Mohon tunggu...
widyastuti jati
widyastuti jati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Salatiga

mengagumi keindahan alam dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Misteri Rumah Dinas

14 Februari 2023   08:53 Diperbarui: 14 Februari 2023   08:59 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam menunjukkan angka 1 malam, tak lama terdengar suara lalu lalang kendaraan, pertanda para tengkulak sayuran sudah pada  berangkat , membuat hatiku semakin tenang dan bisa tidur dengan nyenyak.

Seiring dengan waktu, kami semakin terbiasa dengan keadaan di rumah dinas ini. Apalagi putriku  yang duduk di kelas 4  sudah pindah sekolah di tempat kami berdinas, tentu membuatku semakin tenang. Kami berusaha menyesuaikan lingkungan , bergaul dengan masyarakat dan selalu mengikuti kegiatan yang ada.

Kami  sangat menikmati tinggal di rumah dinas , setiap sore dan hari libur, kami cukup berwisata di sekitar rumah . Memberi makan dan melihat   ikan-ikan emas yang berjumlah ratusan  berebut makanan dan menari-nari lincah di kolam, sangat menghibur. Kadang aku mengajak kedua anakku ke kebun belakang, memetik labu siam,  dan daun-daunnya yang masih muda, menggali  ketela pohon  atau memetik  buah alpukat dengan menggunakan galah.

Setiap hari Kamis sekitar pukul 5 pagi aku melihat ibu-ibu mencari bunga kantil yang berjatuhan atau memetik dari ranting pohom yang  bisa dijangkau. Kata mereka bunga itu  digunakan untuk "nyekar", melengkapi bunga setaman. Bunga setaman terdiri dari mawar, melati, kenanga dan kantil.   

Sementara suami siap melayani masyarakat 24 jam di rumah dinas  setiap hari meski usai jam kerja bahkan hari libur pun ada tamu. Dari jam lima pagi sudah ada tamu yang meminta tanda tangan, biasanya surat keterangan tidak mampu apabila mereka harus operasi atau sakit berat di rumah sakit. Aku merasa senang bila banyak tamu di rumah, karena rumah menjadi tidak sepi dan kelihatan "regeng".

Tahun 2000, sinyal masih sulit, kendaraan umum di atas pukul 6 sore  sangat jarang. Padahal aku sering pulang sore karena kesibukan di tempat kerja. Biasanya aku telepon lewat wartel agar suami menjemput. Suatu hari ketika  pulang sore, aku tidak menjumpai satu bus pun atau kendaraan umum karena kata orang para sopir sedang mogok akibat kebijakan yang baru.

 Aku mencoba telepon suami melalui wartel, tetapi sinyal tidak ada sehingga aku tidak bisa menghubungi . Senja mulai menjelang, tetapi belum satu pun kendaraan yang lewat. Aku melihat ada mobil pick up yang dinaiki para ibu  sepulang dari pasar, kebanyakan dari mereka membawa bakul besar. Kakiku melangkah menuju kendaraan itu, dan tanpa pikir panjang  aku pun naik.

Duduk berdesak-desakan di bak belakang mobil di senja hari merupakan pengalaman pertamaku. Aku satu-satunya penumpang yang memakai pakaian dinas. Mobil melaju dengan kencang, angin senja  yang dingin menusuk kulit,  tangan kusilangkan untuk menahan dingin. Sendau gurau dan sapaan yang ramah dari ibu-ibu penjual sayur itu mengurangi rasa dingin.  

Aku pun menikmati perjalanan ini, sambil mendengarkan pengalaman-pengalaman mereka. Ibu-ibu dari desa itu tampak bahagia dengan apa yang mereka miliki, bisa makan tiga kali , badan sehat ,bisa mengaji dan bekerja sudah cukup bagi mereka. Aku banyak belajar dari mereka bahwa hidup itu tidak perlu neko-neko, selalu bersyukur atas pemberian Allah agar hidup lebih ayem atau tenang.

Ketika  turun  di depan rumah dinas, hari sudah gelap, karena sudah lewat maghrib. Kulangkahkahkan kaki menuju rumah dinas yang jalannya menanjak. Garasi mobil yang  kira-kira 20 meter dari jalan masih gelap. Dan tiba tiba aku melihat sekelebatan bayangan putih di depan garasi di bawah pohon kantil. Aku segera membaca ayat kursi sembari berjalan menuju teras rumah  yang ada di sebelah kiri. Kejadian seperti itu akhirnya sudah terbiasa , tentunya aku tidak pernah menceritakan pada anak-anak. Aku hanya menyuruh mereka  membaca ayat kursi sesudah salat  dan sebelum tidur.

Tepat delapan bulan kami menempati rumah dinas , suami menerima SK  untuk pindah ke daerah lain. Suami dengan tenang menyuruhku untuk packing barang-barang  dan sedikit-demi sedikit kami bawa di rumah dinas baru yang jaraknya kira-kira 18 km. Sebagai Abdi Negara suami selalu siap ditempatkan di mana saja tanpa banyak mengeluh dan protes.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun