Mohon tunggu...
Widodo Surya Putra (Mas Ido)
Widodo Surya Putra (Mas Ido) Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Arek Suroboyo | Redaktur renungan kristiani | Penggemar makanan Suroboyoan, sate Madura, dan sego Padang |Basketball Lovers & Fans Man United | IG @Widodo Suryaputra

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mentalitas Gratisan dan Gemar Merusak, Sampai Kapan Suporter Sepak Bola Indonesia Bersikap Kampungan?

20 Februari 2018   15:50 Diperbarui: 20 Februari 2018   18:04 1675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dirut Pusat Pengelola Kompleks GBK memeriksa kerusakan di SUGBK (ANTARA FOTO-Muhammad Adimaja)

Izinkan saya mengawali artikel ini dengan pernyataan berikut:

"Jujur saya sudah lama tak menonton sepak bola secara langsung di stadion, tim manapun yang main, termasuk ketika Timnas Indonesia bertanding. Ketika tim Indonesia Selection meladeni Timnas Islandia beberapa waktu lalu, saya hanya nyaris menonton, tetapi pertimbangan masih musim hujan, niat tersebut batal saya laksanakan. Namun, saya hampir selalu mengamati apa yang terjadi dalam persepak bolaan nasional. Berita yang sedang hangat atau sedang viral, biasanya saya tahu. Apa lagi, ketika menyangkut perilaku suporter yang "kampungan" dan bertindak anarkis, biasanya jari-jemari saya langsung gatal untuk mengetik karena TIDAK TAHAN --kata orang, yang seperti ini, tidak boleh dipendam, tetapi disalurkan, supaya tidak edan!"

Selanjutnya, apa yang apa yang muncul di benak Kompasianer saat melihat dua gambar berikut ini, baik Anda yang menonton siaran langsung tayangan pasca final Piala Presiden 2018 lalu, atau melihat gambar-gambarnya yang bermunculan di internet? Kesan jengkel apa yang langsung ingin Anda sampaikan, ketikkan, atau (kalau sempat) divideokan? 

The Jakmania menerobos masuk ke lapangan saat Persija menjuarai Piala Presiden (Tribunnews-Abdul Majid)
The Jakmania menerobos masuk ke lapangan saat Persija menjuarai Piala Presiden (Tribunnews-Abdul Majid)
Aksi sebagian pendukung Persija (FootBall5Star.com)
Aksi sebagian pendukung Persija (FootBall5Star.com)
Saya kok yakin, kebanyakan dari kita merasa kesal tingkat tinggi saat melihat aksi kampungan dan anarkisme itu kembali terjadi di Indonesia. Ajang final Piala Presiden 2018 yang seharusnya menjadi hiburan bagi seluruh pecinta sepak bola, justru menjadi seperti kaos warna-warni yang sengaja disiram tinta hitam, oleh perilaku sebagian suporter yang menyaksikan langsung laga final yang juga dihadiri oleh Presiden Jokowi tersebut.

Laporan dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, seusai meninjau kerusakan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK)  memperjelas apa saja kerusakan yang terjadi, seperti dilaporkan laman megapolitan.kompas.com (20/02/2018):

Data Kerusakan di SUGBK (sumber data dan gambar: Kompas.com)
Data Kerusakan di SUGBK (sumber data dan gambar: Kompas.com)
Saya pun hanya bisa geleng-geleng kepala menonton cuplikan videonya, melalui berita di televisi, ketika pintu berhasil dijebol, lalu puluhan oknum suporter seperti tentara menyerbu ke daerah musuh, langsung berlarian masuk ke dalam stadion---jelas mereka tidak membayar tiket resmi! Nah, menurut saya kerugian yang ditaksir setelah perhitungan kerusakan, yakni 150 juta rupiah, sebenarnya bukanlah angka final. Kerugian barulah sebatas menghitung biaya perbaikan akibat kerusakan yang ada, belum ditambah hasil penjualan tiket yang seharusnya bisa ditambahkan dari puluhan (atau ratusan?) suporter yang mbludhus  begitu saja, tanpa membayar tiket sesuai harga yang berlaku. (Silakan dihitung sendiri!)

Mentalitas Serba Gratisan dan Gemar Merusak

Maafkan saya jika harus memakai dua istilah tersebut untuk  sebagian oknum suporter yang mencoreng muka Indonesia di dunia sepak bola internasional pada laga final Piala Presiden 2018 lalu. Mentalitas serba gratisan saya tujukan bagi mereka yang (mungkin) menganggap pintu yang terbuka (tepatnya: dijebol secara paksa), sebagai berkah dari Yang Kuasa untuk menerobos masuk ke dalam stadion, tanpa perlu membayar tiket. Apakah mereka memang benar-benar tidak mampu membeli tiket, tetapi tak kuasa membendung hasrat untuk menonton langsung dari dalam stadion? Entahlah! Padahal, kalau "ketipisan dompet" menjadi alasannya, panitia juga sudah berbaik hati menyediakan layar lebar di kawasan SUGBK bagi suporter yang tak kebagian tiket, tanpa harus membayar! 

Orang-orang dengan mentalitas serba gratisan begini agak sukar untuk dinasihati, diarahkan, apalagi ditertibkan. "Pokoknya gratis, akan kami manfaatkan sebaik-baiknya, tak peduli orang lain rugi!" begitu kira-kira slogan yang diusung. Siapa yang pusing? Pihak-pihak yang dirugikan tentunya. Para aparat pun terkadang tak tega kalau mau menertibkan atau terpaksa menggebuk mereka, karena bagaimanapun, mereka juga saudara sebangsa. Kalau sampai digebuk, nanti beritanya bisa langsung viral dengan caption:"Aparat menggebuk rakyat kecil!" Repot juga kalau begini! Namun, yang jelas, solusi harus segera ditemukan bagi orang-orang dengan mentalitas serba gratisan seperti itu.

Solusi untuk suporter gratisan (dok. pribadi)
Solusi untuk suporter gratisan (dok. pribadi)
Mentalitas berikutnya, yang juga tak kunjung sembuh adalah: kegemaran merusak. Entah mengapa, sebagian oknum suporter kok punya penyakit "menurun" yang seolah tak puas kalau menonton sepak bola tanpa melakukan pengrusakan. Sasarannya pun bermacam-macam, mulai dari pepohonan, kursi, pintu, pagar, pembatas di tribun, taman, kendaraan umum dan kendaraan pribadi, hingga fasilitas umum lainnya yang ditemui di dalam stadion, di sekitar stadion, hingga di perjalanan. Aksi lempar batu terhadap kendaraan yang diduga mengangkut suporter tim lawan pun, termasuk dalam kawanan orang-orang yang gemar merusak ini.

Solusi untuk suporter yang gemar merusak (dok. pribadi)
Solusi untuk suporter yang gemar merusak (dok. pribadi)
Akan tetapi, dua solusi di atas maupun solusi-solusi lainnya yang selama ini mungkin sudah dicoba untuk diterapkan, akan gagal mengubah perilaku sebagian oknum suporter jika tak ada kesadaran dalam diri oknum-oknum yang bersangkutan. Selain itu, diperlukan waktu yang tidak sebentar untuk mengubah perilaku yang cenderung destruktif dan merugikan pihak lain, karena perilaku demikian sudah cukup mengakar bahkan "turun-temurun" yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun