Mohon tunggu...
Widtri OctaviaraAzzahra
Widtri OctaviaraAzzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Prodi Hubungan Internasional'19, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Coercive Diplomacy: Relevankah Jika Digunakan?

3 Desember 2021   19:43 Diperbarui: 3 Desember 2021   19:46 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam beberapa dekade terakhir ini banyak isu-isu dalam sistem internasional yang berkembang secara signifikan sehingga permasalahan global semakin kompleks, baik hard politics maupun low politics. Beriringan dengan hal tersebut, diplomasi juga mengalami banyak perkembangan dari waktu ke waktu. Institusi maupun fungsi diplomasi terus menunjukkan variasi diplomasi sepanjang sejarah. Dalam sejarahnya, variasi diplomasi berbeda-beda sesuai dengan focus maupun medianya. Terlebih lagi dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan munculnya variasi jenis media hingga instrument yang digunakan.

Diplomasi merupakan sebuah jalan untuk menjaga kestabilan perdamaian yang lebih efisien dibandingkan perang. Diplomasi bertujuan untuk mencari penyelesaian dari konflik antar dua atau lebih negara yang mana solusinysa diharapkan dapat memenuhi kepentingan dari semua pihak yang berkomflik. Dalam diplomasi, terdapat beberapa macam, salah satunya yaitu Diplomasi Koersif (Coercive Diplomacy). Diplomasi Koersif adalah diplomasi yang dengan memakai ancaman terhadap lawannya agar melakukan penundaan dan atau bahkan menggagalkan aksinya.

Diplomasi koersif dikenal dan digunakan sejak berakhirnya perang dingin, diplomasi ini merupakan suatu "bujukan" kuat untuk mendapatkan target baik, baik actor negara maupun non negara. Diplomasi koersif merupakan salah satu strategi diplomasi yang mengandalkan ancaman dengan menggunakan kekuatan dibandingkan menggunakan kekuatan itu sendiri. Tindakan diplomasi ini berusaha untuk mencapai resolusi dengan meningkatkan ke tahap penggunaan militer jika diperlukan, berbeda dengan kekuatan yang biasanya digunakan untuk memperluas upaya diplomatik.

 Diplomasi Koersif memiliki dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan try-and-see dan full-ultimatum. Pendekatan coba dan lihat (try-and-see) hanya berfokus dalam meninjau jenis pemberian tuntutan yang spesifik, untuk batas waktu juga ancaman yang pasti akan diberikan nantinya. Pendekatan ini mencoba untuk memantau respon dari negara tujuan atas diplomasi koersif yang dicoba oleh negara penuntut, setelah itu negara pelaku dapat merencanakan langkah selanjutnya. 

Sedangkan pendekatan full-ultimatum memiliki tigas bagian khusus yang diharuskan ada di tuntutan, pertama yaitu tuntutan harus jelas dengan negara sasaran, kedua yaitu memberikan jangka waktu terhadap negara tujuan untuk melakukan kerjasama, dan yang terakhir yaitu ancaman yang jelas apabila negara sasaran menolak bekerjasama atau tuntutan yang diberikan oleh negara pelaku.

Diplomasi koersif dipakai untuk tujuan membarui keputusan dari negara melalui dengan ancaman, pemutusan atau pembatalan kerja sama, dan sanksi. Penggunaan cara paksaan ataupun kekerasan tidak diterapkan langsung, namun di dalam bentuk diplomasi koersif ini lebih memprioritaskan memberi ultimatum dalam jangka waktu tertentu. Karena hal itu, diplomasi ini membuat isu menjadi tidak jelas karena tidak ada yang "mengambi" ataupun "memberi".

Strategi diplomasi koersif ini digunakan dengan memberi kekuatan dan tingkatan tertentu dengan tujuan untuk menggiring lawannya agar menghentikan agresi. Untuk menunjukkan tujuan negara dengan memberikan tekanan secukupnya (coercer state) untuk negara target atau sasaran (target state). 

Biasanya imbalan dan ancaman di diplomasi ini mengikuti apa yang dituntut oleh negara pelaku. Saat si negara target dapat menyanggupi tuntutan dari negara pelaku, imbalan (carrots) akan diberikan. Namun sebaliknya, apabila tuntutannya tidak dapat disanggupi, maka ancaman (sticks) akan digunakan terhadap negara target. 

Dapat dikatan bahwa, diplomasi koersif ini akan dapat dilakukan sesuai dengan yang diinginkan jika berhasil menyatukan antara imbalan dan ancaman, maka negara pelaku harus memenuhi tiga standar aspek yakni hubungan antara lingkup, sifat, tujuan, dan juga kekuatan yang digunakan sebagai upaya diplomasi koersif (proportionality), dapat meyakinkan negara target bahwa akan ada imbalan jika dapat memenuhi tuntutan (reciprocity), dan negara pelaku harus membentuk elemen intimidasi kepada negara target yang dimaksudkan akan memberikan konsekuensi serius jika terjadi penolakan (coercive credibility).

            Strategi diplomasi jenis koersif ini memiliki dua kemungkinan kemenangan, kemungkinan pertama yaitu dapat memenuhi kebutuhan ataupun keinginan dari kedua belah pihak. Lalu kemungkinan yang kedua yaitu dengan bentuk ancaman ini bisa menjadi kemenangan bagi salah satu pihak saja yakni coercer state karena biasanya negara ini memiliki kekuasaan dan kekuatan lebih, selain itu bisa juga karena telah memiliki kelemahan dari target state. Namun, stategi diplomasi ini juga dapat mencapai jalan buntu ataupun kegagalan dalam pelaksanaannya seperti yang telah terjadi pada diplomasi koersif yang Arab Saudi lakukan terhadap Qatar namun berakhir dengan kegagalan.

            Lalu apa yang menyebabkan kegagalan diplomasi koersif Arab Saudi terhadap Qatar tersebut? Apakah Arab Saudi telah melakukan kesalahan dalam pelaksanaan diplomasi koersif tersebut? Jawabannya adalah TIDAK. Amerika tidak melakukan kesalahan apapun dalam melaksanakan diplomasi koersif sebagai coercer state tersebut, namun Qatar dapat memberikan respon penolakan terkait ancaman dan ultimatum yang diberikan oleh Arab Saudi. Lalu, apa saja faktor-faktor yang membuat Qatar menolak untuk menyanggupi tuntutan untuk terlepas dari blockade tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya penulis menjelaskan sedikitnya alasan mengapa Arab Saudi melakukan diplomasi koersif tersebut terhadap Qatar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun