Mohon tunggu...
Widyastuti
Widyastuti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerbitan SK Baru: Benarkah Ini Sebuah Solusi?

30 November 2020   22:12 Diperbarui: 30 November 2020   22:19 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Widyastuti*

Permasalahan pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum terselesaikan. Sampai tanggal 26 November 2020, setidaknya ada 517.000 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Di Provinsi Banten sendiri, ada 12.223 kasus positif Covid-19. Dengan 8.396 jumlah kasus sembuh, dan 318 jumlah kasus meninggal dunia.

Tidak dapat dipungkiri bawa Covid-19 telah mempengaruhi kinerja sektor industri keuangan. Bukan hanya perbankan nasional saja, namun perbankan daerah juga terkena dampaknya. Salah satunya Bank Banten.

Belum lama ini Gubernur Banten, Wahidin Halim menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 580/kep.144-Huk/2020 pada 21 April 2020. Dalam keterangan resmi yang dirilis Pemprov Banten dijelaskan bahwa diperlukannya segera pemindahan RKUD dari Bank Banten ke Bank BJB. Dalam surat keputusan itu juga memuat tentang penunjukkan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) cabang khusus Banten, sebagai Tempat Penyimpanan Uang Milik Pemerintah Provinsi Banten.

Kebijakan Gubernur Banten tersebut selanjutnya tertuang dalam Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Bapenda Banten No: 973/325-BAPEDA.03/2020 yang ditanda tangani oleh Kepala Bapenda, Opar Sohari yang menyatakan pengalihan pengelolaan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Provinsi Banten dari Bank Banten ke Bank BJB.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Rina Dewiyanti selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) mengatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.12/2019, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah, PPKD selaku BUD harus membuka Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) pada bank umum yang sehat. Dengan dalih bahwa pemindahan RKUD semata dalam rangka menjaga kesinambungan proses pelaksanaan APBD ke depannya. Termasuk upaya target penanganan Covid-19 dan juga pembayaran belanja yang wajib, seperti gaji, listrik, jaminan kesehatan, dan belanja operasional yang sudah direncanakan.

Pemindahan Kas Daerah dari Bank Banten ke Bank BJB ini menimbulkan banyak tanda Tanya. Karena kemungkinan besar dampak dari kebijakan tersebut malah semakin memperparah likuiditas Bank Pembangunan Daerah (BPD) tersebut, terlebih lagi babanyadi masa pandemi seperti ini. Sehingga secara perlahan akan menghilangkan keberadaan Bank Banten tersebut. Padahal Bank Banten sendiri merupakan kebanggaan rakyat Banten. Belum lagi jika memikirkan nasib para karyawan yang kini keberlangsungan hidupnya ditentukan dengan keberadaan Bank Banten.

" Seharusnya Pemprov Banten memperkuat keberadaan Bank Banten dengan mengalokasikan anggaran untuk keberlangsungan Bank satu-satunya milik masyarakat Banten. Bukannya memindahkan Kas Daerah Bank Banten ke Bank BJB. Padahal Bank BJB milik Provinsi Jabar, " ujar Tokoh Pendiri Banten dan Forum Transparansi Indonesia (FTI) Koordinator FTI, Sukri Alvin.

Sementara Tokoh pendiri Prov Banten lainnya, yakni H. Embay Mulya Syarief menegaskan " Seharusnya sebagai pemilik Bank Banten, Pemprov Banten membesarkan Bank Banten dengan tidak mengeluarkan kebijakan yang justru merugikan Bank Banten," terangnya.

Beliau menambahkan terkait dengan penganggaran dana dari Pemprov Banten untuk Bank Banten yang sudah disetujui oleh DPRD seharusnya segera dilaksanakan untuk memperkuat keberlangsungan Bank Banten. Karena sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. " Secara kepatutan, seharusnya Pemprov Banten tidak mengalihkan Kas Daerah dari Bank Banten ke Bank BJB, karena Bank Banten adalah milik  Pemprov dan masyarakat Banten," katanya.

Mendengar keputusan tersebut, banyak masyarakat yang menentang atas pemindahan Kas Daerah dari Bank Banten ke Bank BJB. Hal ini berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat kepada Bank Banten, hingga terjadi rush (penarikan dana nasabah).

Setidaknya sudah ada 3 penggugat terkait masalah perpindahan RKUD dari Bank Banten ke Bank BJB, dengan tergugat utama Gubernur Banten, Wahidin Halim. Ketiga penggugat tersebut yakni Ojat Sudrajat (Maha Bidik Indonesia), Agus Supriyanto, dan Ikhsan Ahmad (akademisi).

Salah satu penggugat masalah Bank Banten, Moch Ojat Sudrajat mengatakan, jalur perdata yang telah dilakukan pihaknya merupakan upaya untuk memperjuangkan Bank Banten sebagai Bank kebanggaan masyarakat Banten. Karna Baginya, gugatan perdata yang dimaksud adalah dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam permasalahan Bank Banten. Menurutnya, Bank Banten perlu diselamatkan bukan dengan cara pemindahan RKUD, melainkan dengan cara penyertaan modal tambahan ke Bank Banten.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten, Ade Hidayat, meminta gubernur berkomitmen menyehatkan Bank Banten. Sebab, sejauh ini belum terlihat langkah Gubernur Banten, Wahidin Halim untuk menyehatkan Bank Banten, pasca adanya saran yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

" Gubernur memiliki tanggung jawab terhadap Bank Banten. Bagaimanapun kondisinya, Bank Banten sudah terlanjur milik Banten. Jangan lagi ada alasan ini dan itu. Tugas pemimpin adalah memperbaiki yang buruk menjadi baik," kata Ade Hidayat dalam keterangan tertulisnya.

Dalam upaya menyehatkan Bank Banten, Gubernur Banten bisa mendengar saran-saran yang disampaikan oleh OJK. Mengingat sudah beredar informasi OJK memberi saran kepada Pemprov Banten untuk menyehatkan Bank Banten.

" Sebenarnya mau atau tidak mau Bank Banten ini disehatkan. Kalaupun tidak mau, apa yang akan dilakukan? marger dengan BJB hingga saat ini belum menunjukkan perkembangan. Jangan sampai disehatkan tidak, marger tidak jadi, mau jadi apa Bank ini. Di Bank Banten ada uang rakyat, ada kas daerah. Tolong pikirkan itu, "

Kalau dilihat lagi, sebenarnya ini bukanlah pertama kalinya Bank Banten terlibat masalah. Bahkan sejak awal pembentukannya, Bank Banten sudah dianggap bermasalah. Sampai pada 5 tahun terakhir, Bank Banten sendiri tidak pernah mencatat laba.

Dengan adanya hal tersebut, seharusnya pemerintah dan pihak yang bersangkutan bisa lebih serius dan berhati-hati dalam mengoprasikan Bank Banten, agar tidak ada lagi masalah-masalah yang timbul kedepannya, juga lebih teliti dalam  mencari solusi atas permasalahan yang ada. Jangan bersikap terburu-buru dalam mengambil keputusan, apalagi menyangkut urusan orang banyak.

Dalam hal ini, pemindahan Kas Daerah dari Bank Banten ke Bank BJB dirasa tidak perlu. Pemerintah bisa saja memperkuat keberadaan Bank Banten dengan cara mengalokasikan nggaran untuk keberlangsungan kehidupan Bank satu-satunya milik masyarakat Banten. Adapun dapat dilakukan penyertaan modal tambahan ke Bank Banten.

Jangan beralasan bahwa Bank Banten sudah tidak sehat. Karena pada dasarnya, Bank Banten sendiri sudah 'sakit', dan kini sakitnya Bank Banten sudah semakin kronis.

*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun