Mohon tunggu...
Widoko
Widoko Mohon Tunggu... Guru - Menyukai semua hal yang inspiratif

Pernah menimba ilmu di Yangzhou University, China

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saat Partai Menjadi Penguasa, Kemana Buruh Menyambungkan Lidahnya?

7 Oktober 2020   14:18 Diperbarui: 7 Oktober 2020   14:40 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo di Depan DPRD Bandung (6/10) (Sumber: tribunnews.com)

Di tengah Pandemi Covid-19 yang masih belum melandai, perpolitikan tanah air dihebohkan dengan isu baru: disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja oleh DPR RI, Senin 5 Oktober 2020.

Pengesahan UU Cipta Kerja ini memancing pro dan kontra yang cukup besar. Salah satunya adalah demo buruh. Bahkan ada seruan mogok kerja nasional selama 3 hari dari tanggal 6 sampai dengan 8 Oktober 2020 yang di sampaikan oleh beberapa elemen buruh. Demo pun akhirnya pecah di berbagai kota mulai kemarin, 6 Oktober 2020.

Demo dan mogok nasional tersebut merespon beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja yang dinilai sebagian kalangan tidak bersahabat pada kesejahteraan dan posisi buruh. Menurut Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik, Jumisih, setidaknya ada delapan poin yang disebutnya sebagai serangan terhadap hak-hak buruh pada UU Cipta Kerja itu.

Dilansir Kompas.com, 07 Oktober 2020, delapan poin tersebut diantaranya adalah masifnya kerja kontrak, out sourcing pada semua jenis pekerjaan, jam lembur yang eksploitatif, penghapusan hak istirahat dan cuti, Gubernur Tak Wajib menentukan upah minimum kabupaten dan kota, peran negara dalam melakukan pengawasan PHK sepihak diminimalisasi, berkurangnya hak pesangon, perusahaan makin mudah melakukan PHK sepihak.

Di sisi lain, dari kepentingan pengusaha dan pemerintah memang ada sesuatu hal positif yang ingin dihasilkan. Salah satunya adalah mengalirnya investasi ke tanah air. Dengan investasi yang besar, serapan tenaga kerja yang besar juga bisa diharapkan dari lahirnya UU Cipta Kerja ini.

Tetapi adanya penolakan dari banyak buruh dari berbagai elemen adalah sinyal bahwa UU Cipta Kerja ini menyisakan masalah yang masih perlu dijembatani antara buruh, pemerintah, pengusaha dan berbagai pihak terkait. Ada aspirasi buruh yang masih perlu diakomodasi dari UU tersebut yang perlu dicarikan solusi.

Menyampaikan aspirasi lewat demontrasi memang sepertinya menjadi satu-satunya pilihan bagi para buruh saat ini untuk menyambungkan lidahnya. Lalu di mana DPR yang katanya adalah perwakilan rakyat? Tidak adakah partai atau golongan anggota dewan yang bisa memperjuangkan?

Melihat kondisi saat ini, di dalam DPR sepertinya tidak ada elemen kuat yang bisa menyuarakan aspirasi mereka perihal UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan. Karena saat ini sebagian besar partai berada pada posisi sejalan dengan pemerintah yang menginginkan adanya UU ini. Sebut saja misalnya PDIP, Gerinda, Golkar, PKB, PPP, Nasdem dan sebagainya. Praktis sepertinya hanya PKS dan Demokrat saja yang kelihatan bersebarangan, terlihat ketika rapat paripurna. Dan itu pun tidak bisa berpengaruh banyak, karena kekuatan kursi mereka di Senayan tidak seberapa.

Lalu bagaimana dengan PDIP yang berjargon sebagai partainya wong cilik?

Sepertinya kepentingan pemerintah yang menginginkan mengalirnya investasi lebih mereka condongi dari pada beberapa hal yang dikeluhkan buruh sampai menggelar demo di berbagai kota. Tidak berpihaknya PDIP ini bisa dilihat dari peristiwa ikonik saat di Paripurna DPR kemarin yang mana Ketua DPR dari PDIP, Puan Maharani sempat mematikan mikrophon anggota dewan yang bersilang pendapat berkaitan dengan UU ini di Paripurna.

Gerindra pada saat pencapresan Prabowo juga terlihat dengan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Tetapi setelah saat ini di pihak penguasa, juga tidak begitu terlihat tajinya demi mereka.

Dengan kondisi seperti ini, bagaimana buruh akan menyampaikan aspirasinya?

Demo yang berjilid-jilid memang bisa mempengaruhi keputusan pemerintah atau DPR dalam berbagai kasus, tetapi tida bisa juga pada kasus yang lain. Dengan adanya mahasiswa yang kabarnya akan berdemo pada tanggal 8 Oktober nanti juga akan membuat suara mereka semakin lantang.

Tetapi secara jangka panjang, tidak adanya oposisi yang kuat sebagai penyeimbang di DPR menyebabkan hal seperti ini dalam ranah kepentingan buruh, pemerintah, dan pengusaha akan sangat berpotensi untuk muncul kembali.

Jadi perlukah buruh merapat ke suatu Partai? Atau mendirikan partai sendiri...?I]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun