar kado. Aku telah membeli kemeja berwarna biru kesukaanmu dan telah dibungkus rapi dengan kertas kado berwarna senada.

Aku penasaran akan kado apa yang akan kau berikan padaku? Apakah sepatu? Atau sebuah cincin? Aku benar-benar penasaran.

Senja mulai menghampiri dan aku tetap tak bergeming dari tempat dudukku. Aku meminum lemon tea pesananku, minuman kesukaan kita.

Aku sengaja memilih duduk di dekat jendela kafe ini agar aku bisa melihat kedatanganmu dari luar.

Aku benar-benar tak sabar akan kehadiran dirimu dan aku masih tetap setia menunggumu.

Jarum arloji dipergelangan tanganku telah menunjukkan pukul tujuh malam. 

Seorang waitress yang sama menanyakan pertanyaan yang sama juga padaku, apakah aku sudah mau memesan makanan. Jawabanku pun masih sama seperti aku pertama datang tadi, aku akan memesan makanan jika kau telah datang.

Pengunjung kafe mulai ramai, mereka datang berpasang-pasangan, hanya aku yang tidak ada pasangannya. Aku tak peduli. Sebentar lagi pasanganku akan datang yaitu kau kekasih hati.

Aku masih sibuk dengan pikiranku, mungkin kau terlambat karena macet di jalan atau banyak kerjaan di kantor. Aku tak masalah menunggumu lama.

Aku tahu pasti kau akan datang karena di hari ini kita juga merayakan hari jadi kita yang ke tiga tahun. Selama ini kita selalu merayakannya di kafe ini dan kau tak pernah lupa.

"Mbak, sudahlah. Jangan menunggu lagi. Ayo kita pulang!" suara adikku Siska terdengar jelas di telingaku.

"Siska, jangan mengangguku. Kau saja yang pulang. Mbak akan tetap menunggu Mas Satria. Hari ini hari spesial kami," kataku kesal.

"Tapi Mbak, Mas Satria telah meninggal dua minggu lalu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun