Mohon tunggu...
Al Widya
Al Widya Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

...I won't hesitate no more... just write...!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Love Melody…[Part 7]

5 Mei 2014   15:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:51 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melody tersenyum dan menggenggam tangan kekasihnya ketika sore itu ia bertemu dengan ayah dan ibu Mozart. Mita yang baru datang segera bergabung dengan kehangatan mereka di ruang keluarga.

“Jadi bagaimana jika setelah pulang dari Jepang kalian segera meresmikan, how do you think dad?…” nyonya Wanda tersenyum sambil mengulurkan sepiring pastel buatan sendiri yang masih hangat.

“Saya sih setuju-setuju saja…it’s depend on both of you” Mr. Hamada tersenyum setelah berbicara dengan bahasa campuran Indonesia dan Inggris.

“Saya juga setuju!!” Mita ikut-ikutan bersuara.

“Eh…siapa yang nanya kamu, Mit….” Mozart tertawa melihat Mita merengut.

“Baiklah, dad, mom..kami memang belum pernah membicarakannya..tetapi saya berharap bisa mendapat jawaban langsung dari calon mempelai wanita…” Mozart mendekap Mel yang terlihat memerah wajahnya.

“Bagaimana, Mel…apakah kamu juga setuju?”Mita duduk di sebelah Melody sambil mendekap kedua telapak tangannya di dada seolah memohon.. Mel semakin salah tingkah dan hanya bisa tersenyum.

“Baiklah…saya setuju. Tetapi saya harap Mozart mau membicarakan hal ini dengan ayah saya kapan saja…”

Setelah pertemuan itu Mel berharap Mozart bisa bertemu dengan ayahnya. Namun ia sangat terkejut malam itu juga saat hendak berbaring tiba-tiba ayah menelpon. Mel tersenyum sesaat setelah selama hampir satu jam ia berbicara dengan ayahnya. Ia tidak menyangka Mozart sangat cepat menghubungi ayahnya. Ia merasa Mozart tidak bermain-main dengan rencana mereka. Namun Melody harus menahan kegirangannya karena dua hari lagi Mozart akan berangkat ke Jepang dengan ayahnya. Mita dan ibunya berencana menyusul seminggu kemudian karena mereka harus menyelesaikan pekerjaan di Indonesia.

Keesokan harinya Melody sengaja minta ijin untuk pulang lebih cepat, ia akan membantu Mozart mempersiapkan keberangkatannya besok. Melody membantu nyonya Wanda dengan tulus dan keluarga Mozart sangat menghargainya. Nyonya Wanda adalah seorang wanita setengah baya yang masih terlihat cantik. Ia adalah seorang wanita karier yang bekerja sebagai Public Relation di sebuah resort berbintangmilik suaminya sendiri.

Keluarga Hamada adalah keluarga pekerja keras. Atmosfir ini dibangun oleh ayah mereka yang kebetulan orang Jepang namun telah puluhan tahun tinggal di Indonesia. Terbukti meski ayah mereka telah berkecukupan namun kedua anak-anak mereka tetap bekerja dan tidak suka bermalas-malasan atau hanya sekedar berhura-hura saja.

Malam harinya setelah ia berpamitan kepada nyonya Wanda, Mozart mengantarkan Melody pulang. Dalam mobil di bangku belakang mereka terdiam beberapa menit tanpa kata-kata. Sepanjang jalan menuju apartemen Mel terlihat lampu-lampu kota menyala terang menghiasi malam yang cerah. Mozart mengatakan kepada pak Hasan untuk berhenti sebentar ketika mereka memasuki kawasan Bukit Senyum.

Mozart mengajak Mel keluar dari mobil dan mereka berjalan di sepanjang boulevard. Bukit senyum memang menyuguhkan pemandangan yang luar biasa di malam hari. Tak heran meski saat itu jam telah menunjukkan pukul 09:00 pm namun kawasan tersebut masih ramai pengunjung yang berjalan-jalan maupun mereka yang hanya duduk-duduk menikmati pemandangan malam gemerlap lampu dari kota Singapura yang megah.

Bukit Senyum di pulau Batam ini memang menjadi salah satu tempat persinggahan bagi siapa saja yang berkunjung ke Batam. Dari puncak bukit ini kita dapat melihat tampilan bangunan kota Singapura dan kapal-kapal yang lewat dan juga pesawat yang datang dan pergi dari Bandara Changi. Pemandangan spektakuler dari lampu-lampu gedung pada malam hari membuat Bukit ini sangat terkenal.

Mereka berhenti di salah satu sisi bukit yang tepat menghadap ke selat Singapura. Mel duduk di bangku marmer yang telah disediakan oleh pengelola pariwisata daerah. Ia mengerutkan lengannya saat angin laut menerpa tubuhnya. Mozart yang duduk di sebelah Mel tersenyum dan melepas jaketnya dan ia melihat kilatan kegelisahan dimata kekasihnya itu. Ia meletakkan di punggung Mel sambil mencium kening kekasihnya. Beberapa detik mereka terpesona dengan kerlip lampu sebuah pesawat komersial yang hendak landing ke Bandara.

“Berjanjilah kalau kamu akan pulang dengan keadaan lebih baik, sayang…” Mel sepertinya sudah tidak kuat menahan kegelisahannya.

“Tentu saja, sunshine….saya akan menggendongmu dan kita akan…..”

“Ssssshhhh…..” Melody meletakkan jari telunjuknya ke mulut Mozart. Ia mengusap lembut dan mencium bibir Mozart dengan sebuah getaran.

Mozart bersumpah akan sangat merindukan cara Melody menciumnya. Mereka sejenak menikmati kehangatan ciuman dan pelukan.

“Berjanjilah akan menunggu saya pulang, sunshine…” Mozart mempererat pelukannya.

“Tentu saja sayang…”

“Kita akan segera menikah bukan? Kamu pengantinku sunshine”

“Yes….bersabarlah sayang… tenangkan pikiran saat menjalankan operasi, saya akan selalu mendoakan dari jauh…”

Mereka meninggalkan Bukit Senyum dengan pikiran di kepala masing-masing. Mel sadar kepergian Mozart ke Jepang hanya beberapa dan setelah itu ia akan bertemu kembali. Sementara Mozart memikirkan apakah operasi ini akan sukses dan membawanya kembali ke tanah air, mengingat Dr. Alvin sudah menjelaskan panjang lebar perihal operasi yang cukup rumit itu.

Mozart memeluk Melodi sebelum gadis itu turun dari mobil. Mel memang tidak mengijinkan Mozart turun karena ini akan membuat ia semakin berat meninggalkan kekasihnya. Mel menutup pintu apartemen namun hatinya masih diliputi kegalauan. Ia memang tidak akan mengantarkan Mozart ke Bandara karena besok pagi ia harus memberikan test akhir semester kepada siswanya. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke sofa…bayangan Mozart masih belum beranjak di benaknya. Ia masih ingin bersama dan memeluk kekasihnya…ting tong!!

Mel berfikir bahwa pengelola apartemen yang mengantarkan surat terlambat datang. Ia segera membuka pintu…..Mozart!! Mel segera meraih kekasihnya dalam pelukan panjang.

“Semoga kamu juga merasakan hal yang sama, sunshine…” Mozart membalas pelukan Mel hangat. Ia segera bergeser ke sofa dan menarik tubuh Mel kembali ke pelukannya.

“Ah…kamu sudah tahu apa yang saya pikirkan, sayang…” Mel mulai mencium telinga Mozart dengan nafas memburu.

Mereka seperti tersihir dengan hembusan cinta yang keluar dari dalam hati masing-masing tanpa bisa dicegah. Mozart yang sebenarnya sangat bergairah kembali harus menelan kepahitan bahwa ia hanya mampu memberi pelukan dan ciuman panas kepada gadis yang masih mendesah di dekapannya.

Melody telah terbiasa dengan keadaan kekasihnya. Ia hanya tersenyum dalam desahnya saat berada di pangkuan Mozart. Mel tidak mengharap banyak dari Mozart namun entah mengapa ia menikmati setiap kali mereka bermesraan. Mel selalu memberi keyakinan kepada Mozart bahwa cinta bisa diwujutkan dengan apa saja.

Mozart sebenarnya tersiksa dengan keadaannya. Setiap kali ia mencium kekasihnya timbul rasa frustasi dan tidak nyaman karena ia tidak mampu merasakan reaksi ereksi secara spontan karena kelumpuhannya. Mozart selalu sukses menyembunyikan kekesalan terhadap ketidak mampuannya. Bahkan motivasi terbesar dalam hidupnya adalah membahagiakan Melody layaknya seperti laki-laki normal.

Kali ini Mozart benar-benar melangkah keluar apartemen setelah mencium Mel sekali lagi. Melody tersenyum saat menutup pintu dan segera menenggelamkan tubuhnya di kasur…dan ia segera tertidur…………..

Keesokan harinya Mel menerima telepon dari Mozart sesaat sebelum pria itu ceck in di Bandara.

“Saya akan kembali dan benar-benar menggendongmu, sunshine…” Mozart tertawa kecil.

“Baiklah, jaga dirimu baik-baik sayang….saya akan menunggumu” suara Mel terdengar sedih.

“Okay…kalau ada kesempatan saya akan menghubungi kalau tidak di telepon atau di chatt line… bukalah setiap hari, cantik…”

“Pasti sayang…. Be careful…I’m gonna miss you..” Mel memandang keluar jendela.

“Well…I love you, sunshine!” suara klik menandakan Mozart telah menutup telepon genggamnya.

Melody masih berada di lantai 4 gedung sekolahnya. Ia sengaja membuka jendela dan membiarkan angin semilir masuk ke dalam ruangan. Setengah jam kemudian Mel memandang ke luar jendela ketika sebuah pesawat melintas dari kejauhan…hmmm…I love you, Moz……..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun