Jarum arloji dipergelangan tanganku yang menunjukkan pukul empat sore tak membuat aku mundur untuk menantikanmu.
Walau telah telat tiga jam dari jadwal pertemuan kita, aku tetap setia menunggumu.
Ini hari valentine, kita telah berjanji untuk bertukar kado. Aku telah membeli kemeja berwarna biru kesukaanmu dan telah dibungkus rapi dengan kertas kado berwarna senada.
Aku penasaran akan kado apa yang akan kau berikan padaku? Apakah sepatu? Atau sebuah cincin? Aku benar-benar penasaran.
Senja mulai menghampiri dan aku tetap tak bergeming dari tempat dudukku. Aku meminum lemon tea pesananku, minuman kesukaan kita.
Aku sengaja memilih duduk di dekat jendela kafe ini agar aku bisa melihat kedatanganmu dari luar.
Aku benar-benar tak sabar akan kehadiran dirimu dan aku masih tetap setia menunggumu.
Jarum arloji dipergelangan tanganku telah menunjukkan pukul tujuh malam.Â
Seorang waitress yang sama menanyakan pertanyaan yang sama juga padaku, apakah aku sudah mau memesan makanan. Jawabanku pun masih sama seperti aku pertama datang tadi, aku akan memesan makanan jika kau telah datang.
Pengunjung kafe mulai ramai, mereka datang berpasang-pasangan, hanya aku yang tidak ada pasangannya. Aku tak peduli. Sebentar lagi pasanganku akan datang yaitu kau kekasih hati.
Aku masih sibuk dengan pikiranku, mungkin kau terlambat karena macet di jalan atau banyak kerjaan di kantor. Aku tak masalah menunggumu lama.
Aku tahu pasti kau akan datang karena di hari ini kita juga merayakan hari jadi kita yang ke tiga tahun. Selama ini kita selalu merayakannya di kafe ini dan kau tak pernah lupa.
"Mbak, sudahlah. Jangan menunggu lagi. Ayo kita pulang!" suara adikku Siska terdengar jelas di telingaku.
"Siska, jangan mengangguku. Kau saja yang pulang. Mbak akan tetap menunggu Mas Satria. Hari ini hari spesial kami," kataku kesal.
"Tapi Mbak, Mas Satria telah meninggal dua minggu lalu."